Aborsi Dalam Retorika Hukum Indonesia: Bisakah Tidak Dipidana?

Sri Hartanti
An independent legal researcher and content creator at Sri Hartanti For Edu
Konten dari Pengguna
18 Februari 2024 0:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Hartanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi reformasi hukum kesehatan terkait aborsi | Sumber foto: freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi reformasi hukum kesehatan terkait aborsi | Sumber foto: freepik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Indonesia, pada dasarnya aborsi merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum. Aborsi bahkan termasuk dalam kualifikasi Tindak Pidana terhadap Nyawa pada KUHP 1946, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin pada KUHP 2023, dan Tindak Pidana di Bidang Kesehatan pada UU 17/2023.
ADVERTISEMENT

Aborsi Dalam Perspektif Hukum Indonesia

Aborsi merupakan perbuatan pidana yang selalu dilekatkan dengan sikap batin ‘sengaja’. Meski dalam beberapa Pasal penormaannya di KUHP 2023 dan UU 17/2023 tidak disebut secara eksplisit adanya sikap batin ‘dengan sengaja’, namun adanya Pasal 36 ayat (2) KUHP 2023 yang secara linear menegaskan bahwa “Perbuatan yang dapat dipidana merupakan Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan Tindak Pidana yang dilakukan karena kealpaan dapat dipidana jika secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang – undangan", dapat dipahami bahwa Tindak Pidana Aborsi pasti dilakukan ‘dengan sengaja’.
Dalam Penjelasan Pasal 463 KUHP 2023 dinyatakan bahwa tujuan kriminalisasi pasal perbuatan aborsi “... dimaksudkan untuk melindungi kandungan seorang perempuan. ...”. Selain itu, objek aborsi adalah kandungan seorang perempuan yang hidup. Jika yang diaborsi merupakan kandungan yang sudah mati, maka ketentuan pidana aborsi tidak berlaku. Ketentuan ini tidak diitikberatkan pada cara dan sarana apa saja yang digunakan untuk melakukan aborsi, namun diitikberatkan pada adanya akibat yang ditimbulkan berupa matinya kandungan seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Ketentuan pidana mengenai Tindak Pidana Aborsi tersebar dalam beberapa peraturan peraturan perundang – undangan berikut ini.

1. KUHP 1946 atau KUHP Lama: Keberlakuan Berakhir 01 Januari 2026

Pasal 346 KUHP Lama :
Pasal 347 KUHP Lama :
Pasal 348 KUHP Lama :
ADVERTISEMENT
Pasal 349 KUHP Lama :

2. KUHP 2023 atau KUHP Baru: Berlaku Efektif Mulai 02 Januari 2026

Pasal 463 KUHP Baru :
Pasal 464 KUHP Baru :
ADVERTISEMENT
Pasal 465 KUHP Baru :

3. UU 17/2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan 2023): Berlaku Efektif Mulai 08 Agustus 2023

Pasal 60 UU Kesehatan :
ADVERTISEMENT
Pasal 428 UU Kesehatan :
ADVERTISEMENT
Pasal 429 UU Kesehatan :
Dengan mengingat asas lex specialis derogat lex generalis (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum) dan lex posteriori derogat lex priori (hukum yang lebih baru mengesampingkan hukum yang lama), maka sekalipun dengan mempertimbangkan kondisi apakah pelaporannya diajukan dibawah rezim KUHP Lama maupun KUHP Baru, maka pelaporan atas adanya dugaan Tindak Pidana Aborsi dapat dijerat dengan dasar Pasal 60 jo. Pasal 428, 429 UU 17/2023.
ADVERTISEMENT

Komparasi Ketentuan Aborsi Dalam KUHP 1946, KUHP 2023, dan UU Kesehatan 2023

Berikut disajikan perbandingan ketentuan – ketentuan Pasal Tindak Pidana Aborsi dalam KUHP 1946, KUHP 2023, dan UU Kesehatan 2023, yang beberapa titik perubahan ancaman pidananya ditandai dengan warna kuning.
Tabel 1. Perbandingan Ketentuan Tindak Pidana Aborsi Dalam KUHP 1946, KUHP 2023, dan UU Kesehatan 2023 | Diolah oleh: Sri Hartanti
Secara garis besar, sub kualifikasi Tindak Pidana Aborsi itu sama. Hanya saja terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
Ilustrasi reformasi hukum kesehatan terkait aborsi | Sumber foto: freepik

Bisakah Aborsi Tidak Dipidana?

Bisa. Pertanyaan selanjutnya, dalam hal apa aborsi terhadap perempuan bisa tidak dipidana?. Pada hakikatnya, aborsi merupakan perbuatan yang dilarang oleh UU. Hanya saja, terdapat pengecualian dalam hal mana aborsi tidak dapat dipidana, jika :

1. Aborsi Dilakukan Karena Indikasi Kedaruratan Medis

Indikasi kedaruratan medis tersebut, meliputi :

2. Kehamilan itu Disebabkan Akibat Tindak Pidana Perkosaan maupun Tindak Pidana Kekerasan Seksual Lain, yakni Pemaksaan Pelacuran, Eksploitasi Seksual, dan/atau Perbudakan Seksual

Dengan catatan, usia kehamilan yang hendak diaborsi tidak melebihi 14 (empat belas) minggu.
Lebih lanjut, dalam Pasal 60 ayat (2) UU 17/2023 pada intinya menyatakan bahwa pelaksanaan aborsi dimaksud hanya dapat dilakukan :
ADVERTISEMENT
Jika perempuan yang melakukan aborsi tidak memenuhi kriteria yang dikecualikan oleh Pasal 60 UU 17/2023, maka perbuatannya dapat dijerat dengan Pasal 427 UU 17/2023 dengan ancaman pidana penjara maksimum 4 (empat) tahun.
Sedangkan dalam Pasal 429 ayat (3) UU 17/2023 disebut bahwa, jika aborsi dilakukan oleh Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban Tindak Pidana Perkosaan atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, maka tidak dipidana.
ADVERTISEMENT
Dasar Hukum :
UU 1/1946 atau KUHP 1946 (Lama), yang masih berlaku pada saat tulisan ini dibuat. [1]
UU 1/2023 atau KUHP 2023 (Baru), yang baru berlaku efektif 02 – 01 – 2026. [2]
UU 17/2023 atau UU Kesehatan 2023 (Baru). [3]
UU 12/2022 atau UU TPKS. [4]
PP 61/2014 atau PP Kesehatan Reproduksi (Lama), PP turunan UU 36/2009 atau UU Kesehatan (Lama) yang berlaku mutatis mutandis sepanjang tidak bertentangan dengan UU 17/2023 atau UU Kesehatan (Baru). [5]