Menjaga Semangat Kerelawanan

Suhito
Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub, Pelopor Gerakan Sedekah Minyak Jelantah, dan Pembina Relawan Indonesia Tersenyum (RIT)
Konten dari Pengguna
20 September 2021 14:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suhito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Relawan Indonesia Tersenyum Rumah Sosial Kutub di Kampung Toio, Desa Pisan, Kec. Amanuban Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, NTT. Foto: Dok. Rumah Sosial Kutub
zoom-in-whitePerbesar
Relawan Indonesia Tersenyum Rumah Sosial Kutub di Kampung Toio, Desa Pisan, Kec. Amanuban Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, NTT. Foto: Dok. Rumah Sosial Kutub
ADVERTISEMENT
Sungguh benar jika Indonesia didefinisikan sebagai bangsa dengan sumber daya alam yang sangat melimpah. Bahkan karena anugerah ini jugalah, bangsa ini berabad lamanya 'dilirik' oleh penjajah. Bahkan sampai saat ini, ketika usia kemerdekaan bangsa telah menginjak lebih dari tiga perempat abad pun, sumber daya alam bangsa ini masih menjadi daya tarik. Itulah anugerah yang diberikan Allah bagi bangsa kita. Untuk kita jaga bersama. Untuk kita wariskan kepada generasi baru nantinya.
ADVERTISEMENT
Di balik melimpahnya sumber daya alam yang ada. Ada satu lagi kemelimpahan lainnya yang terus hadir hingga saat ini. Kita tahu bahwa perjuangan bangsa untuk meraih kemerdekaan bukanlah hal yang mudah. Termasuk di antaranya saat mempertahankan agar alam Indonesia tidak dibabat habis oleh penjajah. Kemudian kita bisa mengusirnya dan meraih kemerdekaan secara mutlak.
Semua tidak lepas dari hadirnya semangat kerelawanan. Mereka terus bergerak. Mengenyampingkan kepentingan pribadi. Walau tanpa anugerah gelar. Bahkan harus mati. Bahkan banyak di antaranya tidak dikenali sama sekali.
Sekarang, meski dalam ruang dan waktu yang berbeda. Namun semangat kerelawanan ini tidak pernah padam. Terus lahir dan tumbuh. Hadirnya berbagai musibah yang menimpa bangsa termasuk pandemi COVID-19 ini menjadi salah satu 'wasilah' untuk kita menyaksikan bersama betapa menjamurnya gerakan-gerakan para relawan.
ADVERTISEMENT
Dari berbagai sisi. Dari berbagai latar. Untuk satu tujuan. Memberikan bantuan sesuai dengan kapasitas dan latar belakangnya masing-masing. Jika ingin jujur, para relawan inilah ikon sekaligus kader penguat semangat kegotongroyongan itu.
Semangat kegotongroyonganlah yang bisa menjadikan bangsa ini lebih kuat. Bahkan ketika cita-cita untuk menjadi bangsa yang mandiri dan berdikari itu masih belum sempurna terasa. Agaknya bisa jadi karena semangat kegotongroyongan itu belum berjalan secara sempurna. Namun, kita tetap harus berbangga dengan hadirnya sosok-sosok para relawan dengan baju organisasi kerelawanannya masing-masing.
Melalui mereka, banyak hal yang tadinya tak mungkin berubah menjadi mungkin. Dengan upaya mereka, beragam hambatan berubah menjadi solusi-solusi nyata. Dengan semangat mereka, banyak masyarakat yang kembali menjadi berdaya. Melalui kegotongroyongan yang mereka bangun, perlahan tapi pasti kemandirian-kemandirian kecil itu tercipta.
ADVERTISEMENT
Selain semangat kegotongroyongan. Dari para relawan kita juga bisa belajar banyak hal tentang semangat untuk terus berkorban. Rela berkorban adalah syarat mutlak untuk menjadi relawan. Mulai dari pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, bahkan sampai pada 'ancaman' nyawa. Sesuai dengan namanya, rela-wan. Maka jelas sudah, menjadi relawan, harus menjadi sosok yang rela dan ikhlas dalam bekerja dan berkarya.
Kerelawanan juga mengajarkan sikap proaktif. Bukan sekadar reaktif. Ini mengartikan bahwa perlu komitmen yang kuat untuk menjadi sosok relawan. Karena relawan bukan sebuah iklan. Tapi ianya sendiri adalah acara utama yang harus dihadirkan secara matang dan sistemik. Bukan sambilan.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agaknya kita harus terus-menerus belajar dari semangat kerelawanan ini. Belajar banyak hal dari profil para relawan. Hingga akhirnya tidak lagi muncul kisah miris seperti perseteruan antar politisi atau pejabat bangsa; penyebaran kabar hoaks hanya untuk sebuah tujuan menjatuhkan nama baik dan sebagainya; sampai pada sulitnya melenyapkan kasus korupsi (yang bahkan dilakukan secara gotong royong).
ADVERTISEMENT
Kisah-kisah miris itu hadir tidak lain karena sirnanya semangat kerelawanan. Padahal jika kemerdekaan bangsa saja diraih dengan hadirnya semangat ini, mengapa dalam mengisi pembangunan kemerdekaan harus ditiadakan? Apalagi di saat kita ingin tercatat sebagai pahlawan dengan berbagai gelar dan bintang jasa yang terus diupayakan.
Semoga bangsa ini tetap terus bangga dan selalu menjaga semangat kerelawanan ini. Menjaga kehadiran para relawan yang terus tumbuh. Bukan kemudian memanfaatkan semangatnya dengan sebuah iming-iming angin surga: harta dan takhta. Memanfaatkan kehadirannya hanya untuk sebuah tujuan dan aksi yang absurd. Tujuan yang hanya mengutamakan hasrat dan kepentingan diri/kelompok semata.
Suhito, Direktur Eksekutif Rumah Sosial Kutub & Pembina Relawan Indonesia Tersenyum (RIT)