Konten dari Pengguna

Masyarakat Informasi pada Film Komedi

Shubuha Pilar Naredia
Sosiologi FISIP UNS Praktisi Mentari Sehat Indonesia
5 Desember 2023 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shubuha Pilar Naredia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Membahas film sebagai bentuk seni, tak bisa dipisahkan dari cara seorang pembuat fil menciptakan karyanya dan kemudian diterima oleh penonton sebagai peristiwa sosial dalam masyarakat. Secara sosiologis, kehidupan film sebagai sebuah karya seni di masyarakat juga dapat dikaji melalui melalui paradigma fakta sosial dengan memasukkan aspek-aspek sosiologi masyarakat informasi. Di penghujung akhir tahun 2023 ini terdapat sebuah film komedia yang tayang di bioskop Indonesia berjudul "Gampang Cuan". Film ini tayang mewarnai atmosfer perfilman tanah air sebagai film komedi yang merepresentasikan banyak pelajaran di dalamnya, maka menjadi menarik kiranya melihatnya dari sudut pandang sosiologi masyarakat informasi.
Poster Film Gampang Cuan, Foto: ANTARA/HO-Temata Studios
zoom-in-whitePerbesar
Poster Film Gampang Cuan, Foto: ANTARA/HO-Temata Studios
Film ini menceritakan kisah seorang bernama Sultan yang hanya lulusan SMA yang merantau ke Ibu Kota untuk bekerja menunjang kehidupan keluarganya di desa. Namun, nasibnya di kota justru tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan keluarganya. Sang adik yang bernama Bilqis pun menyusul Sultan yang telah dianggap sukses di Jakarta. Namun kenyataan yang dia dapat justru sebaliknya. Film Gampang Cuan (2023) ini cukup menarik karena mengangkat isu yang realitanya terjadi pada masyarakat, khususnya pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Selain itu, film ini juga menghadirkan literasi keuangan melalui trading saham yang saat ini marak diperbincangkan.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Keuangan Digital, Foto:Ekonomimikro.com
Film "Gampang Cuan" adalah film drama komedi 2023 yang disutradarai oleh Rahabi Mandra dan diproduksi oleh Temata Studios dan Adhya Pictures. Film ini menceritakan kisah Sultan, seorang anak laki-laki tertua dalam sebuah keluarga yang memiliki kesulitan keuangan, yang merantau ke Jakarta dari Sukabumi untuk mencari nafkah. Seperti yang telah diketahui, bahwa masih banyak orang-orang desa yang menganggap bahwa mencari peruntungan dengan mengadu nasib di Ibu Kota adalah jalan terbaik untuk mencapai kesuksesan. Kehidupan Sultan yang “tampak sukses” ini kemudian memotivasi adik perempuannya yang bernama Bilqis untuk turut mengikuti jejaknya. Namun, tidak mudah bagi Bilqis untuk mendapatkan izin dari ibunya untuk merantau ke Ibu Kota. Hal ini disebabkan karena citra buruk yang diterima masyarakat desa terhadap gadis perkotaan. Namun, Bilqis pada akhirnya menyadari bahwa kehidupan Sultan tidak sesempurna dengan yang ditampilkan dan kesuksesan Sultan hanyalah kebohongan belaka. Kemudian, ayah mereka yang meninggalkan hutang sejumlah 300 juta dengan jaminan rumah mereka di desa tersebut menjadi alasan bagi Bilqis untuk tetap bertahan di Jakarta bersama Sultan dan memilih untuk tidak mengungkapkan yang sebenarnya kepada ibu mereka. Jadi, saudara dan saudari ini bekerja sama mencari uang untuk melunasi hutang. Sultan mencoba semua pekerjaan yang mungkin, sementara Bilqis hampir jatuh menjadi terapi pijat plus-plus. Sampai akhirnya, Bilqis mengenal permainan saham dan tergiur untuk mempelajarinya karena menurutnya saham dapat menjadi jalan pintas untuk semua masalahnya. Akibatnya, mereka harus bekerja sama lebih keras untuk menemukan informasi tentang saham apa yang mungkin membuat keuntungan (insider trading). Namun, informasi tersebut sulit didapat. Mereka juga terus dicela oleh Aji, adik laki-lakinya yang bertekad untuk datang ke Jakarta dan selalu mencoba berbagai cara untuk mendapatkan uang kuliah, karena mereka menganggap dirinya khusus dan harapan bagi keluarga mereka. Dalam hal ini, Sultan dan Bilqis harus berusaha keras, mulai dari menjadi pengambil bola di lapangan golf, sampai menjadi putus asa dan memberi pil tidur ke seorang milyarder pada sebuah acara hanya untuk mengetahui saham mana yang akan menabrak bulan berikutnya. Dengan menggunakan informasi yang mereka curi dan modal yang mereka pinjam, mereka bertekad untuk memasuki pasar saham.
Ilustrasi Pasar Saham, Foto: shutterstock
Film “Gampang Cuan” (2023) memperlihatkan lika-liku sandwich generation yang terus bertahan di Ibu Kota dengan mencari berbagai celah keberuntungan, demi menghidupi keluarga mereka. Film Gampang Cuan (2023) ini cukup menarik karena mengangkat isu yang realitanya terjadi pada masyarakat, khususnya pada masyarakat kelas menengah ke bawah, sekaligus memberikan contoh nyata mengenai masuknya babak baru peradaban manusia, yaitu era masyarakat informasi, di mana informasi kini telah berubah menjadi komoditi yang memiliki nilai jual. Hal ini tercermin dari adanya saham yang diperlihatkan sebagai komoditas yan diperdagangkan di pasar keuangan. Dari sudut pandang teori kesenjangan digital, film ini mengungkapkan perbedaan pemahaman tentang trading saham antara Sultan dan Bilqis dengan masyarakat yang lebih teredukasi secara finansial. Sementara itu, penggunaan teori masyarakat informasi oleh Frank Webster dan Richard Florida membantu memahami dinamika dalam film, seperti bagaimana saham menjadi komoditas yang diperdagangkan di pasar dan bagaimana karakter-karakter film tergolong dalam kelompok-kelompok masyarakat informasi. Frank Webster melihat di dalam masyarakat informasi, informasi menjadi sebuah komoditi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan zaman yang telah memasuki babak baru perkembangan era peradaban manusia, di mana manusia sudah tidak bergantung lagi pada industri manufaktur, melainkan pada informasi.
Ilustrasi Masyarakat Informasi, Foto: shutterstock
Era masyarakat informasi menekankan adanya perubahan nilai pandang terhadap informasi sebagai sebuah komoditi yang memiliki nilai jual. Dalam film “Gampang Cuan”, saham menjadi komoditas yang diperdagangkan di pasar keuangan. Saham adalah surat berharga yang mewakili kepemilikan sebagian dari suatu perusahaan, sedangkan komoditas adalah barang yang diperdagangkan di pasar seperti emas, minyak, atau gandum. Saham dapat menjadi komoditi dalam ekonomi, ketika mereka diperdagangkan di bursa komoditas sebagai kontrak berjangka, yang memungkinkan investor untuk membeli atau menjual saham di masa depan dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini kemudian dapat memicu timbulnya monopoli akses informasi terhadap seseorang maupun sekelompok yang sifatnya eksklusif. Tercermin dalam film “Gampang Cuan” yang memperlihatkan bahwa hanya orang-orang kaya, eksklusif, dan kalangan elit yang dapat menguasai akses informasi mengenai tren pasar saham. Lebih lanjut, menurut Florida, masyarakat informasi adalah masyarakat yang berbasis pada kreativitas, inovasi, dan pengetahuan. Ia berpendapat bahwa masyarakat informasi memiliki tiga kelompok utama, yaitu kelompok kreatif, kelompok profesional, dan kelompok pekerja. Kelompok kreatif terdiri dari orang-orang yang bekerja di bidang seni, musik, dan desain. Kelompok profesional terdiri dari orang-orang yang bekerja di bidang hukum, keuangan, dan manajemen. Kelompok pekerja terdiri dari orang-orang yang bekerja di bidang produksi, distribusi, dan konsumsi. Dalam film “Gampang Cuan” dapat dilihat bagaimana kelompok profesional di lingkup kalangan atas terbentuk, seperti karakter Evan yang merambah dunia trading saham, contoh karakter ini masuk dalam kelompok profesional. Sementara itu, karakter seperti Sultan dan Bilqis merupakan kelompok pekerja. Sebagai penutup, melihat dari uraian pemikiran tersebut maka dapat dikatakan bahwa film ini menawarkan sudut pandang yang relevan dalam menggambarkan tantangan dan kompleksitas kehidupan di era digital yang penuh dengan ketidakpastian ekonomi.
ADVERTISEMENT