Mencuci Pakaian di Kali Kotor karena Tak Sanggup Beli Air PAM

Soezono Saragih
Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka penulis tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi
Konten dari Pengguna
9 November 2017 17:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Soezono Saragih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di zaman modern saat ini, masih ada warga Ibu Kota yang mencuci pakaian di sungai atau kali. Padahal rata-rata kali di Jakarta kotor dan berbau. Alasan mereka sederhana: untuk menghemat biaya pembelian air PAM karena penghasilan mereka menengah ke bawah. Miris bukan?
ADVERTISEMENT
Kondisi semacam ini dapat dilihat di kawasan Kali Maja, Jalan Jambu Air, Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat. Seperti kali di Jakarta pada umumnya, kondisi air di Kali Maja keruh, banyak sampah, dan berbau tak sedap.
Aliran air di kali selebar sekitar 7 meter itu tidak terlalu lancar karena banyaknya sampah yang mengambang. Mayoritas sampah yang memenuhi Kali Maja adalah plastik dan bungkus makanan. Meski demikian para warga sekitar tetap memanfaatkan kali ini untuk mencuci pakaian.
Di kawasan Kampung Maja bukan tidak ada sumur. Namun para warga menyebut air sumur di wilayahnya tersebut asin dan membuat pakaian yang mereka cuci berwarna kuning.
Sepanjang jalan di tepi Kali Maja banyak tersedia undakan yang dibangun oleh warga secara patungan. Ada undakan yang terbuat dari kayu dan ada juga yang beton. Di setiap undakan selalu ditempati warga yang sedang mencuci pakaian.
ADVERTISEMENT
"Undakan ini kami dulu buatnya patungan bersama beberapa warga. Ada yang ngumpulin Rp 15.000-25.000, tergantung bahan undakan yang ingin kita buat. Bagi yang enggak ada uang ya kadang sukarela aja deh," tutur salah seorang warga, Marni, saat ditemui di tepi Kali Maja, Kamis (9/11).
Marni mengaku, dia dan para warga setempat memilih mencuci di kali untuk menghemat pengeluaran. Air bersih yang mereka beli dari PAM hanya digunakan untuk masak dan minum sehingga lebih hemat.
"Habis kita mau nyuci di mana coba, pakai air sumur itu asin. Masukin air PAM mahal dan biaya per bulannya juga mahal sekitar Rp 350.000. Apalagi PAM disini kan milik swasta mas,Ya kite enggak sanggup lah," keluh Marni.
ADVERTISEMENT
Apalagi menurutnya kebanyakan warga Kampung Maja bekerja sebagai buruh cuci di kampung tetangga dengan gaji Rp 450.000 per bulan. Sedangkan suami mereka rata-rata bekerja sebagai buruh pabrik yang gajinya juga tak terlalu besar.
"(Saya memiliki) anak dua, kontrakan Rp 500.000 per bulan, bayar PAM dari mana coba," tutur Marni.
Memasuki siang hari sekitar pukul 12.30 WIB, air Kali Maja semakin keruh dan semakin banyak sampah yang terbawa aliran air. Walaupun demikian masih ada saja beberapa warga yang mencuci pakaian hingga sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB.
Aktivitas mencuci pakaian di Kali Maja memang bukan cerita baru. Marni menuturkan, sekitar tahun 2000, air di Kali Maja bersih dan bebas sampah. Tidak hanya digunakan untuk mencuci, banyak juga anak-anak yang mandi di kali tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya asli penduduk sini dan dari kecil di sini. Dulu air kali ini bersih dan layak pakai. Dan sekarang ini menurut kami ini masih layak kok digunakan," tutur Marni lagi.
Sedangkan untuk keperluan makan dan minum, warga di Kampung Maja yang mayoritas berprofesi sebagai pedagang makanan dan pembuat kulit lumpia ini membeli air bersih dari pedagang. Setiap jerigen air bersih dijual seharga Rp 1.500-2.000. Untuk MCK, warga menggunakan air sumur yang digali di beberapa titik rumah warga.