Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tradisi Perundungan di Ranah Pendidikan
28 September 2024 17:37 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Siskya Rahmat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 141 kasus perundungan yang sebagian besar 48% terdapat di ranah pendidikan pada bulan Maret 2024 lalu. Dari jumlah kasus tersebut, Aris mengatakan terdapat 46 kasus korban perundungan kehilangan nyawanya. Saat ini sekolah menjadi tempat yang rawan terjadinya perundungan (Darmayanti et al, 2019; Marasaoly & Umra, 2002; Prasetyo, 2011). Perundungan yang dilakukan di ranah sekolah dilakukan berkelompok. Hal tersebut menunjukan bukti bahwa pergaulan dan tradisi-tradisi tidak sehat marak terjadi di sekolah serta lolos dari pengawasan.
ADVERTISEMENT
Indonesia menjadi negara darurat bullying saat ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus perundungan diantaranya kasus bullying di Binus School Serpong yang melibatkan anak seorang artis terkenal. Korban mengalami dua kali perlakuan bullying yang mengakibatkan wajahnya bengkak, leher dan tulang iga sakit, nyeri di bagian perut, lengan sebelah kiri dan bagian belakang pundak terdapat banyak luka bekas sundutan rokok. Bahkan hasil pemeriksaan menyebutkan korban mengalami stress akut (Akbar, 2024; Rahmawati, 2024; Ramadhani, 2024). Tradisi perundungan di ruang lingkup pendidikan dilestarikan secara turun-temurun oleh para pelajar. Remaja sering kali terjebak dalam situasi ingin diperhatikan, diberi panggung untuk memperoleh pujian. Segala cara dilakukan sehingga akal sehat tidak bisa membedakan mana baik dan buruk. Hal yang mengacu para pelajar melestarikan tradisi tersebut disertai berbagai alasan, antara lain karena keterbatasan sarana guna menyalurkan emosi dan kreativitas pelajar dan minimnya ekstrakurikuler di sekolah. Para pelajar yang tidak memiliki kesempatan melaksanakan minat mereka, akan keinginan menunjukan siapa diri mereka di lingkungan sekitar atau jalanan melalui kekerasan.
ADVERTISEMENT
Selain itu terdapat banyak faktor lain yang memicu anak melakukan perundungan, seperti faktor di lingkungan paling dasar yakni pola asuh keluarga. Kurangnya edukasi dan empati keluarga akan melahirkan karakter anak yang kurang berempati pada sekitarnya, sehingga tidak merasa bersalah melakukan hal yang tidak terpuji seperti perundungan dan hanya mementingkan diri sendiri. Kesalahan pola asuh keluarga yang terlalu keras melibatkan hukuman kekerasan fisik akan membentuk karakter anak menjadi agresif dan tidak segan untuk melalukan kekerasan yang sama kepada orang lain.
Tidak jarang pelaku perundungan hanya sekadar mencari sensasi, ingin dianggap popular dan disegani teman sebayanya. Seperti melakukan tindakan menggunjing, mengucilkan dan mencemooh orang lain dianggap merupakan tindakan yang dinormalisasi, sehingga para pelaku perundungan menunjukan jati dirinya dengan cara mencari ketenaran melalui kekerasan atau mengganggu teman sebayanya.
ADVERTISEMENT
Ketika kebiasaan buruk itu menjadi siklus di dalam lingkungan pelajar, hal tersebut akan menimbulkan persoalan baru seperti munculnya rasa ingin menguasai dan berpengaruh di lingkungan sekitarnya. Selain mengucilkan dan menggunjing, biasanya anak yang berada di tahap ingin berpengaruh di lingkungannya akan melakukan intimidasi agar disegani dan dihormati dengan melakukan ancaman kekerasan.
Para pelaku perundungan memiliki kebiasaan menormalisasikan hal buruk yang didukung oleh faktor melihat kekerasan di sekitarnya, baik itu secara langsung di lingkungan keluarga, maupun pengaruh sikap tidak bijak dalam bermedia sosial atau tidak menjaga sikap ketika bermain game online. Melihat orang tua melakukan kekerasan di lingkungan keluarga juga akan memicu anak melakukan perundungan, oleh karena itu sangat penting menciptakan keharmonisan dan ketentraman di lingkungan keluarga. Selain melihat kekerasan secara langsung, perilaku tidak bijak dalam bermedia sosial pun dapat menimbulkan kebiasaan buruk seperti tidak menjaga adab berkomentar di ranah media sosial. Seseorang merasa aman dan tidak berpikir dampak apa yang akan terjadi ketika melontarkan komentar-komentar jahat dan tidak senonoh di balik layar gawai. Kegiatan negatif tersebut menjadi bibit-bibit pelaku perundungan.
ADVERTISEMENT
Game online juga menjadi faktor anak melakukan perundungan. Di era digitalisasi ini hampir setiap waktu semua kalangan dan usia memainkan handphone di dalam aktivitas sehari-hari. Game online yang tidak dibatasi penggunaannya akan menjadi penyebab perundungan. Banyak beberapa riset yang mengungkapkan bahwa game online dapat menjadi tempat pemainnya melakukan perundungan berupa cyberbullying. Terkait fenomena cyberbullying, penelitian yang dilakukan oleh Kwan dan Skoric (2013) tentang bullying pada platform sosial media Facebook bahwa bullying yang dilakukan secara luring berimplikasi pada intensitas bullying daring (Kwan & Skoric, 2013).
Seseorang yang menjadi korban cyberbullying atau perundungan baik verbal maupun fisik secara langsung memiliki potensi untuk menjadi pelaku perundungan. Korban perundungan merasa dapat melampiaskan pengalaman tidak menyenangkan mereka kepada orang lain atas segala hal buruk yang dialami korban, seperti dipukul, diejek, diremehkan dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Tradisi-tradisi di ranah pendidikan harus dilakukan penyelidikan guna memastikan kegiatan tersebut benar-benar bermanfaat dan mendidik generasi bangsa atau sekadar kegiatan yang tidak bermanfaat. Kegiatan yang tidak mendidik bahkan mengganggu para pelajar hanya akan menimbulkan kebencian bahkan perpecahan antar pelajar. Faktor penyebab pelajar melakukan perundungan bukan hanya karena faktor di lingkungan sekolah, pola asuh yang tidak tepat di dalam lingkungan keluarga akan memicu anak melakukan perundungan. Para orang tua pelajar harus mengedukasi dan mengawasi pelajar bersikap di dalam kegiatan sehari-hari, bermasyarakat dan bermedia sosial. Melakukan hal-hal yang melanggar norma seperti perundungan hanya akan menjadi boomerang negatif bagi kehidupan kita.
Siskya Rahmat
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta program Studi Manajemen Pendidikan
ADVERTISEMENT