Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menanti Jawaban Dari Sebuah Kematian
11 Mei 2018 19:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Soezono Eben Ezer Sarsum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin di dunia ini tak ada orang yang tahu kapan kematian datang dan ajal menjemput kehidupan. Berbagai macam cara dan proses bagaimana Tuhan bisa menjemput hamba-hamba yang ia cintai tanpa diketahui oleh mahluknya untuk kembali kepangkua-NYA.
ADVERTISEMENT
Namun kematian tak melulu soal yang ditinggalkan, kepergian, tangisan juga panggilan Tuhan, kadang-kadang kematian adalah bagian dari sebuah misteri yang membutuhkan sebuah jawaban meski semuanya adalah seturut kuasa dan takdir dari Tuhan.
Rabu (9/4) silam itu begitu mencekam sekaligus memilukan selama aku hidup. Betapa tidak, Markas kebanggaan pasukan satuan kepolisian Brimob dengan lengan bertuliskan Pelopor dibaju dinasnya tersebut tiba- tiba ricuh dan dikuasai oleh sekelompok narapidana teroris pada Selasa (8/4).
Walaupun sempat dinyatakan hoaks, namun ternyata peristiwa ini benar benar terjadi.
Keributan ini disinyalir karena perkara kepentingan sepele yakni untuk mengisi perut sejengkal (makanan) antara napi dan polisi hingga melebar ke aksi-aksi sadis kekerasan hingga pembunuhan keji.
ADVERTISEMENT
Tapi benar persoalan perut sejengkal ini memang sepele tapi yang sejengkal ini juga yang membuat manusia bersaing untuk menang dan tetap bertahan hidup hingga juga kalah dan mati dalam persaingan hidup.
Kerusuhan dinyatakan pecah pada malam Selasa itu. Para napi dinyatakan telah menguasai beberapa blok Tahanan Rutan Cabang Salemba yang berada di Mako Brimop, Depok, Jawa Barat ini.
Sadisnya, para tahanan sempat melakukan perlawanan terhadap sembilan orang petugas yang berada di lokasi hingga berhasil menyandera enam orang petugas di dalam ruang tahanan rutan.
Singkat cerita, setelah 24 jam berlangsung keributan tersebut berakhir dengan derita dan luka untuk keluarga dan anak-anak bangsa. Polisi menyebutkan bahwa ada yang tewas di dalam tahanan akibat insiden tersebut.
ADVERTISEMENT
Rabu (10/5) hari itu saya ditugaskan untuk segera mengawal RS Polri untuk memberitahukan informasi kepada pembaca kumparan mengenai perkembangan status para korban tewas dalam insiden tersebut.
Saat itu harusnya agenda penugasan saya berada di Ombudsman RI namun setibanya di Ombudsman saya diarahkan untuk meliput di RS Polri pantau perkembangan korban-korban tewas dari Mako yang segera di otopsi di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Saya pesan transportasi andalanku "Ojol Hero", tiba di RS Polri Ruang Instalasi Forensik rumah sakit sudah ramai oleh awak media dan diberi garis polisi.
Tak lama berselang, lima ambulans secara bergantian datang ke RS Polri, aku menatap ke dalam mobil lewat kaca jendelanya ada kantong mayat berwarna oranye. Tiba di depan ruangan tersebut aku hitung betul jumlah kantong mayat yang diangkat dari ambulans ke ruang forensik ada enam kantong mayat.
ADVERTISEMENT
Namun saat itu tidak ada yang tahu keenam mayat itu identitasnya siapa dan dari pihak polisi ataukah napi teroris.
Ketika ambulans ketiga datang, aku mencoba beranikan diri untuk mengambil gambar dan video lebih dekat untuk evakuasi mayat dari mobil ambulans via masjid yang berada didekat ruang forensik, namun aku gagal karena dihadang oleh petugas kepolisian lengkap dengan senjata dan berbadan tegap, dua kali besarnya dari badanku.
Aku coba lagi kedua kalinya untuk hal yang sama, kali ini aku harus terima aku ditegur dan dinyatakan bebal "kamu kok bebal sekali kau mau ngapain ini gak bisa kesini mau apa kamu," ujar petugas itu padaku.
Aku maklum saja beliau marah itu adalah tugas yang dilimpahkan atasanya kepada beliau untuk memuaskan atasanya begitu juga dengan aku dengan tugas peliputanku sebagai jurnalis untuk memuaskan pembaca dan juga atasanku. Jadi simpel ini soal perbedaaan profesi tapi satu kepentingan kerja.
ADVERTISEMENT
Aku pilih untuk mundur dan kembali berbaur dengan puluhan awak media yang berada di posisi awalku.
Sekitar pukul 19.00 WIB satu persatu ambulans kembali berangkat meninggalkan lokasi dan membawa mayat yang setelah diautopsi oleh TIM Inavis Bareskrim Polri. Lima ambulans tersebut berangkat membawa peti mati berwarna coklat dibaluti bendera Merah Putih diatasnya.
Aku masih ingat persis para keluarga yang duduk di dalam setiap ambulans yang melintas itu tak bisa menyembunyikan raut kesedihan dan diam seribu kata.
Akhirnya, pihak kepolisian menyatakan kelima Jenazah tersebut adalah anggota kepolisan yang tewas disandera para napi sementara satu jenazah lainya merupakan jasad dari napi. Dari hasi Indentifikasi Inafis kematian para petugas kepolisian tersebut begitu menyayat hati.
ADVERTISEMENT
Saat itu banyak warga Indonesia masih bertanya-tanya bagaimana para anggota polisi tersebut bisa mengalami kematian yang cukup tragis itu. Akhirnya aku bisa beritahu semua orang bahwa mereka pergi dengan kondisi yang tak layak dan sulit diterima mereka dibunuh secara keji dengan cara disiksa perlahan-lahan. Dibacok, disayat, dipotong ,ditusuk, digorok, sungguh mengerikan.
Hari itu belum berakhir meski semua orang tahu alasan dan kronologis kematian mereka, pekerjaanku belumlah selesai aku harus menunggu kabar dari seseorang anggota brimob yang masih ditahan oleh Napi di Mako pada saat itu.
Namun setelah 40 jam lebih dilakukan evakuasi polisi akhirnya berhasil membebaskan sandera atas nama Bripka Iwan Sarjana, kabarnya ia juga akan dibawa ke RS Polri untuk dilakukan tindakan. Dari mulai Pimred dan Korlipku saat itu bertanya, di RS Polri masih ada? Saya jawab standby mas masih ada saya.
ADVERTISEMENT
Mataku tak sempat aku kedipkan berlama-lama. Pikiranku terus terngiang-ngiang kapan Bripka Iwan datang dan aku bisa beritakan kepada semua orang beliau baik baik saja dan kondisinya bagaimana.
Aku tunggu beliau di depan ruang IGD RS Polri kurebahkan badanku di Lobi dekat pintu masuh IGD labih dari 20 pasien IGD masuk saat itu. Setiap mobil berhenti aku berdiri memastikan itu siapa. Lebih dari enam kali aku ditegor petugas IGD "bang jangan di sini mau tidur " ketus petugas itu padaku.
Ya kembali lagi ini soal profesi itu tugas dia dan ini tugasku jadi ambil titik tengah saja aku tidur dekat plang pemberitahuan ruangan IGD dengan alasan setiap kendaraan yang datang ke IGD lampunya akan memantul ke plang tersebut dan jikalau aku tertidur mataku akan silau dan aku bisa bangun. Dan benar itu berhasil membuatku bisa was-was berjaga-jaga untuk slogan "Pantang Bobol" dan kumparan adalah jawaban.
ADVERTISEMENT
Waktupun terus berjalan malam itu pun semakin mencekam. Aku lupa di waktu aku menunggu entah berapa kali aku melihat dan mendengar tangisan-tangisan keluarga dari ruang IGD, "Halo nak Bapak meninggal nak kamu pulang," ujar ibu itu lewat telepon genggamnya. Malam itu semakin mengerikan ketika aku melihat seorang nenek beruban dengan usianya kira-kira 70 menangis tergeletak dilantai dan besandar dibahu seorang lelaki disampingnya dan berbicara "kenapa tidak aku yang duluan pergi saja," teriaknya.
Malam itu sungguh membawaku teringat pada ibu dan bapakku dikampung aku berdoa pada saat itu agar mereka selalu disertai Tuhan dan diberi kesehatan dan jujur malam itu aku merindukan mereka.
Suasana hening are ruangan IGD membuat aku tiba-tiba teringat dengan kakek (Oppung) yang selalu setia mengantarkanku sekolah setiap pagi dan membekaliku dengan telur setengah matang yang diambil dari belakang rumahnya. Oppung telah tiada dan kini tugasku meneruskan kebaikanya pikirku. Aku merindukan mereka semua.
ADVERTISEMENT
Ambulans yang membawa Iwan tak kunjung datang hingga pukul 08.00 WIB Kamis aku meninggalkan RS Polri untuk ganti shift dengan temanku Yuana. Namun aku masih sempatkan menulis berita bahwa RS Polri belum terima pasien atas nama Iwan.
Mudah memang bagi setiap orang membaca dan mengetahui seluruh isi dan jawaban dari keseluruhan kejadian tersebut. Namun bagi banyak orang ada yang tidak sadar untuk memperoleh jawaban kematian hari itu ada tanggung jawab, resiko besar dan tugas yang berat bagi seorang jurnalis yang bekerja dilapangan.
Hari itu aku tak merasa lelah, aku merasa seluruh tenagaku sudah aku berikan untuk pekerjaanku.
Hari itu adalah hari kebangkitan Tuhan Yesus, diagamaku harusnya aku beribadah ke gereja, terlebih dahulu aku meminta maaf pada Tuhanku aku tidak menemuinya di Rumah-NYa yang kudus untuk merasakan hadirat kebangkitanya. Namun Tuhanku juga pasti bangga bahwa sebuah pekerjaan yang tulus kukerjakan adalah sebuah pelayanan akan Iman dan berkat. Tapi Aku masih sempatkan berdoa dalam hati untuk ucapkan syukur pada Tuhan atas semua yang telah ada dalam perjalanan hidupku hari itu.
ADVERTISEMENT
Hari itu aku sadar, kematian memang sebuah misteri yang tak tertebak. Namun kematian penuh misteri dan tanda tanya itu memang harus butuh jawaban. Meski akhirnya jawaban tersebut terkadang memilukan namun merelakan kematian dengan sebuah jawaban yang pasti adalah keikhlasan yang paling tulus untuk merelakan kepergian seseorang. Dengan itu tidak perlu lagi ada perdebatan melainkan hanya urusan merelakan.
Tidak perlu lagi kita berdebat soal kematian dan jalan kematian para putra terbaik bangsa itu, tidak perlu juga slogan #kita bersama polri karena aku percaya Institusi Polri tidaklah selemah itu juga tidaklah harus digandeng untuk bersama dalam duka ini, selama ini juga saya kira kita tetap bersama Polri. Harusnya #Polri harus berbenah dan terus melakukan evaluasi dan jadikan peristiwa ini untuk yang terakhir kalinya sebagai sebuah pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Selamat jalan Putra-Putra terbaik bangsa, Semoga tenang bersama sang Kuasa.
Tidak ada manusia yang menginginkan ia mati dengan sadis tapi tidak ada juga manusia yang tahu bahwa hidupnya mati berakhir dengan tragis. Semoga yang terbaik selalu menghampiri bangsa kita ini.
Di atas itu semua terima kasih untuk para wanita-wanita hebat yang sudah melahirkan anak dan mendampingi suami yang sudah berjuang hingga mati untuk berbakti kepada negara ini.
God Bless Us.
Horas
#bangkitpolisiku #damaibangsaku