Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
5 Teori Pengepungan di Bukit Duri yang Menarik untuk Diulik
24 April 2025 15:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sinema Update tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Teori Pengepungan di Bukit Duri menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan penonton dan pengamat film karena menyimpan banyak lapisan makna dan simbol tersembunyi dalam film.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari situs rri.co.id, film yang ditulis dan disutradarai oleh Joko Anwar ini mengangkat kekerasan di kalangan remaja dengan latar Indonesia pada tahun 2027 yang sedang mengalami kekacauan.
Teori Pengepungan di Bukit Duri
Teori Pengepungan di Bukit Duri muncul dari kejelian para penonton yang mencermati setiap detail visual dan naratif dalam film ini. Berikut adalah berbagai teori dari film Pengepungan di Bukit Duri.
1. Bukit Duri sebagai Cermin dari Jakarta Pascareformasi
Lokasi fiktif Bukit Duri diduga merupakan alegori dari Jakarta yang gagal pulih dari trauma reformasi 1998. Sekolah bekas penjara, lorong sempit penuh grafiti, dan suasana kekacauan merepresentasikan kota yang rusak secara struktural dan emosional.
Ini adalah simbol dari ketidakmampuan sistem sosial politik untuk menyembuhkan luka sejarah.
2. Godam sebagai Petunjuk ke Jagat Bumilangit
Dalam sebuah adegan, Edwin remaja menggambar superhero yang mirip Godam, pahlawan dari Jagat Sinema Bumilangit.
ADVERTISEMENT
Ini bukan sekadar nostalgia, melainkan petunjuk bahwa Pengepungan di Bukit Duri mungkin menjadi ‘jembatan dunia’ antara film-film realistik Joko Anwar dan dunia superheronya seperti Gundalan dan Virgo.
Beberapa penggemar bahkan menyebut film ini bisa menjadi origin story dalam semesta yang lebih besar.
3. Edwin adalah Representasi Guru-Guru Minoritas yang Terpinggirkan
Teori Pengepungan di Bukit Duri lainnya adalah Edwin sebagai guru keturunan Tionghoa menjadi simbol dan identitas minoritas yang sering menjadi sasaran kebencian sistemik.
Perjuangannya bukan hanya bertahan hidup tetapi juga mempertahankan eksistensi dan nilai kemanusiaan. Teori ini menyoroti betapa sektor pendidikan dapat menjadi arena kekerasan laten apabila sistem gagal menjamin keadilan dan perlindungan.
4. Panca sebagai Alegori Pancasila
Karakter bernama Panca diyakini tidak hanya sekadar tokoh biasa. Dia dianggap representasi dari 5 sila Pancasila yang ‘terluka’ dalam konflik sosial. Awalnya Panca tidak dapat membantu karena ‘terhalang’, merefleksikan nilai Pancasila yang sering diabaikan.
ADVERTISEMENT
Saat Panca akhirnya bertindak menyelamatkan orang-orang, itu dianggap sebagai simbol kebangkitan kembali nilai-nilai luhur bangsa.
5. Hubungan Tersembunyi dengan Pengabdi Setan 2
Beberapa penggemar mencatat kesamaan dengan tanggal 17 April dalam Pengepungan di Bukit Duri (rilis 17 April 2025) dan Pengabdi Setan 2 (berlatar 17 APril 1955).
Teori ini menyebut ada benang merah spiritual atau tematik antara kedua film, yaitu soal pertobatan dan kehancuran moral. Penafsiran ini dikuatkan dengan kutipan ayat An-Nisa 4:17 tentang taubat dan Matius 4:17 yang menyerukan pertobatan.
Penonton menduga Joko Anwar sedang menciptakan semesta naratif lintas genre yang saling terhubung.
Teori Pengepungan di Bukit Duri tidak hanya menjadi ajang spekulasi tetapi juga memperkuat daya tarik film sebagai karya yang mengundang diskusi intelektual. (Mey)
ADVERTISEMENT