Feminisme: Sebagai Upaya Edukasi untuk Mencegah Pernikahan Dini

sonny xavier setiawan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jenderal Achmad Yani
Konten dari Pengguna
29 Mei 2024 7:26 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari sonny xavier setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernikahan dini atau pernikahan dibawah usia legal merupakan praktik pernikahan yang melibatkan pasangan dibawah umur atau salah satunya dibawah umur, kategori dibawah umur adalah ketika pasangan atau salah satu pasangan dibawah usia 19 tahun. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan Pasal 7 Ayat 1 dituliskan jika pernikahan hanya diizinkan apabila pasangan tersebut telah mencapai usia 19 tahun baik itu pria maupun wanitanya.
ADVERTISEMENT
Namun menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia ideal pernikahan adalah untuk perempuan minimal 21 tahun dan untuk pria minimal 25 tahun. Hal tersebut didasari pada kesiapan psikologi, mental dan risiko atas kesehatan atas kehamilan dini.
Pernikahan dini kerap terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah budaya yang masih konservatif, agama, sosial dan ekonomi, namun sering kali terjadi karena adanya masalah terkait hak anak dan ketidaksetaraan gender.
Dampak pernikahan dini ini cukup serius, salah satunya adalah ketika wanita masih dibawah usia 19 tahun kemudian melahirkan, maka itu berisiko untuk melahirkan bayi prematur. Selain itu juga Pernikahan dini akan berdampak pada kualitas keluarga yang rendah, baik secara sosial maupun secara ekonomi hingga akan bermuara paga kegagalan perkawinan atau perceraian.
Gambar ilustrasi seorang wanita dibawah umur dipaksa menikah (https://www.shutterstock.com/image-vector/child-who-married-early-age-leaves-2236053681)
Melansir data UNICEF, Indonesia menduduki peringkat ke-8 di dunia dengan jumlah pernikahan dini terbanyak, dan peringkat ke 2 di ASEAN sebagai negara dengan jumlah pernikahan dini terbanyak.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya dampak negatif dan angka pernikahan dini yang cukup tinggi, peran feminisme perlu memperjuangkan hak-hak perempuan untuk menentukan nasib mereka sendiri, termasuk dalam memilih untuk menikah atau tidak dan memilih usia pernikahan yang tepat bagi diri mereka sendiri, sangat penting dalam mengurangi pernikahan dini.
Feminisme dapat dijadikan media edukasi untuk mengurangi pernikahan dini, Dengan memberikan pendidikan yang lebih baik dan kesadaran tentang pentingnya hak-hak perempuan, perempuan dapat lebih matang secara fisik dan mental sehingga dapat mengurangi risiko komplikasi kesehatan reproduksi. Selain itu, pendidikan juga dapat membantu perempuan dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membangun karir yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kemudian feminisme juga memperjuangkan kesetaraan gender dan hak perempuan untuk menentukan keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. Begitupun dengan konteks pernikahan dini, feminisme menekankan pentingnya perempuan untuk memiliki kebebasan dalam membuat keputusan tentang kapan dan dengan siapa mereka ingin menikah. Hal ini dapat membantu mengurangi pernikahan dini yang dipaksa atau tekanan sosial dan mempromosikan hak-hak perempuan untuk menentukan nasib mereka sendiri serta membantu agar dapat terhindar dari paksaan maupun tekanan sosial.
ADVERTISEMENT
Feminisme sebagai upaya mencegah pernikahan dini di Indonesia dapat berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan dan mempromosikan hak-hak perempuan dalam menentukan nasib mereka sendiri. Dengan memperjuangkan hak-hak perempuan untuk menentukan nasib mereka sendiri, termasuk dalam memilih untuk menikah atau tidak dan memilih usia pernikahan yang tepat bagi diri mereka sendiri, feminisme dapat membantu mengurangi pernikahan dini yang dipaksa atau tekanan sosial dan mempromosikan hak-hak perempuan dalam menentukan nasib mereka sendiri.