Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menjamurnya Kasus Pencemaran Nama Baik di Era Serba Digital
1 Januari 2023 16:28 WIB
Tulisan dari Siti Nuril Fitriani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, di era digitalisasi banyak tuntutan hukum terkait dengan kehadiran teknologi, terutama internet dan media sosial. Teknologi memiliki dampak yang signifikan pada pemahaman tentang kejahatan kriminologi. Salah satu kejahatan yang dilakukan dengan menyalahgunakan teknologi sebagai pencemaran nama baik di era serba digital. Bahkan kasus serupa terjadi hampir setiap hari dengan hadirnya teknologi ini, masyarakat kini bebas menyampaikan pendapatnya melalui teknologi internet misalnya media sosial. Kebebasan berpendapat di Indonesia dapat dilihat di Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 ayat (1) akan tetapi terdapat pula pembatasan agar tidak menjadi pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT
Peningkatan tuntutan yang mengatur informasi dan transaksi elektronik atau teknologi informasi secara umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yakni untuk menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya baik di dalam wilayah kedaulatan Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia. Hal tersebut dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyatakan bahwa: “setiap orang dilarang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau mengakses tanpa izin. Pembuatan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Hal tersebut berperan penting dalam pengamanan transaksi elektronik khususnya di dunia maya. Pasal ini dibuat bertujuan untuk memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum kepada pengguna dan penyelenggara teknologi.
ADVERTISEMENT
Sebelum adanya media massa pengaturan mengenai pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310, 311, 315 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 310 KUHP menyatakan bahwa “Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500”
Pasal 315 KUHP menyatakan bahwa “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterima kan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp 4.500”
ADVERTISEMENT
Perbuatan yang dilarang terkait perbuatan pencemaran nama baik dilakukan secara sengaja untuk melanggar kehormatan atau menyerang kehormatan nama baik orang lain. Dengan demikian, beberapa unsur pencemaran nama baik atau penghinaan menurut Pasal 310 KUHP yang dijelaskan di atas tersebut mencakup penyerangan kehormatan atau nama baik, menuduh melakukan suatu perbuatan yang tidak ada buktinya, dan menyiarkan tuduhan agar diketahui oleh masyarakat umum.
Salah satu contoh kasus dari pencemaran nama baik adalah kasus seorang public figur yakni Ahmad Dhani terjerat Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dengan dugaan pencemaran nama baik, di mana terdakwa membuat konten video yang berisi kata “idiot” yang dianggap melecehkan nama baik peserta demo di luar hotel tempat terdakwa menginap. Apabila melihat dari kasus tersebut, terdakwa dapat dipidana jika memenuhi unsur yang ada dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, di mana pengertian dari pencemaran nama baik merujuk pada pasal-pasal mengenai penghinaan yang diatur dalam KUHP.
ADVERTISEMENT
Dalam membuktikan apakah adanya penghinaan atau pencemaran nama baik, konten dan konteks dari suatu informasi penting untuk ditelaah dan penilaiannya bersifat subjektif karena hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Artinya, target sasaran dari konten itulah yang menjadi korban dan hanya korban yang dapat menilai apakah konten tersebut mengandung unsur penyerangan terhadap kehormatannya. Sedangkan secara konteks, dapat dinilai secara objektif melalui maksud dan tujuan pelaku atas pembuatan dan
Penyebarluasan konten tersebut. Karena kasus inilah Ahmad Dhani dikenakan tuduhan atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang merujuk pada Pasal 311 KUHP, yang dimaksud menyebarkan tuduhan pencemaran nama baik adalah menuduhkan suatu perbuatan bukan penghinaan.
Ahmad Dhani juga terjerat pidana penjara 1,5 tahun di penjara akibat ujaran kebencian di media sosial yang digunakan vlognya di instagram dan cuatannya di twitter. Beliau dilaporkan oleh Koalisi Bela NKRI, Pengusaha Surabaya dan Jack Lapian Pendukung berat Ahok, setelah melalui proses persidangan beliau ditetapkan bersalah atas ujaran kebencian. Kata yang dilontarkan yakni kata Bajingan yang diungkapkan Ahmad Dhani ini di tuangkannya pada akun twitternya yang di pegang adminnya Purnomo pada 6 Maret 2019, tentang cuatan Ahmad Dhani di Twitter yang menghasut kebencian kepada Basuki Tjahaja Purnama atau yang populer di masyarakat ialah Ahok.
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat disimpulkan bahwa kata-kata kotor atau kasar yang diungkapkan pada seseorang atau kelompok yang dilakukan pada media sosial dapat dikenakan hukum UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang ada pada pasal 45 pada ayat 1,2, dan 3, termasuk pada kategori ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Melakukan tindak pidana pencemaran nama baik memiliki banyak konsekuensi. Hal ini merugikan diri kita sendiri dan orang lain dalam kerugian material (kerugian-kerugian yang dari awal dapat dinilai dengan uang) dan imaterial (kerugian-kerugian yang dari awal tidak dapat dinilai dengan uang) misalnya membekukan kebebasan berpendapat ataupun berekspresi, terhambatnya kinerja seseorang, dan rusaknya popularitas dan karier seseorang.
Kasus pencemaran nama baik bisa mengganggu psikis seseorang yang menjadi korban atas perbuatan tersebut. Karena ketika seseorang sudah merasa diambang batas dapat bertindak tanpa memikirkan akibat jangka panjang. Pencemaran nama baik juga sering dijumpai sebagai ajang balas dendam karena tidak terima atas perlakuan seseorang kepadanya, hal tersebut dapat dilakukan oleh siapa pun dengan latar belakang alasan yang beragam.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya setiap manusia memang bebas dalam berpendapat, namun kebebasan berpendapat tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika penyampaian pendapat tersebut tidak disertai dengan dasar penyampaian yang jelas dan tidak didasari akan rasa tanggung jawab, maka kebebasan berpendapat itu sendiri dapat menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu. Maka dari itu sebelum melakukan sesuatu hal alangkah baiknya untuk dipikirkan kembali. Gunakan media teknologi dengan tepat untuk menghindari kesalahan dalam memberikan informasi melalui media sosial. Karena, jika diketahui menyebar sesuatu yang tidak jelas kebenarannya, apalagi yang mengandung ujaran kebencian ataupun menyebabkan pihak lain merasa tercemar nama baiknya akan dikenakan hukuman sesuai yang telah ditentukan.
Siti Nuril Fitriani, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
ADVERTISEMENT