Konten Media Partner

Semangatnya Para Ibu di Kampung Cisuren Produksi Peralatan Rumah Tangga Tradisional

3 Januari 2018 19:01 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Semangatnya Para Ibu di Kampung Cisuren Produksi Peralatan Rumah Tangga Tradisional
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
SUKABUMIUPDATE.com - Hihid (kipas), boboko (bakul nasi), aseupan (tempat menanak nasi), ayakan (saringan) dan nyiru (tampah) pasti tak asing lagi didengar. Peralatan rumah tangga berbahan dasar kulit bambu yang dibuat dengan cara dianyam ini dipastikan ada di setiap dapur. Bisa jadi, peralatan itu dibuat oleh Ibu-ibu di Kampung Cisuren Desa Jaga Nukti Kecamatan Surade.
ADVERTISEMENT
Setiap hari, ibu di kampung Cisuren ini memproduksi setidaknya 300 buah anyaman dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kerajinan anyaman ini adalah keterampilan turun-menurun dari nenek moyang yang hampir berlangsung puluhan tahun.
Dari hasil kerajinan tangannya, para kaum ibu di kampung ini dapat memperoleh penghasilan yang lumayan untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Barang yang dibuat ini dijual ke pengepul dengan kisaran harga Rp 6 ribu hingga Rp 15 ribu.
"Saya senang dapat membantu suami mencari nafkah, alhamdullilah ada buat sehari hari," ucap Rosih (45 tahun) pada sukabumiupdate.com (3/1/2017).
"Alhamdulillah kegiatan kami positif setiap harinya, karena kami kumpul sambil menganyam,"sahut Titin (35 tahun).
Saat kaum ibu menganyam, para bapak mempunyai tugas mencari bambu dihutan sekitar desa, tak jarang mereka juga membelinya dari pemilik bambu dari desa tetangga.
ADVERTISEMENT
Peran pengepul sangat penting karena membantu pemasaran barang hasil produksi ke pasar-pasar tradisional.
"Alhamdullilah dalam pemasaran saya di bantu beberapa pedagang dari seluruh daerah di Kabupaten Sukabumi", ungkap Euis (45 tahun) pengepul kerajinan anyaman tersebut.
Kerajinan Anyaman ini sampai saat ini tetap mereka lestarikan di Kampung Cisuren. Selain untuk membantu perekonomian keluarga kerajinan ini juga mempertahankan kearifan lokal khas daerah.