Konten Media Partner

Harimau Sumatera Kembali Mangsa Anak Lembu di Bahorok, Langkat

1 November 2019 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bangkai anak lembu milik warga yang dimangsa Harimau. Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Bangkai anak lembu milik warga yang dimangsa Harimau. Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
MEDAN | Pada Sabtu 26 Oktober 2019 pekan lalu, Jumingin kembali kehilangan lembunya karena dimangsa oleh si raja hutan.
ADVERTISEMENT
Lokasi penemuan bangkai anak lembu itu di Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok, Langkat.
Kali ini, giliran Amat harus kehilangan anak lembunya yang juga menjadi korban. Dengan demikian, dalam enam hari terjadi dua kasus Harimau Sumatera memangsa ternak warga di desa yang sama.
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah V Bahorok Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Palber Turnip, mengatakan kejadian kali ini berjarak sekitar 1 kilometer dari penemuan bangkai lembu milik Jumingin, dan 500 meter dari batas kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Dijelaskannya, Jumat pagi (1/11) pihaknya menerima laporan dari masyarakat bahwa lembunya diterkam harimau.
Pihaknya langsung mengecek ke lokasi, dan menemukan tulang belulang dan tengkorak lembu.
Sisa tulang belulang anak lembu yang ditemukan. Foto : Istimewa
Tulang belulang itu berserakan di beberapa titik di antara kebun kelapa sawit. Sementara tengkorak lembu tersebut sudah tinggal setengahnya. Bagian belakangnya tidak ditemukan. Kulitnya terkelupas dan dikerubungi lalat.
ADVERTISEMENT
"Kalau lihat kondisi bangkai, sekitar malam kemarin setelah bangkai yang sebelumnya sudah habis dimakan," katanya, Jumat petang (1/11/2019).
Bangkai yang sebelumnya habis dimakan itu adalah bangkai lembu milik Jumingin, lima hari sebelumnya. Dengan berulangnya kejadian yang sama, pihaknya bersama mitra dan masyarakat berada di lokasi untuk menenangkan warga.
Selain itu, pihaknya juga akan memasang camera trap untuk mengetahui apakah harimau yang memangsa anak lembu milik Amat ini merupakan satwa yang sama.
"Mengingat jaraknya hanya 1 kilometer dengan kejadian sebelumnya," ucapnya.
Petugas Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser memasang camera trap. Foto : Istimewa
Antisipasi pemburu harimau
Wildlife Trafficking Specialist dari Wildlife Conservation Society, Dwi Adhiasto, mengatakan peristiwa harimau menyerang ternak adalah hal normal.
"Jika harimau menyerang manusia, baru disebut anomali. Harimau, sama seperti halnya manusia, ketika ada mangsa yang mudah, dia tidak akan memilih mencari yang sulit," bebernya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, terjadinya konflik satwa harimau di suatu daerah dijadikan deteksi bagi pemburu.
Petugas dan pihak-pihak yang konsen dalam perlindungan satwa, harus bekerja keras untuk mengkondisikan warganya bahwa harimau adalah satwa yang harus dilindungi.
Pasalnya, masyarakat lah yang mengetahui masuknya pemburu. Sehingga masyarakat agar melaporkan adanya pemburu yang masuk ke kawasan.
"Meskipun bisa saja ada warga yang gemas dengan adanya harimau. Tapi masyarakat harus mengerti dan sepakat dulu bahwa harimau harus dilindungi," pungkasnya. | SUMUT NEWS