Nilai Feminisme dalam Novel Klasik Little Women

Sintia Viana
Saya adalah mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Lampung. Saya tertarik dengan Bahasa Inggris, sejarah, dan feminis. Saya juga suka menonton film dan menulis puisi.
Konten dari Pengguna
3 Maret 2024 16:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sintia Viana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Little Women merupakan novel english classic yang ditulis oleh Louisa May Alcott, pengarang asal Amerika. Little Women pertama kali diterbitkan pada tahun 1868 dan jilid keduanya pada tahun 1869. Dalam karyanya, Louisa menampilkan empat karakter tokoh perempuan yang dimaksud sebagai little women tersebut. Mereka adalah keluarga kecil March yang terdiri dari Meg, Jo, Beth, dan Amy. Masing-masing tokoh memiliki karakter yang kuat digambarkan dalam novel ini.
ADVERTISEMENT
Little Women merupakan novel yang berlatarbelakang Perang Saudara (Civil War). Novel ini menceritakan mengenai kehidupan Keluarga March yang mengambil tema keluarga, cinta, dan rumah tangga. Meg merupakan karakter tertua dari Keluarga March, Meg digambarkan sebagai seorang yang bertanggungjawab terhadap keluarganya, termasuk adik-adiknya. Meg memiliki mimpi indah, hidup mewah bak Putri Raja. Karakter Jo merupakan karakter yang kuat dan ambisius, mimpinya untuk menjadi penulis terkenal sangat tinggi. Karakter selanjutnya adalah Beth, digambarkan sebagai anak pendiam yang mengekspresikan emosinya melalui piano. Dan terakhir adalah Amy yang merupakan anak termuda yang memiliki ambisi untuk menjadi pelukis dan pindah ke Prancis.
Empat karakter Little Women tersebut secara tidak langsung mempresentasikan peran perempuan pada masa itu, terutama Jo March sebagai karakter utama novel ini. Mereka memiliki mimpi dan ambisi kuat dalam mewujudkan mimpi mereka masing-masing. Namun pada masa tersebut, perempuan tidak diperbolehkan memiliki mimpi yang lebih tinggi dari laki-laki. Mereka dipaksa untuk mengakui bahwa derajat laki-laki lebih tinggi daripada perempuan atau disebut dengan budaya patriarki.
ADVERTISEMENT
Ketika gelombang feminisme di Amerika dimulai, tepatnya pada tahun 1848. Hal ini tentu menentang nilai patriarki yang sudah lama terbentuk di masyarakat. Melihat kesempatan tersebut, melalui Little Women, Louisa menuangkan pemikirannya mengenai feminisme dan nilainya. Louisa menegaskan melalui novel ini tentang tekad dan hak-hak perempuan. Bahwa perempuan berhak atas kesetaraan sehingga menciptakan versi baru "kodrat" perempuan.
Selain itu, novel ini secara tidak langsung muncul sebagai kritik terhadap Amerika saat itu. Kritik tersebut seperti perempuan memiliki hak untuk bebas (freedom), perempuan berhak atas pendidikan, bekerja di luar rumah, dan perempuan juga berhak dalam menentukan pilihannya. Banyaknya nilai yang dapat diambil dari novel ini menjadikan novel ini diangkat ke dalam beberapa film, salah satu yang terlaris adalah Little Women (2019) yang disutradarai oleh sutradara terkenal, Greta Gerwig.
Film Little Women 2019 yang disutradarai Greta Gerwig (Sumber: Kumparan Entertainment)
Novel ini dapat menjadi rekomendasi bacaan dengan tema yang mengangkat nilai feminisme. Banyak juga nilai keluarga dan cinta yang diceritakan dalam novel ini yang digambarkan oleh Keluarga March yang hangat. Melalui novel ini, kita juga dapat lebih sadar mengenai kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki.
ADVERTISEMENT