Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Generasi Muda Sebagai Aktor Utama Sejarah Baru Pesta Demokrasi 2024
26 Mei 2023 8:53 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Diki Yakub Subagja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Momentum pemilihan umum (pemilu) serentak pada tahun 2024 merupakan pesta demokrasi bagi warga negara untuk menentukan nasib bangsa dan negara selama satu periodisasi kekuasaan pemerintahan di indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun dalam momentum tersebut, seringkali terjadi kesenjangan antara proses maupun hasil pemilihan yang dicita-citakan dengan pemilihan yang berlandaskan kepentingan segelintir kelompok tertentu.
Kesenjangan yang dimaksudkan adalah proses terwujudnya cita-cita demokrasi bangsa yang sudah digaungkan sejak era reformasi tahun 1998. Di mana jika kita merujuk ke pengertian dari demokrasi itu sendiri merupakan sistem politik yang menuntut suatu kekuasaan itu harus berada di tangan rakyat seolah-olah suara rakyat adalah suara tuhan.
Namun pada realitas yang terjadi saat ini, tentu sangat di perlukan rasionalisasi yang kritis mengenai sistem politik yang berada di tangan rakyat tersebut.
Contoh sederhananya, terdapat dalam sebuah pertanyaan "jika kekuasaan itu harus berada di tangan rakyat, lantas rakyat mana yang dimaksudkan?" maka, jawaban umum dari pertanyaan tersebut menimbulkan tendensi untuk melegitimasi bahwa rakyat yang mendominasi merupakan pemilik sah dari kekuasaan dari suatu sistem demokrasi.
Sehingga, dari fenomena tersebut terdapat sebuah celah berupa "angka" yang sering dimainkan oleh para aktor politik untuk mencapai tujuan politiknya. Jadi, barangsiapa dalam sebuah kontestasi demokrasi itu mendapatkan angka paling tinggi, maka dialah sang pewaris kursi.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya hal tersebut dalam suatu kontestasi politik demokrasi sah-sah saja. Namun, yang menjadi kajian kritisnya adalah bagaimana cara yang dilakukan oleh aktor politik untuk mendapatkan suara mayoritas rakyat dan kenapa mayoritas rakyat bisa menentukan pilihannya kepada aktor politik tersebut?
Hal itulah yang menurut penulis dapat menjadi tolok ukur idealisasi dari kontestasi sistem demokrasi. Dan, dari dua pertanyaan di atas, dapat membentuk suatu konsep hukum kausalitas yang akan menghasilkan gambaran seperti apa kondisi demokrasi yang terjadi.
Jika upaya "penyebabnya" dilakukan dengan cara yang tidak baik, tentu yang menjadi "akibatnya" akan menjadi tidak baik. Begitupun sebaliknya. Jadi, ada etika politik yang bermain di wilayah tersebut.
Etika Politik Sebagai Tolok Ukur
Jika para aktor politik dapat melakukan etika politik yang baik, maka sistem bahkan budaya demokrasi suatu bangsa secara perlahan akan ikut menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, jika para oknum aktor politik tidak melakukan etika politik yang baik, maka sistem dan budaya demokrasi suatu bangsa pun akan menjadi kurang baik.
ADVERTISEMENT
Apalagi dalam kontestasi politik di indonesia membutuhkan ongkos operasional yang tidak sedikit, maka tuntutan untuk mendapatkan suatu kemenangan politik seakan-akan menjadi harga mati. Sehingga, potensi para aktor politik melakukan tindakan yang tidak baik sangat tinggi.
Hal itulah yang sering terjadi dalam panggung kontestasi politik di negeri kita ini. Baik dari tingkat instansi pusat sampai instansi tingkat daerah. Ya, Ambisi meraih kursi membatalkan cita-cita demokrasi. Itulah budaya demokrasi yang hidup saat ini.
Dari peristiwa tersebut, lahirlah beberapa konsekuensi politik pada lapisan masyarakat seperti diferensiasi, polarisasi, rasialisasi, stratifikasi, dan lain-lain. Padahal itu sangat berbanding terbalik dengan cita-cita dari sistem politik yang telah di sepakati yaitu ikhtiar untuk menghidupkan ideologi dan konstitusi negara.
ADVERTISEMENT
Bonus Demografi Pemuda, Sinyal untuk Berperan?
Seharusnya, dari fenomena dinamika politik dalam sistem demokrasi saat ini bisa menjadi sinyal untuk para kelompok masyarakat terdidik khususnya generasi muda agar dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga persatuan bangsa dari prediksi konflik perpecahan sosial yang diakibatkan oleh ambisi para aktor politik dalam mendapatkan kursi kekuasaan.
Dalam menjalankan peran tersebut, banyak ikhtiar yang dapat dilakukan oleh kawula muda. Apalagi berbicara tentang momentum demokrasi 2024, kalangan usia muda dan produktif adalah calon pemilih terbanyak. Itu merupakan suatu potensi besar untuk mengoptimalkan peran tersebut.
Beberapa ikhtiar yang dapat dilakukan oleh kawula muda di antaranya yang pertama yaitu aktif memberikan edukasi tentang demokrasi kepada keluarga kerabat serta masyarakat setempat. Kedua, mengawal profesionalisme lembaga-lembaga pemilihan umum. Dan, ketiga mencegah praktik politik pragmatis dan politik pecah-belah yang dilakukan oleh para aktor politik.
ADVERTISEMENT
Langkah yang Menentukan
Menurut penulis sendiri, hal itu sangat mungkin untuk dilakukan oleh para generasi muda. Apalagi mengingat peran generasi muda sebagai ujung tombak suatu bangsa dan negara sendiri sangat relevan dalam menangani isu tersebut. Hal itu juga bisa menjadi catatan sejarah baru peran generasi muda di abad ini dalam memperbaiki kultur demokrasi indonesia.
Jadi, tinggal komitmen dari diri kita bersama dalam menyikapi isu tersebut mau seperti apa. Mari bersama-sama kita ciptakan sejarah baru dengan aktif menyiarkan literasi demokrasi ideal demi terwujudnya pesta demokrasi indonesia 2024 yang sehat dan membawa ke arah peradaban yang berkemajuan.
Paus Fransiskus wafat di usia 88 tahun pada Senin pagi (21/4) akibat stroke dan gagal jantung. Vatikan menetapkan Sabtu (26/4) sebagai hari pemakaman, yang akan berlangsung di alun-alun Basilika Santo Petrus pukul 10.00 pagi waktu setempat.