Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Review Film: Edisi Buya Hamka, Bagian I (2023)
26 Mei 2023 15:25 WIB
Tulisan dari Muhammad Sidiq Alfatoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Buya Hamka, nama yang sudah seringkali muncul karena karya-karyanya yang begitu fenomenal, baik dalam lingkup skala nasional maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya sekedar sastrawan yang sangat ulung pada bidangnya, tokoh yang memiliki nama asli Abdul Karim Malik Amrullah merupakan seorang ulama sekaligus pahlawan nasional yang memiliki rasa nasionalisme kokoh terhadap tanah air.
Beliau juga berkiprah sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Serta aktif dalam terjun dalam bidang perpolitikan melalui Masyumi.
Begitulah kalimat pengantar mengenai tokoh yang akan kita bahas pada artikel kali ini. Falcon Pictures kembali menghadirkan film yang tentunya akan membuat para penontonnya tak sabar ingin segera menyaksikan film tersebut.
Berangkat dari sejarah perjuangan tokoh nasional yang begitu fenomenal nama serta karyanya, film berjudul “Buya Hamka” ini akan tayang di bioskop seluruh Indonesia pada tanggal, 19 April 2023. Film ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Pada setiap volumenya akan menceritakan bagian-bagian yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal, 20 April 2023 lalu. Penulis yang penasaran akan “euforia” film tersebut segera memesan tiket untuk menontonnya di bioskop. Artikel ini merupakan review dari film Buya Hamka, yang apabila kalian belum menonton filmnya maka akan banyak “spoiler” terkait dengan film tersebut.
Film Buya Hamka yang disutradarai oleh Fajar Bustomi dan diperankan oleh Vino G. Bastian bersama dengan Laudya Cynthia Bella ini, berhasil menarik perhatian banyak kalangan. Mulai dari kalangan artis tanah air, generasi muda, hingga Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin juga turut menyaksikan film tersebut.
Dengan durasi film 7 jam yang dalam penayangannya akan dibagi menjadi 3 bagian. Ketiga bagian tersebut akan memiliki latar dan tema masing-masing, sesuai dengan alur ceritanya. Dimulai dari kehidupan masa kecil Buya Hamka di Sumatera Barat hingga saat dirinya mengenyam pendidikan ke Mesir.
ADVERTISEMENT
Pada bagian film yang terpisah, juga ditampilkan beberapa tokoh nasional bangsa lainnya. salah satunya ialah Haji Oemar Said Tjokroaminoto yang diperankan oleh Reza Rahadian. Suksesnya film ini terlihat pula dari tingginya antusias para penonton.
Hal ini terbukti dengan pencapaian satu juta penonton dalam waktu dua minggu setelah penayangan film tersebut
Film ini menyoroti bagaimana caranya sang tokoh dalam menyampaikan dakwahnya pada tiap-tiap daerah yang disinggahinya selama dalam perjalannya. Dakwah yang dituturkan dengan bahasa yang santun, lemah lembut, akan tetapi ada ketegasan berapi-api didalamnya.
Hingga sampai usia senja pun, beliau masih menjadi tokoh yang disegani. Selain itu, film ini juga memperlihatkan sisi humanis dan perjuangan sang ulama dalam pencapaian hidupnya.
ADVERTISEMENT
Gejolak Perjuangan
Dalam perjuangannya Hamka seringkali dihadapkan oleh berbagai macam tantangan yang datang menemuinya. Hal ini terlihat ketika hamka muda menjadi pengelola utama (Pemimpin Redaksi) pada tempat penerbitan majalah keagamaan kala itu yang dikenal dengan nama “Pedoman Masyarakat” yang berada di Medan.
Majalah Pedoman Masyarakat pada masanya merupakan salah satu surat kabar dengan oplah tertinggi hingga 4.000 eksemplar. Majalah ini didesain sebagai media untuk berdakwah dan kebudayaan islam.
Buya Hamka dan Pedoman Masyarakat adalah dua hal yang saling berkaitan. Melalui majalah ini, Buya Hamka mengeluarkan pemikiran hebat yang sangat digemari oleh para intelek di seluruh Nusantara. Beberapa karya yang begitu terkenalnya antara lain, Tasawuf Modern dan Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.
ADVERTISEMENT
Majalah Pedoman Masyarakat memiliki peranan penting dalam mencerdaskan anak bangsa dan menumbuhkan kobaran jiwa-jiwa semangat perjuangan seluruh rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan.
Ketika Jepang mulai memasuki dan menjajah Indonesia, penerbitan majalah Pedoman Masyarakat mulai terhambat. Tulisan-tulisan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa yang tertuang pada majalah tersebut membuat geram jepang dan tak jarang mereka memaksa masuk secara tiba-tiba untuk memberikan “ultimatum” kepada Hamka untuk jangan lagi menerbitkan majalah yang berisi pembangkangan terhadap Jepang.
Pada film juga diperlihatkan adegan penyitaan mesin ketik oleh tentara Jepang dengan tujuan supaya Pedoman Masyarakat berhenti melakukan pergerakan perjuangan.
Buya Hamka yang sudah berkali-kali diperingatkan oleh Jepang, tidak sedikit pun berhenti untuk tetap menyebarkan gagasan-gagasan hebatnya sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Antara Soekarno dan Buya Hamka
Hubungan ini bermula di Yogyakarta pada Januari 1941 saat selesainya Muktamar Muhammadiyah Ke-30. Kala itu Indonesia belum merdeka dan Soekarno menjadi Presiden Indonesia yang pertama.
Hubungan keduanya menjadi kian akrab saat Soekarno diasingkan ke Bengkulu. Hamka bersama H. Abdul Karim (Oei Tjing Hin), Konsul Muhammadiyah Bengkulu, yakni seorang tokoh Cina Muslim datang untuk menjenguk Soekarno dalam pengasingan. Sekitar dua jam pertemuan itu berlangsung Soekarno dan Hamka menjadi akrab.
Soekarno yang mengagumi sahabatnya itu, meminta Hamka untuk memberikan wejangan tentang rahasia Isra dan Mi’raj di Istana Negara pada peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Kemudian berulang kali Hamka diminta oleh Soekarno untuk mengimami shalat saat acara-acara besar, seperti Salat idul Fitri pada tahun 1951 yang digelar di Lapangan Banteng. Sejak muda, Hamka sudah banyak mendengar sepak-terjang Bung Karno dalam Pergerakan Kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Seringkali pada majalah Pedoman Masyarakatnya itu menampilkan ketokohan Soekarno dan kalangan nasionalis pergerakan. Namun seiring berjalannya waktu, karena perbedaan sikap politik, mereka kian berjarak.
Terlebih lagi ketika Hamka bergabung dengan Masyumi dan menjadi anggota Konstituante. Hamka terlibat dalam perdebat-perdebatan keras di kosntituante, terutama mengenai dasar filosofis negara.
Walaupun banyaknya perbedaan pandangan mengenai bangsa ini terjadi diantara keduanya. Baik Soekarno maupun Buya Hamka, keduanya memiliki cita-cita kemerdekaan yang sama. Keduanya juga saling mengagumi satu sama lain.
Hingga akhir hayatnya, sebelum Bung Karno menghembuskan nafas terakhirnya, ia meminta sahabat baiknya yakni Buya Hamka untuk menjadi imam ketika menshalatkan jenazahnya kelak.
Romansa Buya Hamka
Hamka adalah seorang tokoh Muhammadiyah yang lengkap. Ia bukan hanya ulama besar tetapi juga pujangga dan intelektual besar. Pemikiran Hamka ikut mewarnai pergumulan intelektualisme pada lingkungan Muhammadiyah dan Nasional.
ADVERTISEMENT
Hamka merupakan tokoh Muhammadiyah yang jangkauan pertemanannya yang luas dan bersahabat dengan para pemuka NU, sehingga menjadi jembatan yang menghubungkan semua golongan.
Tak hanya dalam bidang pergerakan kemerdekaan saja, hal yang sangat diperlihatkan pada film Buya Hamka ini adalah penggambaran kesetiaan sang istri. Siti Raham yang diperankan oleh Laudya Cynthia Bella, yang selalu terlihat berada di sisi Buya Hamka.
Bahkan ketika Hamka tengah sibuk mengetik di ruangannya, sang istri selalu membawakan secangkir kopi untuk suaminya itu. Tatkala sesekali Siti Raham berhenti sejenak untuk memandangi suaminya. Ketika keadaan keluarga sedang tidak baik-baik saja yakni dengan meninggalnya anak Buya Hamka, Siti Raham tetap teguh dan tabah menerima dengan lapang dada kepergian putranya itu.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Hamka yang pada saat kejadian duka itu terjadi, dia justru berada di daerah yang berbeda dengan keluarganya. Sebab profesionalitasnya sebagai Pemimpin Redaksi, harus tetap bertahan di tempat dalam segala apapun kondisi.
Tak jarang ucapan romantis yang diucapkan oleh Hamka kepada Siti Raham juga diperlihatkan pada film yang bisa membuat para penontonnya ikut tersipu malu ketika mendengarnya. Begitulah gambaran romantisme pasangan hebat ini yang diperlihatkan pada film Buya Hamka ini.
Dari mulai ilmu agama, nasionalisme yang berapi-api serta, kejeniusan dan romansa Buya Hamka terhadap istrinya tercinta itu, menjadi penggambaran karakter yang mendalam tentang tokoh-tokoh bangsa sehingga berbagai macam respon dan ekspresi dari para penontonnya yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata.
ADVERTISEMENT
Tidak lupa juga terdapat beraneka macam pelajaran yang dapat kita maknai dan resapi, untuk lebih semangat dalam menjalani kehidupan ini.
Terakhir penulis mengutip sebuah ungkapan yang memiliki makna yang amat mendalam oleh Buya Hamka:
“Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.”
Lihat Selengkapnya: Official Trailer 'Buya Hamka' di Channel Youtube Falcon Pictures https://youtu.be/fAQnkdaGisM