Konten dari Pengguna

Menikah Bukan Cuma Makan Cinta Semata

Ahmad Fahmi Fadilah
Mahasiswa Aktif - S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30 Januari 2025 14:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Fahmi Fadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2016/11/29/04/16/beach-1867271_960_720.jpg (Ilustrasi keluarga)
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2016/11/29/04/16/beach-1867271_960_720.jpg (Ilustrasi keluarga)
ADVERTISEMENT
Menikah sering kali dijadikan solusi instan bagi mereka yang takut terjerumus dalam zina. Ada yang beranggapan bahwa dengan menikah, mereka otomatis akan terbebas dari segala godaan dan kehidupan akan berjalan lebih baik. Padahal, pernikahan bukan sekadar cara untuk menghindari zina, melainkan perjalanan panjang yang menuntut kesiapan mental, emosional, finansial, dan banyak aspek lainnya. Jika niat menikah hanya sebatas "daripada zina," maka bisa jadi itu hanya akan menciptakan masalah baru yang lebih rumit.
ADVERTISEMENT
Pernikahan adalah komitmen seumur hidup. Ini bukan hanya soal tidur di ranjang yang halal atau memiliki pasangan yang sah, tetapi juga soal membangun rumah tangga yang sehat dan harmonis. Ketika seseorang menikah hanya karena ingin menyalurkan hasrat biologisnya dengan cara yang dianggap sah, tanpa ada kesiapan dalam aspek lain, maka dia sedang membangun sesuatu yang rapuh. Banyak pasangan akhirnya berpisah bukan karena mereka tidak mampu menjaga kesucian sebelum menikah, tetapi karena mereka tidak siap menghadapi realitas rumah tangga. Konflik finansial, perbedaan prinsip hidup, komunikasi yang buruk, kurangnya kematangan emosional, dan beban tanggung jawab yang tak terbayangkan sering kali menjadi penyebab utama perceraian. Artinya, pernikahan yang hanya didasarkan pada ketakutan terhadap zina belum tentu bisa menjamin kehidupan rumah tangga yang bahagia.
ADVERTISEMENT
Memang benar bahwa agama mengajarkan kita untuk menikah agar terhindar dari zina. Namun, menjadikan itu sebagai satu-satunya alasan untuk menikah sama saja dengan menyederhanakan makna pernikahan itu sendiri. Menikah bukan sekadar menjalankan ibadah formal, melainkan juga tentang membangun hubungan yang sehat dan penuh kasih sayang. Jika pernikahan hanya dijadikan sebagai tameng agar tidak terjerumus dalam dosa, lalu bagaimana dengan aspek lain seperti kesetiaan, pengorbanan, kesabaran, kerja sama dalam menghadapi lika-liku kehidupan, dan tanggung jawab membangun keluarga yang baik?
Banyak yang mengira setelah menikah, semua masalah akan selesai. Nyatanya, menikah justru membuka babak baru dalam hidup yang penuh dengan tantangan. Setelah akad terucap dan pesta pernikahan usai, kehidupan yang sesungguhnya baru dimulai. Tanggung jawab bertambah, ekspektasi meningkat, dan ujian pun semakin nyata. Tuntutan ekonomi menjadi salah satu faktor yang paling berat. Biaya hidup yang semakin tinggi, cicilan rumah, kebutuhan anak-anak, dan berbagai pengeluaran lain sering kali menjadi sumber stres dalam rumah tangga. Jika sejak awal tidak ada kesiapan finansial, pernikahan bisa berubah menjadi beban yang melelahkan, bukan kebahagiaan yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menikah bukan hanya soal menyatukan dua tubuh, tetapi juga dua hati, dua pemikiran, dan dua kehidupan yang berbeda. Dalam pernikahan, seseorang tidak lagi hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk pasangannya dan anak-anaknya kelak. Ada banyak keputusan yang harus dibuat bersama, ada kompromi yang harus dilakukan, dan ada tanggung jawab yang harus dipikul berdua. Perbedaan pendapat yang sebelumnya terasa sepele bisa berubah menjadi konflik besar. Kebiasaan pasangan yang awalnya tidak terlihat bisa jadi mengganggu. Dan yang paling berat, tidak semua momen dalam pernikahan akan selalu indah dan penuh cinta. Kadang, ada fase di mana cinta memudar, rasa jenuh muncul, dan pasangan mulai merasa terasing satu sama lain. Jika tidak ada kemauan untuk terus memperbaiki dan mempertahankan hubungan, maka pernikahan bisa berujung pada kehancuran.
ADVERTISEMENT
Menikah juga menuntut kesiapan emosional yang matang. Bukan hanya soal menerima kebahagiaan, tetapi juga menghadapi segala kesulitan bersama. Ada pasangan yang diuji dengan masalah kesehatan, ada yang mengalami kegagalan dalam karier, ada yang harus berjuang membesarkan anak-anak dengan segala tantangannya. Jika sejak awal tidak ada mental yang kuat dan sikap saling mendukung, rumah tangga bisa menjadi beban yang sulit ditanggung.
Menikah bukan hanya tentang cinta dan hasrat, tetapi juga tentang kesabaran, pengorbanan, dan perjuangan bersama. Cinta saja tidak cukup untuk mempertahankan rumah tangga. Harus ada komunikasi yang baik, kerja sama dalam menyelesaikan masalah, dan komitmen untuk tetap bertahan dalam situasi apa pun. Banyak pasangan yang awalnya menikah karena cinta, tetapi akhirnya berpisah karena tidak sanggup menghadapi kenyataan. Artinya, pernikahan bukan hanya tentang "aku mencintaimu" atau "aku ingin bersamamu selamanya," tetapi juga tentang "aku siap menjalani hidup bersamamu dalam keadaan apa pun."
ADVERTISEMENT
Menikah adalah keputusan besar yang tidak boleh diambil dengan sembarangan. Jika memang sudah siap, baik dari segi mental, emosional, maupun finansial, tentu menikah adalah pilihan yang baik. Namun, jika niatnya hanya sekadar menghindari zina tanpa ada kesiapan lain, maka pernikahan bisa menjadi keputusan yang tergesa-gesa. Lebih baik mempersiapkan diri dengan matang sebelum menikah daripada terburu-buru hanya karena takut terjerumus dalam dosa. Sebab, pada akhirnya, pernikahan yang bahagia dan harmonis tidak hanya ditentukan oleh seberapa jauh seseorang bisa menjaga dirinya sebelum menikah, tetapi juga seberapa siap dia untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan segala suka dan dukanya.
Jadi, jika ada yang berkata, "Lebih baik menikah daripada zina," ingatlah bahwa menikah itu bukan sekadar solusi instan untuk menghindari dosa. Lebih baik menikah karena memang ingin membangun kehidupan bersama seseorang yang dicintai, siap menghadapi segala tantangan bersama, dan sanggup memikul tanggung jawab seumur hidup. Sebab, pernikahan bukan sekadar status, melainkan ikatan yang harus dijaga dengan segenap hati dan usaha.
ADVERTISEMENT