Upah Minuman, Kisah Perempuan Pemanis Warung Wisata di Ujung Genteng

Konten Media Partner
13 Desember 2019 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para perempuan muda pelayan warung di Ujung Genteng Sukabumi | Sumber Foto:ISTIMEWA
zoom-in-whitePerbesar
Para perempuan muda pelayan warung di Ujung Genteng Sukabumi | Sumber Foto:ISTIMEWA
ADVERTISEMENT
SUKABUMIUPDATE.com - Keberadaan perempuan-perempuan muda “pemanis” warung-warung wisata di Ujung Genteng Sukabumi tidak berarti prostitusi. Mereka berharap upah dari komisi makanan dan minuman yang dibeli para tamu, memanfaatkan musim liburan akhir tahun di Ujung Genteng yang biasanya dikunjungi oleh banyak wisatawan.
ADVERTISEMENT
Kamis kemarin Pemerintah Kecamatan Ciracap kemarin melakukan pendataan identitas terhadap 21 perempuan muda yang bekerja di 14 warung di sepanjang kawasan pantai wisata Ujung Genteng. Pendataan dilakukan atas laporan warga yang menduga kedatangan banyak perempuan muda jelang akhir tahun dikhawatirkan jadi ajang prostitusi, berselubung warung wisata.
Kepada Kasie Trantib Kecamatan Ciracap, Tuba, sejumlah perempuan muda ini menolak disebut akan menjalankan praktik prostitusi. Mereka hanya memanfaatkan momen akhir tahun untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi keluarga.
“Sebagian besar memang sudah berkeluarga, ada anak dan suami. Mereka datang dari sejumlah desa di wilayah Pajampangan dan Cianjur selatan. Mengaku dapat izin dan suami dan keluarganya untuk bekerja menjadi pelayanan warung saat musim libur,” jelas Tuba kepada sukabumiupdate.com melalui sambungan telpon, Kamis malam kemarin (12/12/2019).
ADVERTISEMENT
Di warung yang menjajakan beragam makanan dan minuman ini, perempuan muda ini bertugas sebagai pelayan sekaligus kasir. “Mereka tidak diberi honor oleh pemilik warung, melainkan mendapatkan uang dari selisih harga makanan dan minuman yang mereka jual ke wisataan. Misalnya harga asli pemilik warung sekian, mereka tawarkan ke wisatawan sekian, selisihnya itu yang mereka kantongi,” sambung Tuba.
Selama bekerja di warung mereka tidak difasilitasi tempat tinggal. Biasanya mereka berkelompok menyewa kamar atau ruangan di banyak homestay atau rumah warga untuk beristirahat.
Tuba sempat mengumpulkan banyak informasi latar belakang dan profil pekerjaan yang akan dilakukan oleh para perempuan muda ini. “Mereka malah marah saat dibilang dugaan praktik prostitusi. Mereka mengaku sengaja berdandan agar wisatawan tertarik dan betah belanja di warung-warung tersebut.”
ADVERTISEMENT
Pendapatan perempuan muda ini lanjut Tuba sangat tergantung dari banyaknya transaksi makanan dan minuman yang terjual. Dari 21 perempuan muda yang didata oleh pihak kecamatan ini, tiga diantaranya masih dibawah umur dan sudah disarankan untuk pulang ke rumah masing-masing.
“Ada yang sudah pulang. Dan yang masih bertahan untuk bekerja kami himbau untuk tetap menjaga norma agama dan kesusilaan,” pungkas Tuba.