Konten dari Pengguna

Utang Konsumsi dan Krisis 2008: Belajar dari Gaya Hidup ala Amerika Serikat

Silva NF Lestari
Senior Officer at Fiscal Policy Agency, MoF of Indonesia. An Alumnae of Development Economics, Economics Faculty, Universitas Terbuka and State Treasury, PKN STAN An Economics Enthusiast Mom
29 November 2022 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Silva NF Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Krisis dan Resesi Ekonomi (Image by rawpixel.com on Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Krisis dan Resesi Ekonomi (Image by rawpixel.com on Freepik)
ADVERTISEMENT
Menjelang akhir tahun 2022, masyarakat diterpa berbagai berita tentang kekhawatiran dunia akan adanya resesi global. Secara garis besar, resesi dimaknai sebagai penurunan aktivitas ekonomi pada dua kuartal berturut-turut. Apakah semua negara di dunia akan mengalami resesi di tahun 2023? Nampaknya tidak semua negara akan terdampak resesi global tahun 2023, dan kabar baiknya, Indonesia menjadi salah satu negara yang diprediksi akan relatif stabil terhadap terpaan resesi. Kondisi ini merupakan kondisi yang mirip dengan yang dialami Indonesia saat dunia dihadapkan dengan krisis global tahun 2008. Ya, Indonesia menjadi salah satu negara yang cukup tangguh dalam melalui krisis pada masa tersebut.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang krisis tahun 2008, ada hal yang sangat menarik ketika kita mencoba menyelidiki apa penyebab adanya kehancuran ekonomi pada saat itu. Menjelang krisis global tahun 2008, kehidupan negara-negara yang terdampak, terutama Amerika Serikat, relatif tenteram dalam artian tidak ada perang besar yang mengorbankan banyak warga negaranya. Pada tahun-tahun tersebut juga tidak ada pandemi yang menyebabkan terhentinya aktivitas ekonomi sebagaimana yang telah kita alami dari tahun 2019 hingga saat ini. Krisis global 2008 bisa dikatakan merupakan buah dari gaya hidup masyarakat Amerika Serikat yang telah mengakar bertahun-tahun dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Gaya Hidup Ala Amerika Serikat Ditopang oleh Utang
Merujuk buku The Psychology of Money oleh Morgan Housel, ekonomi Amerika Serikat pasca Perang Dunia ke-II dibentuk oleh utang konsumsi. Dibalik kemenangan Sekutu pada Perang Dunia ke-II, ada kekhawatiran dari pemerintah Amerika Serikat bahwa para veteran perang yang pulang akan menjadi pengangguran. Meningkatnya pengangguran berarti membuka risiko adanya resesi karena banyak warga negara tidak akan mampu untuk berbelanja produk yang diproduksi oleh berbagai perusahaan di Amerika Serikat pada saat itu. Cara yang diambil pemerintah adalah dengan memberikan kemudahan bagi warga negaranya untuk mengambil kredit sehingga mereka mampu menjangkau berbagai produk sebagaimana mimpi mereka.
ADVERTISEMENT
Pemberian kemudahan berutang untuk maksud konsumsi tersebut, rupanya membawa angin segar bagi produktivitas ekonomi Amerika Serikat. Utang konsumsi menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Inovasi produk keuangan yang bermaksud memberikan utang konsumsi juga semakin beragam. Menyadur dari portal berita CNBC, total utang konsumsi masyarakat Amerika Serikat mencapai USD15,6 triliun pada tahun 2021.
Akar Masalah Krisis Global 2008
Mark Zandi dalam bukunya yang berjudul Financial Shock menyatakan bahwa hal paling dasar yang menyebabkan Amerika Serikat jatuh ke jurang krisis 2008 adalah anggapan bahwa kesuksesan individu Amerika Serikat dilihat dari status kepemilikan rumah dan kualitas hunian yang dimiliki. Obsesi setiap individu Amerika Serikat untuk memiliki rumah tidak hanya mendorong semakin berkembangnya usaha properti di negara tersebut namun juga mengundang banyak spekulan yang berharap profit dari bisnis properti. Harga properti di Amerika Serikat menjadi melonjak disebabkan tingginya permintaan dari pihak yang benar-benar membutuhkan hunian ditambah dengan para spekulan (housing boom).
ADVERTISEMENT
Krisis 2008 juga dikenal sebagai krisis subprime. Subprime adalah masyarakat yang memiliki historis kredit yang buruk, misalnya pembayaran cicilan yang tertunda, atau bahkan secara laporan keuangan dinilai tidak mampu untuk melunasi utang. Namun demikian, atas nama mempertahankan produktivitas sektor properti, masyarakat subprime ini masih dapat memperoleh kredit untuk kepemilikan hunian. Perusahaan sektor keuangan bahkan berinovasi dengan menerbitkan produk keuangan derivatif bernama Collateralized Debt Obligation (CDO).
Jika proses kredit tradisional diberikan oleh kreditur, misalnya bank, langsung kepada debitur, CDO memungkinkan debitur menerima pasokan dana tidak hanya dari kreditur utama namun juga dari investor. CDO tidak hanya terdiri dari seorang debitur saja namun kumpulan dari beberapa debitur dengan kelas kemampuan bayar yang beragam. CDO dijual kepada investor dan uang investasi inilah yang nantinya akan dipinjamkan kepada para debitur. Agar menarik bagi investor, perusahaan pemeringkat memberikan CDO rating yang bagus meski didalam produk tersebut terselip beberapa utang yang bersifat subprime.
ADVERTISEMENT
Sesaat Menuju Kehancuran
Kemampuan membeli rumah warga negara Amerika Serikat nampaknya tidak mampu mengimbangi lonjakan harga properti, meskipun telah dibantu berbagai instrumen keuangan yang memudahkan pemberian kredit. Langkah lanjutan yang diambil adalah dengan metode Adjustable Rate Mortage Loans (ARMs).
Gambaran metode ARMs ini dapat menjadi pelajaran berharga dan tanda bahaya untuk menilai apakah suatu sektor ekonomi akan mengalami bubble burst atau crash. Meskipun perlu banyak indikator lain untuk menentukan kondisi ekonomi di masa yang akan datang. ARMs memungkinkan peminjam untuk memperoleh kredit dengan beberapa keringanan di periode-periode awal. Keringanan tersebut dapat berupa rendahnya pembayaran down payment, tingkat suku bunga yang rendah untuk beberapa tahun pertama, atau suku bunga tetap di beberapa tahun pertama. Namun demikian, yang perlu dicermati bahwa pembayaran cicilan akan berjalan sebagaimana suku bunga pasar apabila masa teaser tersebut berakhir. Sayangnya, banyak dari peminjam tidak menyadari bahwa suatu saat cicilan kepemilikan rumah mereka akan membengkak.
ADVERTISEMENT
Banyaknya pihak yang terlibat dalam euforia housing boom, termasuk pasar finansial menyebabkan pecahnya gelembung lonjakan harga properti di Amerika Serikat memiliki dampak kehancuran yang masif terhadap perekenomian Amerika Serikat bahkan global. Puncaknya, perusahaan investasi besar seperti Lehman Brothers mengalami kebangkrutan.
Apa yang Bisa Kita Ambil
Sebagaimana yang telah dijabarkan bahwa krisis 2008 adalah buah dari gaya hidup masyarakat Amerika Serikat dibiayai dari kredit konsumsi. Beberapa pakar ekonomi sepakat bahwa kredit memang dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi karena memungkin masyarakat untuk membeli barang dan jasa yang tidak dapat dijangkau dengan pendapatan riilnya. Namun ternyata, penggunaan kredit tanpa pengaturan justru dapat berdampak pada kesehatan finansial tidak hanya secara mikro namun juga secara makro.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia sebaiknya mulai waspada dengan penggunaan kredit konsumsi yang kian lama kian mudah. Bagaimana tidak, sekarang masyarakat Indonesia dapat membeli barang dan jasa dengan mudah menggunakan fasilitas paylater. Tidak hanya kemudahan dalam penggunaan, cara pendaftaran pun sangat mudah. Tidak hanya paylater dan kartu kredit, media sosial dan aplikasi gratis di ponsel dibombardir dengan iklan pinjaman online. Pilihan untuk menikmati kemudahan penggunaan sepenuhnya adalah hak setiap individu, namun sudah seharusnya dalam memilih seorang individu sadar atas risiko yang menyertai.
Referensi
1. “Consumer debt totals $15.6 trillion in 2021, a record-breaking increase” yang diakses di https://www.cnbc.com/2022/02/08/consumer-debt-totals-15point6-trillion-after-a-record-breaking-increase-in-2021.html
2. “The Psychology of Money” oleh Morgan Housel
3. “Financial Shock” oleh Mark Zandi
ADVERTISEMENT