Konten dari Pengguna

Menjawab Misteri Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi

Sonny Fadli
Dokter - Penulis - Startup Teknologi ITS Founder - CEO Nalanira Nuswantara Medika.
6 Februari 2022 13:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi : Seorang ibu melahirkan bayi dan mengalami perdarahan sedang mencari pertolongan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi : Seorang ibu melahirkan bayi dan mengalami perdarahan sedang mencari pertolongan
ADVERTISEMENT
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia hingga kini seperti menjadi misteri yang belum terpecahkan. Data tahun 2015 dari susenas disebutkan AKI pada proporsi 305 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2017 sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diketahui, kesehatan ibu dan anak masuk sebagai satu faktor penting dari Sustainable Development Goals (SDGs). Tahun 2030, kesepakatan global ini mendorong angka kematian ibu harus di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi turun hingga 70 per 100.000 kelahiran hidup.
Bila melihat kenyataan yang ada di lapangan, AKI dan AKB akan sulit untuk dipecahkan. Ada banyak determinan faktor penentu kurang optimalnya penurunan AKI dan AKB di Indonesia. Ini akan menjadi makin sulit, karena tantangan berat pandemi Covid-19 yang memberi dampak pada upaya penurunan AKI dan AKB. Implikasi lanjutannya yang mungkin bisa terjadi ialah angka stunting sulit mencapai penurunan yang signifikan.
Ada beberapa hal yang akan disampaikan pada tulisan ini, yang lebih berdasarkan pada pengalaman yang pernah dilakoni penulis saat bertugas sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan di daerah terdepan Indonesia. Semoga bisa menjadi khasanah wawasan bagi para pembaca khususnya para pemangku kebijakan.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini tidak bertujuan untuk menyudutkan pihak tertentu, ini ditulis atas dasar kecintaan penulis terhadap NKRI dan masyarakat khususnya di daerah terdepan Indonesia.
Miskoordinasi Pusat - Daerah
Di daerah terdepan Indonesia justru biasanya relatif tertinggal kesehatannya termasuk dalam masih rendahnya komitmen dan implementasi terhadap upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi. Pemerintah pusat mematok target tinggi terhadap angka kematian ibu dan angka kematian bayi, namun kebijakan bias ketika sudah berada di level daerah.
Saat saya bertugas di Kepulauan Anambas beberapa waktu silam, saya meminta untuk pengadaan alat dan obat yang penting untuk mengatasi perdarahan pasca salin, namun nyatanya untuk obat dan alat yang harganya murah ini sulit untuk dipenuhi. Berdalih anggaran tidak ada.
ADVERTISEMENT
Alat USG yang sangat mahal justru datang, padahal masih ada alat USG yang masih bagus didatangkan tahun 2018. Sedangkan komitmen untuk menjalankan kamar operasi, sebagaimana yang dijanjikan sebelum kami datang, tidak dipenuhi hingga masa tugas selesai.
Kami melihat penyalahgunaan aset rumah sakit di tempat kami bertugas. Ruangan ini mestinya bisa dialihfungsikan perluasan kamar bersalin, membagi ruangan pasien covid dan non covid dengan leluasa. Namun, audiensi kami dengan DPRD setempat tidak menghasilkan apa-apa. Kepentingan untuk pasien masih kalah dengan kepentingan untuk oknum.
Rasanya bila kami menanyakan kepada rekan sejawat di daerah lain narasinya pun hampir sama. Angka kematian ibu dan bayi hanya dicatat, bahkan tidak pernah dibahas bagaiman pencegahannya, pengkajian dan evaluasinya ketka terjadi kasus. Kami gambarkan seperti ada “kekacauan” dari kebijakan akibat politik desentralisasi terkait upaya penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).
ADVERTISEMENT
GBHN dan GBHD untuk AKI dan AKB
Hemat kami, upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Visinya harus sama, targetnya harus sama, komitmen dan implementasinya dari pusat ke daerah harus sama.
Harus ada pengikat dan lebih feasible untuk dijalankan daripada Rencana pembangunan jangka menengah dan rencana pembangunan jangka pancang era post reformasi.
Satu hal yang paling mungkin yakni dengan adanya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) dan GBHD (Garis-garis besar Haluan Daerah) terkait langkah kongkrit, bagaimana pertanggung jawaban tiap tahunnya jelas dari pemberi mandat dan yang menjalankan mandat.
Seorang kepala negara dan kepala daerah bisa melaporkan pertanggung jawaban annual terkait angka kematian ibu dan angka kematian bayi dalam lingkup negara dan daerah masing-masing.
ADVERTISEMENT
Kita perlu mengapresiasi ide dari almarhum bapak presiden BJ Habibie agar kita kembali kepada UUD 1945, implementasi GBHN dan ditambah GBHD.
Dan akan sangat tepat bila GBHN dan GBHD ini mangakomodir dan memasukkan poin perang bersama terhadap AKI dan AKB ini sebagai ikhtiar nasional dan daerah.
Bendera Merah Putih dan generasi penerus
Guru kami, professor Dikman Angsar mengemukakan salah satu ide bagus yang mungkin bisa kami implementasikan di tempat tugas. Beliau menyampaikan kalau bisa setiap ada ibu hamil dipasang bendera merah putih di depan rumahnya. Kelak di dalam rumah tersebut lahir penerus generasi bangsa.
Ketika sudah dipasang bendera merah putih di depan rumah, tetangga, RT, RW, Kepala Desa, Camat, hingga Bupati sudah tahu ada ibu hamil di daerah tersebut yang perlu didampingi sampai menuju persalinan aman.
ADVERTISEMENT
Bila sewaktu-waktu ada ibu hamil mengalami komplikasi di masa kehamilan, persalinan, dan nifas, koordinasi dan langkah yang diambil menjadi lebih cepat. Semua terprogram dan dilatih sehingga kita siap menghadapi bencana yang dihadapi ibu dan bayi dalam kandungannya sewaktu-waktu, mirip mitigasi bencana.
Sebagai contoh, jangan sampai ada ibu hamil yang tinggal di depan RS swasta elit yang non BPJS mengalami perdarahan pasca salin. Karena alasan biaya pasien dirujuk ke RS BPJS yang jaraknya 1 jam dari rumahnya. Jelas, pasien akan kehabisan darah dan meninggal dunia.
Skema pembiayaan untuk ibu hamil yang rumahnya dipasang bendera merah putih ini mestinya tidak rumit, dana abadi untuk ibu hamil harus disiapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Intinya kita tidak perlu terlalu banyak itung-itungan terhadap ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Masih banyak hal yang mungkin bisa dirumuskan, namun sekali lagi yang dirumuskan ini tidak feasible untuk diterapkan, mudah terjadi bias ketika kebijakan turun dari pusat ke daerah, angka kematian ibu dan bayi akan selalu menjadi misteri yang tidak akan terpecahkan baik hari ini dan di kemudian hari.