Lika-Liku Jadi Mahasiswa Rantau di Jakarta

Shely Nurloka
Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
12 Desember 2022 21:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shely Nurloka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi culture shock (sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-yang-bersandar-di-dinding-236151/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi culture shock (sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-yang-bersandar-di-dinding-236151/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Jadi mahasiswa rantau di Jakarta bukanlah hal yang mudah"
Kenapa demikian? Bukankah jakarta kota metropolitan dengan segala kemajuan aspek yang amat sangat memudahkan penduduknya?
ADVERTISEMENT

Lantas, Mengapa Jadi Mahasiswa Rantau di Jakarta Bukan Hal yang Mudah?

Seperti yang kita tahu, Jakarta merupakan kota metropolitan dengan segala pusat kemudahan karena kemajuan teknologi di dalamnya serta segala aspek memudahkan kita dalam beraktivitas sehar-hari. Meskipun berada di tengah kota dengan segala aspek yang sangat mendukung, seringkali mahasiswa rantau merasakan perasaan tidak nyaman, kaget, cemas, dan bingung dengan suatu kebiasaan atau budaya yang sangat berbeda dengan kampung halaman. Hal ini lah yang sering kita kenal dengan istilah "culture shock."
Mungkin, sebagian dari kita sudah tidak asing lagi dengan istilah tersebut, atau bahkan ada yang baru mendengar istilah tersebut?
Yuk! kumpas tuntas tentang cultur shock.

Mengenal Lebih Dekat Culture Shock

Culture shock dikenal juga dengan istilah gegar budaya, merupakan perasaan ketidaknyamanan fisik dan psikis yang dirasakan seseorang ketika berhadapan dengan lingkungan atau budaya lain yang tidak familiar. Culture shock sering dirasakan seseorang ketika mendatangi suatu tempat yang jauh dari tempat tinggalnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang remaja setelah lulus SMA tentunya ingin mencari banyak pengalaman. Merantau di luar kota dengan dalih menempuh Pendidikan tinggi merupakan pilihan atau bahkan impian seorang. Kualitas Pendidikan di kota terutama di Jakarta yang lebih baik menjadi alasan para remaja untuk rela merantau dan jauh dari orang tua. Tetapi, disisi lain banyak budaya dan kebiasaan orang-orang Jakarta yang sangat bertolak belakang dengan budaya di kampung halaman. Hal ini membuat Mahasiswa rantau merasakan culture shock sehingga kesulitan untuk bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan budaya di Jakarta.

Kenapa Culture Shock Terjadi?

Lestari (2011) menyebutkan bahwa culture shock biasanya terjadi selama enam bulan hingga satu tahun pertama kedatangan. Selama masa itu, mahasiswa rantau mengalami culture shock karena ketidakmampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Bahasa
Bahasa merupakan cara berkomunikasi yang sangat berperan dalam proses adaptasi antar budaya. Seperti yang kita tahu, hampir semua orang Jakarta menggunakan Bahasa gaul atau Bahasa slang. contohnya lo, gue, yang mungkin jika digunakan di daerah merupakan Bahasa yang kurang sopan, sehingga membuat mahasiswa rantau sulit untuk menyesuaikan gaya Bahasanya. Perbedaan Bahasa yang digunakan di Jakarta ini memperbesar kemungkinan terjadinya culture shock bagi para mahasiswa rantau yang berasal dari daerah.
2. Cara berpakaian
Orang-orang Jakarta memang lebih peka terhadap perkembangan zaman. Begitupun dalam urusan mode busana serta cara berpakaian, berbagai inovasi dan gaya baru cepat ditemukan disini, mereka selalu tampil fashionable guna menunjang penampilan. Hal ini tentu saja membuat mahasiswa rantau merasa canggung atau minder, karena merasa tertinggal dengan trend atau inovasi-inovasi baru di Jakarta yang mungkin belum pernah menjamah di kampung halamannya.
ADVERTISEMENT
3. Norma sosial
Kecenderungan orang jakarta yang biasanya bersifat acuh tak acuh dan lebih memilih hidup dependen membuat mahasiswa rantau kesulitan untuk berbaur, pasalnya hal ini sangat bertolak belakang dengan kebiasaan sosial di kampung halaman. Belum lagi lingkungan kampus dan teman-teman yang kurang sesuai dengan harapan membuat mahasiswa rantau semakin merasakan homesick.

Apa yang Dirasakan Ketika Culture Shock?

Dari sudut pandang psikologis culture shock yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan psikis yang tentunya akan berdampak pada aktivitas fisik yang akan lakukan. Culture shock sangat berpengaruh dalam proses adaptasi mahasiswa di lingkungan baru, baik lingkungan kampus maupun lingkungan sosial. Jika hal ini terus terjadi, mahasiswa akan semakin sulit untuk menemukan jati dirinya. Saya sebagai penulis juga merasakan culture shock, bagaimana sulitnya menjadi mahasiswa rantau di Jakarta, banyak hal baru yang sulit saya terima karena sangat berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan di kampung halaman.
ADVERTISEMENT
“Saat jadi anak rantau yang saya rasakan pertama kali adalah homesick”, Sebagai anak rantau yang berada jauh dari orang tua serta homesick yaitu rasa rindu akan rumah dan kampung halaman saat berada di tanah rantau. Homesick muncul ketika mahasiswa rantau mulai kehilangan hal-hal yang familiar hingga menimbulkan rasa cemas berlebihan atau anxiety. Selain itu perasaan sedih, frustasi, tidak nyaman, dan kesepian seringkali muncul ketika ia sadar kalau budaya baru tidak sesuai dengan realitas dirinya.
Culture shock juga membuat mahasiswa rantau kehilangan rasa percaya diri. Dimana, sebelumnya ia merasa yakin bahwa dirinya adalah sosok yang menarik dan aktif namun, ketika di perantauan menjadi seorang yang pasif dan kehilangan identitas diri yang diyakininya. Hal ini membuat mahasiswa rantau ingin terus mempertahankan identitas diri serta memiliki keinginan untuk terus bergaul dengan orang lain yang memiliki budaya yang sama dengannya.
ADVERTISEMENT

Cara Mengatasi Culture Shock

Saat berada di lingkungan baru tentunya tidak mudah untuk cepat beradaptasi, di butuhkan proses penyesuaian yang cukup agar menemukan titik nyaman terhadap kebiasaan baru di lingkungan tersebut. Culture shock pasti akan dirasakan setiap orang ketika mendatangi tempat baru, oleh karena itu kamu perlu lakukan hal berikut untuk meminimalisasi culture shock:
1. Membuka pola pikir
Kamu perlu membuka pola pikir dan melihat segala sesuatu dari berbagai perspektif yang berbeda, agar dapat memahami dunia sehingga membuatmu semakin mudah dalam proses penyesuaian diri.
2. Terbuka terhadap hal baru
Hal-hal baru serta perkembangan zaman tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan ini, untuk itu, kamu perlu menerima semua hal baru yang datang dalam kehidupan tanpa terkecuali. Sebagai seorang mahasiswa rantau, kamu perlu peka terhadap segala sesuatu yang ada disekitarmu. Tidak semua hal baru dapat kamu ikuti, kamu perlu bijak dalam memilih agar tidak salah arah.
ADVERTISEMENT
3. Bersosialisasi
Saat berada di perantauan, jalinlah pertemanan dan relasi sebaik mungkin dengan dengan masyarakat setempat serta dengan mahasiswa lain. Bersosialisasi dapat membuatmu lebih terbiasa dengan lingkungan sehingga kamu tidak merasa sendirian. Semakin banyak berinteraksi, maka akan semakin mudah bagimu untuk menghadapi segala situasi yang akan datang.
Jadi mahasiswa rantau merupakan sebuah privilege karena tidak semua orang bisa ada diposisi itu. Mahasiswa yang memilih hidup merantau harus siap dengan segala resiko, tentu saja bukanlah hal yang mudah, banyak yang harus dipersiapkan secara matang. Selain fisik, mental merupakan kunci utama sebelum kamu memutuskan untuk merantau. Mental yang kuat sangat diperlukan agar siap untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan tidak mengalami culture shock saat di perantauan. Culture shock bukanlah hal yang perlu ditakuti ketika merantau, karena itu adalah untuk bekal kamu di masa depan.
ADVERTISEMENT