news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Upaya Menekan Angka Kematian Ibu Melahirkan di Indonesia

Sonny Fadli
Dokter - Penulis - Startup Teknologi ITS Founder - CEO Nalanira Nuswantara Medika.
Konten dari Pengguna
3 November 2019 22:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sonny Fadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ibu setelah melahirkan Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ibu setelah melahirkan Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sabda Rasul bahwa perempuan adalah tiang negara bukanlah untaian hipotesis melainkan suatu realita di jagad raya bila dicermati dengan seksama.
ADVERTISEMENT
Apabila wanita itu baik maka baik pula suatu negara, dan apabila wanita itu rusak, maka akan rusak pula suatu negara.
Norwegia sangat sadar bahwasanya membangun sumber daya manusia suatu negara dimulai dengan program yang ramah terhadap ibu. Menurut Human Development Index tahun 2019, Norwegia menduduki peringkat pertama di antara negara-negara di dunia sebagai negara yang 'ramah' kepada ibu. Penilaian dilihat dari angka harapan hidup, pendapatan per kapita, dan pendidikan.
Menurut penelitian Lembaga Save the Children, Norwegia berturut-turut menjadi langganan jawara dengan beberapa indikator seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi di bawah lima tahun, status pendidikan yang diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal anak, status ekonomi dihitung berdasarkan pendapatan nasional per kapita negara dan status politik, ditentukan dari partisipasi wanita dalam pemerintahan. Bila ditarik lebih ringkas, kualitas sumber daya manusia sangat bergantung dengan bagaimana mempersiapkan kehamilan, terkait dengan angka kematian ibu.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia?
Ilustrasi ibu hamil mau melahirkan. Foto: Shutterstock
Saat ini Indonesia boleh berbangga diri, karena beberapa lembaga dunia memprediksi Indonesia bakal menjadi negara super power pada tahun 2045. Prediksi itu dilihat karena diproyeksikan pada 2030 Indonesia akan memiliki surplus penduduk usia produktif. Apabila Indonesia mampu dalam beberapa dekade ke depan, melakukan rekayasa kebijakan yang sanggup melahirkan generasi yang baik bukan tidak mungkin predikisi tersebut akan tercapai.
Memperbaiki kualitas sumber saya manusia akan menjadi sulit bila program menurunkan angka kematian ibu terlupakan. Memang angka kematian ibu di Indonesia menurut beberapa laporan memiliki tren penurunan dibandingkan satu dekade lalu. Namun untuk memasang target tinggi menuju 'Indonesia Maju 2045' membutuhkan usaha jauh lebih keras yakni minimal memenuhi target SDGs angka kematian ibu turun sampai level 70 per 100.00 kelahiran hidup.
ADVERTISEMENT
Coretan Sejarah Terkait Angka Kematian Ibu
Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia pernah menorehkan gagasan yang baik tentang wanita dalam buku berjudul “Sarinah, Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia”. Buku ini berisi banyak narasi Soekarno tentang wanita, dalam buku ini digambarkan betapa kerasnya menjadi seorang wanita dibandingkan laki-laki. Minimal dalam satu kali hidupnya, wanita menghadapi ancaman kematian akibat kehamilan dan persalinan, sementara ancaman nyawa terhadap laki-laki hanya perang bersenjata, itu pun belum tentu ada dalam sekali hidupnya.
Pelajaran yang bisa diambil dari tinta sejarah yakni kisah Raden Ajeng Kartini, pahlawan Indonesia. Dikatakan beliau gugur setelah proses melahirkan, dan menurut dokter yang merawat pada saat itu, Kartini meninggal karena preeklampsia atau dalam bahasa awam disebut sebagai keracunan kehamilan yang saat ini preeklampsia menduduki peringkat kedua pembunuh ibu hamil. Ini lah bukti ancaman kehamilan bisa dialami oleh siapapun baik itu tokoh besar hinga masyarakat kecil.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Kedudukan Angka Kematian Ibu Saat Ini?
ibu dan bayi Foto: Shutterstock
Menurut Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup. Survei ini masih jauh dari harapan target yang ditetapkan SDGs yakni angka kematian ibu turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun angka kematian ibu menjadi salah satu poin agenda kesehatan nasional, namun upaya ini akan masih sulit dicapai.
Penyebab Angka Kematian Ibu?
Tiga besar penyebab langsung kematian ibu meliputi perdarahan, preeklampsia dan infeksi. 4T merupakan singkatan dari empat kondisi yang pada umumnya memicu munculnya komplikasi pada kehamilan dan persalinan akibat kehamilan terlalu muda (kurang dari 18 tahun), usia yang terlalu tua untuk hamil (lebih dari sama dengan 35 tahun), jarak kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun), serta kehamilan terlalu banyak.
ADVERTISEMENT
Beberapa determinasi bisa menyebabkan kematian ibu secara tidak langsung termasuk kondisi geografis, pendidikan, sosio ekonomi, budaya dan sebagainya. Situasi ini dinarasikan dengan singkatan 3T meliputi terlambat mengambil keputusan, sehingga terlambat untuk mendapat penanganan. Terlambat sampai ke tempat rujukan karena kendala transportasi.Terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan sumber daya manusia.
Kondisi geografis Indonesia yang notabene kepulauan merupakan kesulitan sekaligus tantangan tersendiri. Penulis masih ingat pengalaman saat bekerja saat bekerja sebagai dokter umum di kabupaten Mamberamo Raya Papua, dimana pada saat itu menemukan kasus kehamilan di luar kandungan dengan komplikasi syok berat. Akibat tidak ada jadwal penerbangan ke Jayapura, tenaga kesehatan hanya bisa merawat semampunya hingga pasien meninggal dunia. Kisah tragis semacam ini tentunya bisa juga dijumpai di daerah lain dengan akses sulit.
ADVERTISEMENT
Tenaga Kesehatan yang Kurang dan Tidak Merata?
ibu dan bayi Foto: Shutterstock
Dokter spesialis obstetri & ginekologi (SpOG) dan bidan menjadi tulang punggung dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Data pada tahun 2018, Indonesia memiliki 2.319 dokter SpOG namun dalam status yang tidak merata. Dokter SpOG banyak yang berkumpul di kota besar, rasio dokter SpOG di Jakarta sekitar 74 per 100.000 penduduk sementara di daerah Indonesia timur rasio dokter SpOG jauh lebih kecil, di NTT dikatakan rasio dokter SPOG hanya 3 per 100.000 penduduk.
Tantangan pemerataan dokter SpOG berusaha dipecahkan dengan program wajib kerja dokter spesialis (WKDS). Namun sangat disayangkan program WKDS dengan tujuan mulia dharus berhenti di tengah jalan karena gugatan sejawat dokter yang terlalu gandrung dengan paham Hak Asasi Manusia. Sangat disayangkan sejawat dokter yang melakukan judicial review aturan WKDS dengan menggunakan kacamata Hak Asasi Manusia (HAM) bagi dokter dengan menegasikan sisi kemanusiaan yakni kebutuhan masyarakat di daerah. Sedikit gambaran pengalaman penulis saat bertugas sebagai dokter PTT di Kabupaten Mamberamo Raya Papua, kami jumpai kasus ibu dengan kehamilan ektopik terganggu (kehamilan di luar Rahim) meninggal karena tidak ada sarana transportasi udara ke kota, dan kebetulan pada saat itu tidak ada dokter Spesialis Obgyn (dokter kandungan) di RS setempat. Kejadian semacam ini tentu bukan hanya sekali, dan bisa dipastikan terjadi di daerah terpencil yang lain.
ADVERTISEMENT
Banyak kisah sukses program WKDS, salah satunya pernah dimuat di harian Jawa Pos tanggal 3 Juli 2018, ada 5 dokter spesialis baru (termasuk dokter spesialis kandungan) menjalani program WKDS di pulau Bawean Gresik semenjak tahun 2017, alhasil semula angka kematian ibu sebanyak 5 kasus dalam satu tahun turun menjadi nihil dengan adanya dokter WKDS ini.
Idealnya, Indonesia membutuhkan 49.662 bidan. Pada tahun 2019 jumlah riil bidan sudah mencapai 146.734. Indonesia saat ini memiliki surplus bidan sebanyak 97.072 orang. Namun sama halnya dengan sebaran dokter SpOG, rasio bidan per jumlah penduduk masih kurang merata, lebih terkonsentrasi di pusat kota dibandingkan daerah pelosok. Surplus bidan ini harusnya menjadi peluang yang bisa dipergunakan ke depan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Bagaimana mengoptimalkan peran bidan, bagaimana menerapkan model pelayanan kesehatan ibu yang baik bisa belajar dari beberapa negara yang sukses memodifikasi peran bidan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Peran Presiden dan Pejabat Lain?
Membangun kesadaran nasional, membangun persepsi nasional, memberi dukungan moril dan materi terkait angka kematian ibu pernah dicontohkan pemimpin-pemimpin dunia. Presiden Equador, Rafael Correa memberi teladan dengan memotong gajinya 6.000 dolar AS per bulan untuk disumbangkan kepada 2.187 pekerja medis yang berjuang memerangi angka kematian ibu.Tidak hanya berhenti disitu, presiden Rafael memerintahkan pemotongan gaji Kepada wakil presiden, menteri-menteri, dan pejabat tinggi negara lain untuk mensupport perang terhadap AKI. Alhasil angka kematian ibu di Equador turun signifikan.
Di Indonesia, komitmen presiden Jokowi tertuang dalam visi misi beliau di bidang kesehatan yakni mempercepat pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan termasuk di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) serta menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Konon anggaran kesehatan meningkat dua kali lipat untuk kesehatan. Dengan tarif BPJS yang naik dua kali lipat mulai 2020 besar harapan pelayanan kesehatan maternal menjadi prioritas utama dibandingkan lain. Tidak ada lagi ibu hamil yang mendapat pelayan substandar apalagi terlambat untuk dirujuk terutama bagi ibu hamil di daerah terisolir. Di era otonomi daerah, kesehatan menjadi poin seksi terutama saat kampanye pemilihan kepala daerah. Narasi kesehatan gratis itu bagus, namun jangan sampai penyerapan anggaran kesehatan di bawah standar nasional, terlebih tidak ada program yang berisi semangat memberantas angka kematian ibu.
ADVERTISEMENT
Peran Media Massa?
Ruang media massa terutama televisi masih didominasi berita politik yang berujung perpecahan. Berita selebriti juga lebih mendapat ruang lebar karena dianggap mampu meningkatkan rating tayangan. Media massa terutama televisi (karena mayoritas masyarakat indonesia menonton televisi) harus memberikan ruang atau porsi sebagai penerang dan pencerah dalam hal ini menayangkan edukasi kepada masyarakat terkait kesehatan ibu dan bayi. Bila media mampu memberikan ruang ini akan mempermudah kerja teman-teman tenaga kesehatan, tugasnya menjadi lebih ringan. Ibu hamil di Indonesia akan semakin terdidik dan mandiri dalam mempertaruhkan nasib hidup akibat kehamilannya. Media harus menjadi gema suara ibu di Indonesia.
Upaya Berbasis Matitim
Sebuah kenyataan bahwa Indonesia negara dengan beribu pulau dengan akses sulit. Armada kapal kesehatan yang dipelopori dr. Lie Darmawan dan RS terapung Kapal ksatria airlangga yang dipelopori dr. Agus Hariyanto,SpB dan Dr. dr. Pudjo Hartono, SpOG (K) terbukti mampu menjangkau sampai pulau-pulau terdepan dan daerah bencana di Indonesia. Armada ini harus diperbanyak, mendapat dukungan penuh pemerintah pusat agar tidak ada lagi ibu hamil di pulau-pulau terpencil di daerah yang terlantar karena keterbatasan dokter kandungan dan bidan juga keterbatasan sarana prasarana.
ADVERTISEMENT
Mari bersama bekerja, bekerja, dan bekerja, menyongsong Indonesia ramah ibu untuk Indonesia Maju. No woman should die while giving a life.
Ditulis oleh : dr. Sonny Fadli
Malang, 03 November 2019
Foto diambil dari : https://www.liputan6.com/citizen6/read/2393750/keterasingan-wanita-hamil-dalam-tarian-dari-tanah-papua