Santun dengan Pantun yang Kian Naik Daun

Sukmawati Amir
Analis Kebijakan Ahli Muda di Kemendesa, PDT, dan Transmigrasi
Konten dari Pengguna
19 Juli 2021 15:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sukmawati Amir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Moderator membuka acara webinar dengan berpantun. Koleksi penulis
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Moderator membuka acara webinar dengan berpantun. Koleksi penulis
ADVERTISEMENT
Saat membuka aplikasi sosial media, saya tertarik dengan salah satu potongan adegan yang ditayangkan di salah satu kanal televisi swasta nasional. Percakapan pemainnya cukup membuat saya terpingkal. Hal ini menginspirasi saya untuk menulis fenomena kian populernya pantun di keseharian kita.
ADVERTISEMENT
Pada segmen tayangan tersebut, salah satu pelawak kenamaan bertanya kepada rekannya “Kenapa banyak orang yang berlomba-lomba operasi plastik hanya karena mau cakep ya?”
“Padahal kan mau cakep itu gampang dan ga perlu keluar banyak duit kok, cukup jalan-jalan aja ke Pasar Minggu!”
“Kok ke Pasar Minggu?” tanya rekannya.
“Jalan-jalan ke Pasar Minggu..” mantan personel group lawak Patrio itu mengucapkannya dengan intonasi hendak berpantun.
“Cakep….!” timpal rekannya.
“Nah, kan cakep? Balasnya.
Hehehe… betul juga ya, pikir saya.

Istilah Pantun

Pantun termasuk salah satu karya sastra puisi Melayu klasik. Adapun penamaan pantun berbeda-beda di beberapa daerah di Nusantara. Pantun di Jawa Timur dan Jawa Tengah umumnya dikenal dengan nama parikan, di Banten dikenal dengan nama sisindiran atau sesebred. Di Jawa Barat ditemukan dalam bentuk nyanyian doger, di Surabaya dalam bentuk nyanyian ludruk, di Makassar dengan istilah kelong-kelong, seperti dijelaskan oleh Simanjuntak (1951).
ADVERTISEMENT
Pantun sendiri diartikan sebagai jenis puisi Melayu lama yang biasanya terdiri atas empat baris, berima akhir silang a-b-a-b, lirik pertama dan kedua berupa sampiran tidak mengandung makna dan hanya diambil rimanya saja untuk menyatakan maksud yang akan dikeluarkan pada lirik ketiga dan keempat, yang lazim disebut maksud (isi) pantun.

Penggunaan Pantun

Lahirnya pantun tidak lepas dari kebiasaan masyarakat Melayu untuk menggunakan kiasan. Dahulu pantun menggunakan pantun Melayu yang sulit dimengerti, lebih banyak berupa pantun nasihat. Saat ini, pantun lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia sehingga relatif mudah dipahami.
Pantun menjadi budaya dan adat istiadat di beberapa daerah, seperti halnya kita kenal di upacara adat perkawinan di Betawi yang menampilkan kesenian palang pintu dengan saling berbalas pantun antara perwakilan keluarga kedua mempelai dalam prosesinya. Muda mudi pun kerap mengapresiasikan perasaannya untuk saling merayu menggunakan pantun, baik berupa ungkapan maupun dalam bentuk lagu.
ADVERTISEMENT
Sisi jenaka acap kali ikut disisipkan pada beberapa jenis pantun, kita mengenalnya dengan pantun jenaka. Di pelajaran bahasa Indonesia pada beberapa jenjang pendidikan, guru kadang menugaskan muridnya untuk membuat pantun dengan tema tertentu. Ini tentunya sangat penting dalam pelestarian dan pengenalan pantun kepada generasi muda, sehingga karya seni ini tidak akan mudah dilupakan atau bahkan tergerus oleh zaman.
Saat ini pantun bukan hanya menarik minat di kalangan sastrawan atau seniman, bahkan sudah semakin popular sampai di kalangan pejabat publik. Di beberapa rapat atau seminar yang pernah saya ikuti di kantor pun, pantun kerap kali dijadikan ungkapan pembuka maupun penutup acara.
Seminggu lalu, Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi selaku moderator dalam acara Webinar Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 di lingkungan Kemendesa, PDT, dan Transmigrasi, juga menggunakan pantun pada saat pembukaan.
ADVERTISEMENT
Saat mempersilakan pembicara untuk pemaparan materi pun, pantun tak lupa beliau sematkan.
Cara santun dan cukup elok saya rasa. Di samping itu, suasana menjadi lebih cair dan tidak berkesan terlalu formal, sehingga peserta webinar merasa terhibur.
Tentunya, penggunaan pantun harus tetap menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada dan sarat akan makna, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh pendengarnya dengan baik dan dapat dipahami.