Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pada 11 Mei 2008, para fan Manchester City harus menyembunyikan muka mereka rapat-rapat. Bagaimana tidak? Lha wong, tim kesayangan mereka bisa-bisanya dibantai 8-1 oleh tim medioker bernama Middlesbrough , kok.
ADVERTISEMENT
Sekadar catatan, pada masa itu, The Citizens sudah tak miskin-miskin amat atau boleh dibilang berkecukupan. Injeksi dana dari pemilik baru kala itu, Thaksin Shinawatra, memungkinkan klub memboyong pemain macam Elano Blumer, Benjani Mwaruwari, hingga Martin Petrov.
Tak tanggung-tanggung, Man City juga merekrut Sven-Goeran Eriksson sebagai pelatih kepala. Awalnya, para fan boleh jadi antusias karena City dilatih oleh pelatih yang pernah membawa Lazio berjaya dan berpengalaman menukangi Timnas Inggris.
Namun ternyata, relasi antara pelatih asal Swedia itu dengan si pemilik klub yang merupakan pengusaha kaya raya-cum-politikus Thailand adalah biang keladi skor memalukan tersebut. Bagaimana ceritanya?
Jadi, begini. Awalnya, hubungan antara Eriksson dengan Shinawatra baik-baik saja. Kerja Eriksson pun cukup bagus karena sempat bisa membawa City menyodok ke tiga besar klasemen Premier League 2007/08.
ADVERTISEMENT
Lalu tiba-tiba, si eks Perdana Menteri 'Negeri Gajah Putih' menjadi bersikap dingin terhadap Eriksson. Menurut Eriksson, Shinawatra tak mengerti-mengerti amat soal sepak bola dan ajakannya untuk membicarakan rencana skuat musim depan mungkin membuatnya gerah karena itu jelas berkaitan dengan uang.
"Pada Maret, April, aku menyadari dia tak senang karena aku ingin berbicara tentang musim depan, untuk membuat tim lebih baik, tetapi dia selalu punya alasan dan tidak datang rapat," kisahnya kepada The Planet Football .
"Aku merasa performa kami sangat baik [pada musim itu], sebanding dengan uang yang dikeluarkan. Aku tahu tim itu baik-baik saja dan aku berpikir hendak melakukan yang lebih baik lagi di musim depan," lanjutnya.
Jadi, segala yang telah dianalisis dan dirapatkan secara internal oleh Eriksson bersama staf pelatih dan pemandu bakat menjadi sia-sia belaka. Sebab, Shinawatra enggeus emoh bicara dengannya.
Singkat cerita, hubungan antara Eriksson dan Shinawatra kian tak harmonis. Alhasil, itu berpengaruh kepada nasib jabatan Eriksson sebagai pelatih kepala Man City.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Eriksson sudah kelewat menjadi figur favorit pemain di ruang ganti. Bahkan, para fan pun senang atas kinerjanya. Akibatnya, muncul ide mogok main dari para pemain terhadap manajemen klub yang hendak memecat Eriksson.
"Aku ingat ketika itu kapten tim, Richard Dunne, datang ke kantorku dan berkata, 'Kami tidak ingin bermain.' Lalu, kujawab, 'Kita harus bermain. Kita harus profesional," kenang pelatih yang kini berusia 72 tahun itu.
Namun, apa boleh bikin? Eriksson tak mampu lagi membangkitkan gairah bermain skuat Man City di pekan terakhir Premier League 2007/08, hingga terjadilah kekalahan memalukan 8-1 dari Boro.
Dunne bahkan sudah diganjar kartu merah pada menit 15. Entah, dia sengaja atau tidak melanggar Tuncay Sanli di kotak penalti dalam laga di Riverside Stadium itu. Sisanya, pemain City lainnya bermain ogah-ogahan melawan tim yang kala itu bertengger di bawah 10 besar.
ADVERTISEMENT
Pada Juni 2008, Eriksson dan Manchester City benar-benar berpisah jalan. Satu hal yang paling menyesakkan Eriksson adalah Shinawatra tak memberinya alasan jelas kenapa hendak mengganti dirinya dengan pelatih lain.
----
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini .