Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kala Catenaccio Inter Milan Meredupkan Magi Dennis Bergkamp
10 Mei 2020 17:14 WIB
Tulisan dari Supersoccer tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Catenaccio adalah musuh besar Dennis Bergkamp. Baginya, strategi tersebut membuatnya tak mampu berbuat banyak ketika membela Inter Milan pada era 1990-an.
ADVERTISEMENT
Ketahuilah, La Beneamata sudah terbiasa dengan metode tersebut sejak, setidaknya, enam dekade silam. Bukan cuma Inter, bahkan sebagian besar klub-klub Italia, termasuk timnas, mengadopsi catenaccio.
Menerapkan garis pertahanan rendah, menumpuk pemain tipikal bertahan, membiarkan lawan menguasai bola, menyuruh sebagian besar pemain untuk turun ketika lawan menyerang, lalu menyergap balik lewat serangan balik cepat. Itulah sejumlah ciri khas catenaccio.
Dengan metode itu, Inter pernah berjaya pada era 1960-an kala dilatih Helenio Herrera. Tiga trofi Serie A, dua trofi European Cup (sekarang Liga Champions), dan 2 trofi Piala Interkontinental adalah bukti efektivitas catenaccio bagi Nerazzurri kala itu.
Inter masih menerapkan catenaccio pada era 1990-an, yang mana bukanlah strategi favorit Bergkamp--boleh dibilang, dia bahkan membencinya. Lalu, kenapa eks penyerang Timnas Belanda itu mau menerima pinangan hijrah ke Giuseppe Meazza pada 1993?
ADVERTISEMENT
David Winner dalam kolomnya di Four Four Two memaparkan jawaban Bergkamp terkait hal itu. Intinya, Inter mengumbar janji padanya bahwa mereka hendak mengubah filosofi bermain mereka. Akan tetapi...
"Mereka berkata, 'Kami akan bermain lebih ofensif'. Mereka melakukannya, tetapi hanya untuk satu bulan pertama! Bukan itu yang kuharapkan," ujar pemain yang diboyong Inter dari Ajax Amsterdam tersebut.
Sampai di sini, kalian mungkin berpikir bahwa keputusan mengubah gaya bermain ofensif kembali ke pragmatis adalah untuk menyelamatkan Inter--yang dinilai tak cocok dengan gaya bermain menyerang. Padahal, enggak juga.
Inter babak belur di kompetisi domestik. Mereka finis di urutan ke-13 Serie A dan tersingkir di perempat final Coppa Italia. Osvaldo Bagnoli sampai mesti dilengserkan manajemen dari jabatannya sebagai pelatih utama pada Februari 1994.
ADVERTISEMENT
Namun untungnya, pengganti pelatih kelahiran Milan itu, Giampiero Marini, mampu menyelamatkan muka Inter dengan membawa Giuseppe Bergomi dan kolega menjuarai Piala UEFA (sekarang Liga Europa). Jadi, enggak suram-suram amat.
Meski begitu, Marini sebetulnya tak banyak mengubah wajah Inter. Filosofinya tetap lebih menguatkan pertahanan dan mengandalkan serangan balik. Di dua leg final kontra Austria Salzburg itu pun, mereka memakai pakem dasar 5-3-2.
Bergkamp, yang kerap diplot sebagai nomor 9 atau second striker, sebetulnya sesekali bisa menunjukkan kebolehannya. Total, pria tingginya mencapai 188 cm itu mampu mencetak 18 gol pada musim tersebut, lebih banyak dari penggawa Inter lainnya.
Delapan gol di antaranya dicetak dia Piala UEFA. Jadi, meski tak mencetak gol di laga final, Bergkamp tetap layak dinobatkan sebagai topskorer bersama Edgar Schmitt (Karlsruher SC).
ADVERTISEMENT
Namun, itu tak membuat Bergkamp puas. Lha wong, dia mesti menunggu momentum serangan balik dulu baru bisa mendapat kesempatan mencetak gol.
Dirinya juga lebih mengandalkan tembakan jarak jauh atau solo run saat mencetak gol. Atau malah, sepakan penalti. Pada musim berikutnya juga begitu, dengan jumlah gol yang lebih sedikit: Empat gol di lintas ajang.
"Di akhir musim keduaku di Inter, Massimo Moratti (Presiden Inter kala itu) berkata, 'Akan ada perubahan, tolong tetap stay'. Aku memutuskan untuk tidak menunggu. Namun, tidak ada perasaan buruk," jelas Bergkamp.
Ya, intinya pria yang lahir di Ibu Kota Belanda itu sudah gerah, enggak tahan sama permainan defensif. Ketika Arsenal meminatinya, Bergkamp langsung antusias. Singkat cerita, dia menjadi bagian dari keluar besar 'Meriam London' pada musim panas 1995.
ADVERTISEMENT
Enggak enaknya, Moratti dikabarkan sempat mengatakan hal tidak enak pada Bruce Rioch (pelatih Arsenal musim itu) tentangnya. Kata Moratti, "Anda akan beruntung jika Bergkamp mampu mencetak 10 gol untuk Anda!".
Meski begitu, Bergkamp mengaku tak pernah punya masalah dengan Moratti atau pemain Inter lainnya. Dia bahkan tak menyesal pernah punya pengalaman bermain di Italia.
"Italia bagus untuk perkembanganku. Aku belajar menjadi lebih profesional, belajar bermain melawan dua atau tiga pemain bertahan, dan bermain dengan pemain yang bermain untuk diri mereka sendiri dan bukan untuk tim," katanya.
"Sebenarnya, aku cocok dengan mereka. Ada sejumlah pemain yang telah berada di sana selama 10 atau 15 tahun; Bergomi, [Riccardo] Ferri, dan [Sergio] Battistini contohnya. Mereka semua sangat baik kepadaku. Aku juga berhubungan baik dengan Nicola Berti. Aku tak pernah punya masalah dengan siapapun," lanjutnya.
Sebenarnya ada, sih, pemain yang tak akur dengannya. Dia adalah Ruben Sosa, penyerang asal Uruguay yang dinilai Bergkamp tak bisa bekerja sama dengan baik dengannya.
ADVERTISEMENT
"Mungkin dia sedikit membenciku, kami tidak pernah 'ngeklik' di lapangan. Di luar lapangan, kami tidak punya masalah sama sekali," jelasnya.
Pada akhirnya, Dennis Bergkamp bisa kembali gemilang di Arsenal. Sentuhan magisnya menuntun klub asal London Utara itu merengkuh berbagai trofi juara. Hari ini, 10 Mei 2020, dia berulang tahun yang ke-51. Semoga sukses selalu!
---
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini.