Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Hakim Makin Sejahtera, Sudah Bijak Kah?
28 Oktober 2024 17:51 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Shonanar Rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu yang lalu Detikcom melalui reels Instagram-nya memberitakan audiensi antara perwakilan hakim se-Indonesia dan DPR RI. Audiensi yang terjadi ini merupakan buah dari ‘Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia’ pada 7-11 Oktober 2024. Inti dari “keramaian” para hakim ini yakni menuntut kenaikan gaji dan kesejahteraan untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Dari pemberitaan tersebut ada hal yang menggelitik perut saya sampai terpingkal-pingkal (nantinya saya jelaskan mengapa demikian). Diperlihatkan bahwa dialog pada saat audiensi menyangkut-pautkan dengan anak Raffi Ahmad, Rafathar. Detailnya kurang lebih seperti ini bahwa para hakim mengibaratkan gaji yang mereka peroleh selama ini setara dengan uang jajan Rafathar.
Ditambah lagi, mereka juga memiliki tanggungan keluarga alias anak dan istri. Sementara gaji mereka dianggap tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan mereka. Maka dari itu, cukup masuk akal permintaan kenaikan gaji mereka segera diindahkan oleh pemerintah.
Akan tetapi, lucunya alasan para hakim dalam menuntut kenaikan gaji bukanlah sorotan utama pada tulisan ini, melainkan respon dari Pak Prabowo-lah yang menjadi fokusnya.
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, memang tidak hadir secara langsung pada audiensi tersebut, namun beliau terlibat melalui panggilan telepon genggam. Dalam penyataan beliau sangat jelas bisa ditangkap bahwa beliau mengindahkan dan menyetujui apa yang menjadi tuntutan para hakim se-Indonesia tersebut. Sontak, hal itu langsung membuat raut wajah mereka sangat sumringah. Mereka ramai-ramai berteriak bahagia, ada yang melompat-lompat, berpelukan, dan ada juga yang menangis terharu. Mereka terlihat sangat puas, seolah-olah apa yang mereka perjuangkan terbayar tuntas sesuai dengan harapan. Full senyum jadinya.
ADVERTISEMENT
Jujur saja, saya memahami konteks tuntutan kenaikan gaji tersebut, dan saya melihat apa yang diminta oleh para hakim memang reasonable. Tetapi, hal itu tidak menutup fakta bahwa para hakim menampakkan sifat ketidakdewasaan mereka. Ditambah lagi, sikap Pak Prabowo yang begitu cepat merespon suara hakim-hakim Indonesia memunculkan pertanyaan besar di kepala saya. Sudah tepatkah sikap beliau?
Wahai para hakim, mengapa begitu childish?
Izinkan saya terlebih dahulu membahas konteks mengapa hakim se-Indonesia menuntut hak mereka, yakni kenaikan gaji. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2012, gaji pokok hakim Indonesia yang paling awal sama dengan gaji PNS golongan IIIA, yang artinya sekitar 2 juta rupiah. Jumlah gaji pokok tersebut bertambah besar seiring dengan lama masa kerja mereka. Cerita berbeda kalau menyoal tunjangan hakim dimana kisaran jumlahnya yaitu 14 hingga 27 juta rupiah tergantung lokasi kerja dan jabatan yang diemban.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, yang mesti digarisbawahi adalah bahwa besaran gaji dan tunjangan tersebut terakhir kali diatur pada tahun 2012. Jadi selama 12 tahun ini hakim di Indonesia sama sekali tidak merasakan kenaikan gaji. Ini memang terkesan tidak masuk akal karena umumnya penerapan kenaikan gaji itu bisa 1 hingga 3 tahun sekali, tapi faktanya ini 12 tahun tidak naik-naik gajinya. Itulah yang menjadi cikal-bakal para hakim menuntut keadilan bagi kesejahteraan mereka.
Meskipun saya mengatakan tuntutan hak mereka itu reasonable, saya merasa para hakim sungguh childish. Pasalnya, mereka memasukkan alasan yang konyol dan kekanak-kanakan, yakni membandingkan gaji mereka dengan uang jajan anak Raffi Ahmad, dan juga menggunakan tameng anak-istri sebagai tanggungan hidup mereka. Terlepas hal itu guyonan atau tidak, namun alasan tersebut kurang pantas untuk disampaikan. Para hakim tersebut adalah kaum intelektual, dan alasan yang mereka gunakan justru merendahkan intelektulitas mereka sendiri. Mestinya, alangkah baiknya mereka menekankan alasan yang lebih berkualitas sesuai dengan level intelektualitas mereka. Namun yang terjadi mereka seolah-olah ingin dikasihani.
ADVERTISEMENT
Jika meminta kenaikan gaji, maka mintalah dengan elegan. Idealnya, tunjukkan performa yang begitu baik. Misalnya, meningkatkan kualitas penegakkan hukum di Indonesia. Kita tahu bahwa hukum di Indonesia saat ini masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Artinya, masih ada ketidakadilan dalam proses menegakkan hukum. Andai saja, para hakim se-Indonesia ini bisa menegakkan hukum di Indonesia dengan sangat baik, bahkan keadilan bisa selalu ditegakkan, maka pantas saya rasa gaji yang tinggi disematkan kepada mereka.
Fokus ke hal yang lebih urgent dulu kali, Pak
Saya akan mengutarakan begitu gamblang di sini bahwa respon cepat dari Pak Prabowo terhadap tuntutan hak hakim se-Indonesia itu, menurut saya, kurang bijaksana. Beliau sangat responsif menanggapi tuntutan hak para hakim, tapi mengapa tidak secepat itu dalam merespon masalah besar yang saat ini sedang melilit masyarakat. Masalah kelas menengah dan laju ekonomi, contohnya.
ADVERTISEMENT
Semua orang sudah tahu bahwa kelas menengah sekarang ini sedang bergejolak. Beberapa waktu yang lalu data dari BPS melaporkan ada sekitar 9,5 juta masyarakat kelas menengah harus turun kasta. Faktor penyebabnya memang banyak, namun di antaranya ialah pengeluaran semakin bertambah karena adanya biaya hidup yang meningkat, iuran wajib dari pemerintah, pajak yang harus ditanggung, dan cicilan kebutuhan yang juga tak kalah penting. Sementara, besaran pendapatan mereka tetaplah sama, tidak ada kenaikan gaji sama sekali. Persis seperti peribahasa besar pasak daripada tiang.
Belum lagi Indonesia saat ini sedang mengalami deflasi. Salah satu penyebabnya karena daya beli masyarakat yang jauh menurun. Alhasil, hal ini berimbas pada kalangan produsen. Masyarakat sebagai konsumen tidak ada yang membeli barang dan jasa mereka, ya pabrik atau pedagang akhirnya, mau tidak mau, memberlakukan sistem PHK agar unit bisnis mereka bisa tetap bertahan. Ujung-ujungnya, masyarakat lagi yang kena. Kalau seperi ini, bagaimana ceritanya masyarakat bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai warga negara?
ADVERTISEMENT
Saya jadi teringat ucapan Pak Prabowo di beberapa media Indonesia bahwa beliau ini sangat pro kepada UMKM atau pebisnis. Terus terang saja, pada saat saya terpapar ucapan beliau tersebut saya langsung tersenyum lebar. Saya jadi optimis Indonesia ini akan segera berubah trend ekonominya. Akan tetapi, mengingat respon cepat beliau kepada para hakim, namun berbanding terbalik dengan masalah ekonomi masyarakat sekarang ini, saya tiba-tiba jadi skeptis. Apakah Presiden terpilih kita, Bapak Prabowo Subianto, benar-benar pro kepada UMKM? Dan apakah beliau bisa membawa Indonesia keluar dari gejolak ekonomi yang menyengsarakan masyarakat Indonesia? Ah, ayolah, Pak. Fokus dulu ke hal-hal yang lebih urgent!
Ada yang sedang tercekik di dunia pendidikan
Siapa sangka, pemberitaan audiensi antara hakim se-Indonesia dan DPR RI rupanya menarik banyak perhatian netizen. Pada kolom komentar reels Instagram Detikcom dapat ditemukan bahwa hampir semua netizen menyerukan ada pihak yang lebih butuh untuk mendapatkan kenaikan gaji ketimbang hakim Indonesia, yakni guru honorer. Memang tidak ada satupun yang terang-terangan menolak ide kenaikan gaji untuk hakim, namun ini jelas sekali menerangkan bahwa netizen sepakat kondisi guru honorer dewasa ini jauh lebih layak untuk diprioritaskan.
Berkenaan dengan guru honorer, sedikit saya sampaikan sebuah berita yang belum lama ini beredar di jagat media sosial. Berita ini membuat banyak orang, termasuk saya, benar-benar terenyuh. Seorang guru SMP swasta di Banyuwangi membagikan momen di kala dirinya baru saja mendapatkan gaji dari sekolah tempatnya mengajar. Guru tersebut, yang diketahui benama Wiga, secara terang-terangan mengeluarkan 2 lembar uang 100 ribu rupiah yang menjadi gajinya di bulan tersebut. Ia menyebutkan bahwa idealnya ia memperoleh gaji sekitar 350 ribu rupiah setiap pekannya, atau sekitar 1,4 juta rupiah per bulan. Namun, kondisi sekolah menjumpai tantangan dalam hal pendapatan sehingga membuatnya harus ikhlas menerima gaji sebesar 200 ribu rupiah per bulan. Sebuah ironi yang tak kunjung padam di dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, mari kita coba bandingan gaji hakim dan guru honorer ini. Di antara keduanya, manakah yang seharusnya terlebih dahulu dipedulikan oleh pemerintah? Saya yakin siapapun yang memiliki akal sehat akan mengatakan bahwa guru honorer lah yang mestinya didahulukan untuk mendapatkan kenaikan gaji. Kesejahteraan guru honorer lebih diutamakan.
Semakin ke sini, saya semakin heran. Berita miris gaji guru honorer ini memang bukan hal baru, dari dulu sudah ada yang seperti itu, dan pun dari dulu hingga sekarang banyak pihak yang berjuang agar pemerintah memperhatikan nasib guru honorer di Indonesia. Sayangnya, perjuangan banyak pihak seperti tak mampu menembus telinga para pejawat di negeri ini. Saya bisa merasakan guru honorer se-Indonesia dan pihak-pihak yang memperjuangkan nasib kesejahteraan mereka sangat amat kecewa karena tidak didengarkan. Dan sikap Pak Prabowo yang demikian kepada tuntutan para hakim se-Indonesia justru membuat guru honorer semakin kecewa berkali-kali lipat. Oleh karena itu, saya pun sejalan dengan netizen Indonesia bahwa guru honorer jauh lebih layak untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi saya terangkan, saya paham betul bahwa setiap pekerja sangat dipersilakan untuk memperjuangkan haknya dalam hal kenaikan gaji. Saya menghormati itu dan saya yakin siapapun, tidak terkecuali para atasan dan pemimpin, juga menjunjung tinggi hak tersebut. Namun, yang saya sayangkan adalah jikalau memang para hakim ini mengharapkan kenaikan gaji, maka lakukanlah dengan cara yang sesuai dengan kualitas level dirinya. Artinya, tidak perlu mengumbar alasan yang kekanak-kanakan karena itu justru merendahkan dirinya sendiri. Kemudian, sebagai seorang kepala negara terpilih, Pak Prabowo seharusnya lebih bijaksana lagi dalam merespon tuntutan para hakim. Pernyataan apapun jika ia seorang pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap siapapun yang ada di bawahnya. Dan kali ini, beliau tidak menunjukkan sikap strategis. Ucapan beliau telah menyakiti banyak pihak, khususnya rakyat yang saat ini membutuhkan uluran tangan dari pemerintah.
ADVERTISEMENT