Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Tarung Beijing vs Washington di Balik Pembelian Hutchison Ports
14 April 2025 8:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Siswanto Rusdi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Proses akuisisi saham CK Hutchison di 43 pelabuhan atau terminal peti kemas yang berada di 23 negara, termasuk Indonesia, oleh konsorsium Blackrock dan TiL –anak usaha pelayaran global MSC– ternyata harus menempuh jalan berkelok akibat pengaruh dinamika politik. Sampai tulisan ini diselesaikan, pengalihan saham itu belum juga terwujud. Ihwal ini sesungguhnya sudah dapat dikira sejak awal karena aksi korporasi tersebut, sama seperti langkah high profile sejenis di mana-mana, tentulah memiliki dimensi politis yang cukup kental.
ADVERTISEMENT
Apalagi ranah bisnisnya adalah pelabuhan yang memiliki nilai strategis bagi sebuah port state. Dari berbagai laporan media, akuisisi Hutchison Ports oleh Blackrock dan TiL masih menunggu persetujuan otoritas Hong Kong. Ancaman ketidaksetujuan membayangi proses ini dan dengan adanya perang dagang antara China vs AS semakin mempersempit celah yang ada.
Konon, satu hari sebelum batas akhir penandatanganan dokumen akuisisi saham oleh para pihak, tepatnya pada 2 April, State Administration for Market Regulation (SAMR) atau Badan Antimonopoli China, telah membatalkan penjualan saham Hutchison Ports kepada Blackrock dan TiL, sebetulnya ada satu entitas lain, yaitu Global Infrastructure Partners/GIP, itu. Di sisi lain, ada pihak yang berpendapat bahwa otoritas China itu tidak memiliki jurisdiksi atas rencana pembelian saham Hutchison Ports sehingga para pihak bisa melanjutkannya.
ADVERTISEMENT
Sekadar flashback, saham CK Hutchison/Hutchison Ports yang dijual hanyalah pada terminal peti kemas atau pelabuhan di Rotterdam, Inggris, Spanyol, dan lain-lain. Nilai penjualan ini disebut-sebut mencapai 22,8 miliar dolar AS di mana perusahaan yang dimiliki Li Ka-shing ini akan meraup sekitar 19 miliar AS dalam bentuk tunai. Adapun kepemilikan saham mereka di terminal di Singapura, Hong Kong, Shenzen dan China bagian Selatan tetap dipertahankan. Dengan strategi ini anggapan bahwa Hutchison Ports tidak berminat (lagi) menekuni bisnis kepelabuhanan terbantah dengan sendirinya.
Dimensi Politik
Pada dasarnya praktik jual-beli saham merupakan hal yang lumrah. Hanya saja, bagi China sebagai negara besar, penjualan saham Hutchison Ports dinilai sangat merugikan kepentingan geopolitik, geosrategi dan geoekonominya. Hal ini mengingat dalam geostrategi Negeri Tirai Bambu itu –dikenal dengan istilah belt and road initiative atau BRI– sektor pelabuhan merupakan salah satu pilarnya. Dibangun atau diakuisisilah berbagai pelabuhan di berbagai belahan dunia. Tentu saja bukan oleh negara langsung melainkan oleh korporasi China yang sudah mengglobal. Langkah ini sepenuhnya berbasis bisnis murni (market driven). Jika pun ada aspek politis, ia amat jauh di balik layar sehingga tidak terlihat sama sekali.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks bisnis kemaritiman (pelabuhan-pelayaran), China memiliki beberapa firma yang memiliki kapasitas world class. CK Hutchison/Hutchison Ports satu di antaranya. Karenanya, manakala firma ini menjual sahamnya di terminal/pelabuhan di negara-negara yang disebutkan sebelumnya, Beijing jelas syok.
Ditambah dengan akuisisi pelabuhan Balboa dan pelabuhan Cristobal yang berada tepat di pintu masuk Terusan Panama oleh konsorsium Blackrock, TiL dan GIP, Beijing kena serangan jantung. Dalam suasana perang dagang dan perang tarif antara China dan AS semua jaringan pelabuhan yang ada tadi jelas bisa dijadikan peluru untuk menekan Washington.
Kini “peluru” itu dijual kepemilikannya kepada perusahaan milik pengusaha Negeri Paman Sam. Pastilah pusat kekuasaan China beranggapan pembelian saham Hutchison Ports amat sarat muatan politik dalam menekan balik Beijing. Itulah mengapa penjualan saham Hutchison Ports dikabarkan ditorpedo oleh otoritas SAMR. Dengan sistem politiknya yang monolitik penulis menyakini keputusan yang diambil benar adanya.
ADVERTISEMENT
Reaksi Indonesia
Memasukkan reaksi Indonesia dalam pembelian saham Hutchison Ports oleh Blackrock cs. tentu masuk akal. Pasalnya, melalui PT Hutchison Ports Indonesia (HPI), konglomerat asal Hong Kong tersebut memegang saham di terminal peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) dan TPK Koja. Masing-masing sebesar 49 persen.
Dari induk operator pelabuhan mondial tersebut Pelindo mendapatkan cuan berupa uang sewa yang nilainya jutaan dollar AS per tahun. Plus, investasi peralatan, paket pengembangan sumberdaya manusia dan lain sebagainya. Saat ini konsultan-konsultan yang disewa oleh konsorsium Blackrock tengah melakukan due diligence atas JICT dan TPK Koja.
Saya menangkap kesan, afiliasi Hutchison Ports di Indonesia tersebut mendukung peralihan kepemilikan saham dan menilai hal ini wajar-wajar saja. Dengan kendali berada di tangan Blackrock JICT/TPK Koja dapat menjadi penyeimbang antara kepentingan China dan AS. Dari sisi operasional pelabuhan, diharapkan akan lebih banyak rute langsung (direct call) ke pelabuhan-pelabuhan di AS. Selama ini pengapalan ekspor Indonesia melalui Shanghai dan terminal lain di sekitarnya. Diharapkan pula Blackrock dapat mengembangkan terminal/pelabuhan di Nusantara. Entahlah.
ADVERTISEMENT