Kasus Impor Beras Bukti Kebijakan Satu Data Pemerintah Belum Optimal

Tesa Sindy Prameswari Putri
Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ekonomi Pembangunan
Konten dari Pengguna
5 Januari 2023 15:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tesa Sindy Prameswari Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/padi-telinga-beras-sereal-587593/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/padi-telinga-beras-sereal-587593/
ADVERTISEMENT
Masih adanya impor beras kembali menjadi sorotan publik, publik mempertanyakan mengenai akurasi data pemerintah khususnya terkait stok beras nasional. Seharusnya Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kepada publik mengenai peran pentingnya dalam menghimpun data. Karena keberadaan data merupakan salah satu sumber dari pemerintah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan yang lebih tepat.
ADVERTISEMENT
Apalagi, baru-baru ini Indonesia secara resmi meluncurkan Kebijakan Satu Data. Kebijakan Satu Data ini adalah salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam mengelola data pemerintahan untuk menyajikan data yang akurat, metakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebijakan Satu Data ini juga bertujuan agar publik dapat dengan mudah mengakses data penting dari 1 lembaga yakni Badan Pusat Statistik (BPS).
Beberapa waktu yang lalu, tepat pada penghujung tahun 2022. Sempat diberitakan bahwa pemerintah kembali memutuskan untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton. Ini dilakukan pemerintah dengan alasan untuk memenuhi stok cadangan pemerintah yang menargetkan pada akhir tahun 2022 yang lalu sebanyak 1,2 juta ton beras.
Kebijakan mengenai penyediaan beras nasional merupakan kebijakan yang sangat sensitif baik secara ekonomi maupun politik. Apalagi akhir-akhir ini terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrim. Ini akan menjadikan sebuah perhatian publik. Ditambah lagi konflik Rusia dan Ukraina masih terus berlanjut yang menyebabkan krisis energi dan pangan. Sehingga mendorong harga pupuk dan pangan internasional terus melambung.
ADVERTISEMENT
Jika kita bicara soal impor beras, kebijakan ini memang tidak terjadi kali ini saja. Kebijakan ini sering terjadi dan dianggap kurang tepat. Apalagi kebijakan keluar disaat stok nasional dinyatakan aman dan pada saat masuk masa panen petani lokal.
Para pemangku kebijakan berdalih bahwa kebijakan itu diambil untuk memenuhi stok beras nasional kedepannya. Namun, dalam pandangan saya bahwa pemerintah seharusnya berhati-hati dalam urusan ini. Karena jika pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras saat masa panen petani lokal. Nantinya akan mengakibatkan stok beras nasional terlalu banyak dan mendorong harga beras nasional akan turun karena kelebihan kuantitas.
Pada akhirnya, petani lokal yang akan merasakan dampaknya. Mereka bisa rugi karena harga beras tidak sesuai harapan dari para petani. Apalagi biaya yang dikeluarkan semakin membengkak dengan naiknya pupuk dan kebutuhan petani lainnya.
ADVERTISEMENT
Inilah yang harus diperhatikan pemerintah dalam penyediaan data yang akurat dan terintegrasi. Pemerintah harus benar-benar mengoptimalkan Kebijakan Satu Data ini. Badan Pusat Statistik sebagai lembaga pemerintah dalam urusan penyediaan data. Harus menyajikan data yang akurat dan terbaru setiap saat. Sehingga nantinya akan menjadi data penting yang akan mendasari akan dilanjutkan atau tidaknya kebijakan impor beras ini.
Disisi lain, pemerintah juga harus menggunakan kewenangannya dengan baik. Kepentingan petani dan masyarakat harus diutamakan. Sehingga mengetahui kapan harus melakukan impor dan tidak yang bisa saja menghadirkan dampak buruk bagi petani lokal ataupun masyarakat.