Benarkah Kaldu Jamur Lebih Sehat dari MSG?

Skata
SKATA adalah sebuah inisiatif digital yang mendukung pemerintah Indonesia dalam membangun keluarga melalui perencanaan yang lebih baik. SKATA lahir tahun 2015 melalui kerjasama antara Johns Hopkins CCP dan BKKBN.
Konten dari Pengguna
22 Desember 2021 8:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Skata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Benarkah Kaldu Jamur Lebih Sehat dari MSG?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Bikin masakan enak memang jadi prioritas ibu supaya seisi rumah lahap makan, betul? Apalagi, jika ada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan di rumah. Masakan enak dan bergizi adalah mutlak. Sayangnya, kemajuan teknologi pangan telah membuat lidah kita memiliki standar lezat “pabrikan”. Masakan bumbu alami seolah hambar, sehingga ibu kerap menambah MSG agar lebih menggugah selera. Tapi, MSG katanya tak baik untuk kesehatan. Muncullah kaldu jamur non-MSG yang katanya lebih sehat. Apa bedanya?
ADVERTISEMENT
Kita mulai dari MSG dulu, ya.
Sejarah MSG (monosodium glutamate) berawal dari ditemukannya rasa gurih dalam kaldu rumput laut oleh seorang ilmuwan Jepang. Rasa gurih ini kemudian dinamai umami, yang berbeda dengan rasa manis, asin, asam, pahit yang bisa dirasakan oleh lidah. Ternyata, umami ini berasal dari senyawa glutamat yang ada di rumput laut. Agar bisa digunakan dalam masakan, senyawa ini digabungkan dengan natrium dan dikemas dalam bentuk kristal. Glutamat inilah yang membedakan garam dapur dengan MSG, yang sebenarnya sama-sama natrium.
Saat ini, MSG yang terdapat di pasaran dibuat dari fermentasi karbohidrat, seperti tebu atau singkong. Jadi, bukan murni bahan sintetis, ya.
Nah, kalau kaldu jamur, ada umaminya juga?
Umami pada kaldu jamur bukan merupakan tambahan, melainkan rasa asli yang keluar dari jamur dengan proses pengolahan khusus. Jamur Saccharomyces cerevisiae ditanam terlebih dahulu di media kaya gula, kemudian dipanen, dicuci, dipanaskan, dikeringkan, lalu dihancurkan untuk kemudian menghasilkan ekstrak ragi (yeast) yang kita kenal dengan nama kaldu jamur. Itulah mengapa, kaldu jamur juga dikenal dengan nama nutritional yeast.
ADVERTISEMENT
Emangnya, bernutrisi?
Betul. Kaldu jamur ternyata mengandung karbohidrat, protein, serat, asam amino esensial, juga vitamin dan mineral, dengan jumlah yang beragam tergantung dari jenis jamur yang digunakan. Karena bernutrisi, sejumlah penelitian pun menunjukkan bahwa kaldu jamur bisa membantu perkembangan otot (karena kaya protein), mengurangi radikal bebas (karena tinggi antioksidan), juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan serat beta-glukan yang dikandungnya.
Kalau MSG, bagaimana?
Nah, ini kembali pada sumber MSG itu sendiri. Meski MSG lebih populer dalam bentuk siap tabur, namun sebenarnya tubuh kita sendiri juga menghasilkan asam glutamat. Begitu pula sejumlah bahan pangan seperti tomat, jamur, kecap, juga sumber protein seperti daging-dagingan. Bahkan, ASI pun mengandung asam glutamat, lho! Makanya, bayi suka sekali menyusu.
ADVERTISEMENT
Lho, berarti aman dong konsumsi MSG?
Aman, asalkan penggunaannya tidak berlebihan. Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan beberapa organisasi pengawas pangan di AS dan Eropa, MSG dikategorikan sebagai bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi, dengan batas konsumsi harian sebanyak 30 mg per kg berat badan. Jadi, kalau berat badan kita misalnya 50 kg, maka maksimal kita bisa mengonsumi MSG sebanyak 1,5 gram per hari.
Namun, sebagian orang yang sensitif MSG bisa merasakan pusing, lemah, kaku otot, hingga sesak napas jika berlebihan mengonsumsi MSG (lebih dari 3 gram tanpa makanan). Jadi, cermati kondisi tubuh.
Mana yang lebih baik, kaldu jamur atau MSG?
Hmmm, tau enggak sih, ternyata baik kaldu jamur maupun MSG memiliki komponen yang sama! Ya, si glutamat itu tadi, yang sebenarnya bagian dari asam amino yang menyusun protein.
ADVERTISEMENT
Nah, yang perlu dicermati adalah apakah kaldu jamur yang kita beli merupakan kaldu jamur asli atau tidak. Caranya, baca label komposisi (ingredients) pada kemasannya. Bahan yang tertulis pertama adalah bahan dasar yang paling banyak digunakan dalam produk tersebut, sementara yang paling akhir adalah yang paling sedikit ada.
Jangan kaget, jika kaldu jamur yang ada di dapur kita selama ini ternyata bahan utamanya adalah garam dan MSG! Jadi, kita tetap harus hati-hati dalam memilih kaldu jamur. Jangan sampai, kata “sehat” yang kerap disematkan pada kaldu jamur membuat kita menggunakannya berlebihan pada masakan, melebihi saat kita menggunakan MSG.
Mungkin enggak sih, masakan enak tanpa MSG?
Mungkin saja, kalau kita mau eksplor bumbu dapur. Bisa jadi, selama ini kita cuma mengandalkan “keluarga bawang“ saja. Padahal, masih ada jahe, kunyit, daun jeruk, daun salam, serai, lengkuas, dan masih banyak lagi bumbu dapur alami yang bisa membuat masakan jadi enak.
ADVERTISEMENT
Agar tidak ribet memasaknya, membuat bumbu dasar sendiri bisa, lho! Intip caranya di sini.
Tapi, kalau beragam rempah tadi masih belum membuat masakan pas di lidah, jangan-jangan lidah kita yang sudah “teracuni” makanan hyperpalatable. Apa itu? Baca di artikel "Hyperpalatable, Ketika Enggak Gurih Enggak "Nendang".
Photo created by jcomp - www.freepik.com