Konten dari Pengguna

Dari Dawet, Burung Hantu, dan Sebuah Pertanyaan tentang Niat

Sigid Mulyadi
Praktisi Pemerintahan - Alumnus UPN Veteran - Disclamer: Tulisan tidak mewakili pandangan dari organisasi
2 Mei 2025 16:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Libur Lebaran tempo hari bukan cuma soal bersilaturahmi atau melepas rindu dengan keluarga. Bagi saya dan keluarga, ada satu kegiatan yang tak pernah absen: kulineran. Kali itu, kami memutuskan untuk menjelajah ke kota sebelah. Ada dua incaran utama: dawet dan sate ayam. Dua kuliner yang membuat daerah itu cukup tersohor.
ADVERTISEMENT
Tentu, agar perjalanan ini tidak sekadar urusan perut, kami padukan dengan agenda silaturahmi. Kami mampir ke rumah kerabat yang memang berada di jalur perjalanan. Alhamdulillah, bisa bertemu dan bertegur sapa. Piknik yang sekaligus bernilai ibadah.
Usai silaturahmi, kami meluncur ke pusat kuliner dawet. Tiba di lokasi, jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang lewat. Warung dawet bertebaran. Kami memilih salah satu secara acak—berdasarkan intuisi. Meski ada tempat yang viral, kami memilih menghindari antrean panjang. Lagipula, kami sudah pernah mencicipinya.
Warung pilihan kami berada di dekat perempatan lampu merah. Parkiran penuh. Tapi ketika kami masuk, suasana cukup lengang. Kami langsung memesan. Tak lama, semangkuk dawet disajikan. Menariknya, di dalamnya bukan hanya tape ketan, tapi juga ada gempol—buliran kenyal khas Jawa yang memberi sensasi tersendiri. Saya bahkan mengambil tambahan tape ketan untuk dicampurkan. Hasilnya? Segar, manis, dan nikmat!
ADVERTISEMENT
Waktu menunjukkan menjelang salat Jumat. Kami bergegas mencari masjid. Kami sepakat menunaikan salat Jumat di kompleks salah satu pondok pesantren modern terkenal yang tak jauh dari lokasi. Saya masih ingat, dulu pernah mengantar bapak mertua silaturahmi ke kyai pengasuh pondok ini. Pondok ini khusus untuk santri remaja laki-laki. Sementara pondok khusus santri putri—yang juga pernah saya kunjungi—terletak di daerah perbatasan provinsi.
Pesantren ini punya reputasi bagus. Banyak alumninya yang jadi tokoh penting. Bahkan saya menduga, trilogi novel Negeri 5 Menara terinspirasi dari kehidupan di pondok ini. Penulisnya sendiri pernah memberikan pelatihan menulis yang sempat saya ikuti. Ilmunya saya bawa hingga sekarang.
Saya tiba tepat setelah azan pertama. Masjidnya megah, dengan menara tinggi menjulang. Setelah wudhu, saya naik ke lantai dua. Ruangan penuh oleh para santri. Setelah salat sunnah, saya duduk dan menyimak khutbah Jumat yang seluruhnya disampaikan dalam bahasa Arab.
ADVERTISEMENT
Di tengah khutbah, mata saya tertuju pada bagian atas masjid. Tepatnya pada kubah. Di sana saya melihat seekor burung. Saya perhatikan seksama. Bentuk tubuh, mata besar, dan posisi diamnya… sepertinya burung hantu.
Karena masih khutbah, saya tak mungkin bertanya. Tapi rasa penasaran itu terus mengusik. Usai salat, saya bertanya pada santri di samping saya, sambil menunjuk ke arah kubah.
“Itu burung hantu, ya?”
“Iya, banyak di sini. Di menara juga ada,” jawabnya santai.
Ilustrasi dibuat dengan ChatGPT
Mendengar itu, imajinasi saya langsung melayang. Mungkin Anda juga membayangkan hal yang sama. Ya—Harry Potter. Burung hantu, menara, anak-anak muda yang belajar ilmu, suasana asrama, bahasa asing. Seolah dunia fiksi dan dunia pesantren bersinggungan dalam imaji yang menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Sebelum wirid selesai, saya turun dari masjid. Di halaman depan, ada sebuah bangunan dengan tulisan besar terpampang di depannya. Bukan nama gedung. Tapi sebuah pertanyaan:
"Apa yang kau cari di sini?"
Pertanyaan sederhana, tapi menggetarkan hati. Seolah mengajak siapa pun yang membacanya untuk kembali merenung, meluruskan niat, menyadari tujuan.
Saya pikir, pertanyaan itu bukan hanya untuk para santri. Tapi juga relevan untuk siapa pun. Termasuk para abdi negara, yang ditempatkan di berbagai daerah.
"Wahai para abdi negara, ke ... (sebutkan nama daerah atau institusi), apa yang kau cari?"