Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Mediasi di Pengadilan: Jalan Perdamaian?
23 Maret 2025 10:54 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bayangin kamu lagi punya masalah serius sama seseorang. Bisa soal utang yang nggak dibayar, warisan yang bikin keluarga pecah belah, atau bisnis yang tiba-tiba kacau. Pasti kepikiran buat bawa kasus ini ke pengadilan, kan? Harapannya, hakim bakal kasih keputusan yang adil, dan semua selesai. Tapi, gimana kalau ada cara lain yang lebih damai, lebih cepat, dan nggak bikin stres? Nah, ini dia gunanya mediasi.
ADVERTISEMENT
Mediasi adalah cara menyelesaikan sengketa tanpa harus perang argumen di pengadilan. Dalam sistem hukum Indonesia, mediasi bahkan menjadi prosedur wajib dalam perkara perdata sebelum masuk ke persidangan. Banyak yang mengira ini cuma formalitas, padahal sebenarnya mediasi bisa jadi jalan keluar terbaik buat banyak kasus. Kalau bisa selesai dengan kepala dingin, kenapa harus ribut? Proses ini melibatkan pihak ketiga yang netral, yaitu mediator. Mediator ini bukan hakim yang menentukan siapa yang benar atau salah, tapi lebih ke fasilitator yang bantu komunikasi biar lebih lancar. Bayangkan kalau kamu dan pihak lawan bisa duduk bareng, ngomong dari hati ke hati, dan akhirnya nemuin solusi yang adil tanpa harus saling serang.
Dari sisi filosofis, mediasi mencerminkan nilai-nilai musyawarah dan keadilan yang sudah jadi bagian dari budaya kita. Masyarakat Indonesia sejak dulu lebih suka menyelesaikan masalah lewat perundingan daripada langsung berkonflik. Dalam ajaran agama dan moral pun, menyelesaikan perselisihan dengan cara damai lebih dianjurkan daripada bertikai. Prinsip mediasi sejalan dengan konsep win-win solution, di mana semua pihak mendapat kepuasan tanpa harus ada yang merasa kalah.
ADVERTISEMENT
Secara sosiologis, mediasi juga menjaga hubungan baik antara pihak yang bersengketa. Dalam kasus keluarga, bisnis, atau hubungan kerja, sengketa yang berkepanjangan bisa merusak relasi yang telah terjalin bertahun-tahun. Lewat mediasi, konflik bisa diselesaikan tanpa harus memutus tali silaturahmi.
Sementara dari segi yuridis, mediasi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 yang mewajibkan semua perkara perdata di pengadilan untuk lebih dulu menjalani mediasi sebelum lanjut ke tahap persidangan. Artinya, hukum kita memang mengutamakan penyelesaian damai sebelum masuk ke jalur litigasi yang lebih panjang dan mahal.
Proses mediasi sebenarnya enggak ribet, tapi butuh kesabaran. Setelah perkara didaftarkan ke pengadilan, hakim akan menawarkan mediasi. Kalau kedua belah pihak setuju, mereka akan memilih mediator yang akan memfasilitasi diskusi. Mediator ini bisa berasal dari daftar mediator resmi yang ada di pengadilan atau mediator yang disepakati sendiri oleh para pihak. Selama mediasi berlangsung, masing-masing pihak akan diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangannya tanpa harus takut dipotong atau disalahartikan. Mediator akan membantu mengarahkan diskusi supaya tetap produktif dan nggak berubah jadi ajang debat kusir. Kalau akhirnya ditemukan kesepakatan, maka akan dibuat perjanjian tertulis yang punya kekuatan hukum. Tapi kalau mentok dan nggak ada titik temu, kasus akan kembali ke pengadilan dan diproses sesuai prosedur litigasi.
ADVERTISEMENT
Ada banyak contoh kasus yang menunjukkan bagaimana mediasi bisa jadi solusi efektif. Misalnya, dalam sengketa warisan antara dua saudara yang berebut tanah peninggalan orang tua mereka. Si kakak merasa lebih berhak karena dia yang merawat orang tua sampai akhir hayat, sementara si adik merasa harus dapat bagian yang sama karena nggak ada wasiat yang membagi aset secara jelas. Awalnya, mereka bersikeras membawa kasus ini ke pengadilan. Tapi setelah menjalani proses mediasi, mereka mulai melihat masalahnya dari sudut pandang yang berbeda. Ternyata, inti permasalahan mereka bukan sekadar soal tanah, tapi juga perasaan nggak dihargai dan komunikasi yang buruk sejak lama. Dengan bimbingan mediator, mereka akhirnya mencapai kesepakatan yang adil tanpa harus memutus hubungan sebagai saudara.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, nggak semua mediasi berhasil. Ada kasus di mana salah satu pihak terlalu keras kepala atau memang lebih suka bertarung di pengadilan karena yakin bisa menang. Ada juga yang merasa gengsi untuk bernegosiasi, berpikir bahwa mengalah berarti lemah. Padahal, mediasi bukan soal siapa yang lebih kuat, tapi soal mencari jalan keluar yang lebih cepat, murah, dan damai. Dalam beberapa kasus, mediasi memang nggak bisa diterapkan, terutama dalam perkara pidana berat seperti pembunuhan atau korupsi. Tapi untuk sengketa perdata seperti utang, bisnis, warisan, atau perceraian, mediasi jelas jadi pilihan yang lebih bijak.
Kalau dipikir-pikir, mediasi itu sebenarnya cerminan dari cara kita berinteraksi sebagai manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering menghadapi konflik, entah dengan keluarga, teman, atau rekan kerja. Kalau setiap konflik selalu diselesaikan dengan cara konfrontasi, hidup bakal jadi penuh pertengkaran yang nggak ada habisnya. Mediasi mengajarkan kita untuk mendengar, memahami, dan mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Dalam banyak kasus, yang kita butuhkan bukan keputusan hakim, tapi kesempatan untuk berbicara dan mencari jalan tengah.
ADVERTISEMENT
Kalau suatu hari nanti kamu terlibat dalam sengketa hukum, jangan buru-buru berpikir soal pengadilan. Coba dulu mediasi. Siapa tahu, masalah bisa selesai dengan lebih cepat, lebih murah, dan tanpa harus memutus hubungan baik.