Konten dari Pengguna

Kisah George Weah: Kala Nila Setitik Tak Mampu Merusak Susu Sebelanga

Supersoccer
Situs web sepak bola terlengkap menampilkan berita sepak bola internasional, preview highlights pertandingan ligaEropa, klub dan pemain, statistik pertandingan.
17 Mei 2020 16:49 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Supersoccer tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
George Weah saat berseragam AC Milan. Foto:  Claudio Villa /Allsport via Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
George Weah saat berseragam AC Milan. Foto: Claudio Villa /Allsport via Getty Images
ADVERTISEMENT
Hingga stori ini dinaikkan, George Weah masih tercatat sebagai satu-satunya pesepak bola Afrika yang pernah memenangi Ballon d'Or. Eks bintang Timnas Liberia itu memenanginya pada 1995.
ADVERTISEMENT
Namun, tahukah kalian? Ada penghargaan individual lain yang pernah dimenangi oleh penyerang legendaris AC Milan dan Paris Saint-Germain itu, lho, yakni FIFA Fair Play Award 1996.
Kalian harus tahu, Fair Play Award adalah penghargaan dari FIFA untuk mereka (pemain, tim, suporter, atau bahkan federasi sepak bola) yang dinilai layak dijadikan panutan dalam mempromosikan semangat sportivitas dan belas kasih di sepak bola.
Lantas, kebaikan apa yang yang telah dilakukan Weah, sehingga dia dianggap layak menggamit penghargaan yang pertama kali ada pada tahun 1987 tersebut?
FIFA Committee for Security and Fair Play memutuskan Weah layak memenanginya dalam sebuah pertemuan di Zurich, Swiss. Pemain yang mengawali kariernya di Eropa bersama AS Monaco itu dinilai berkontribusi besar terhadap memungkinkannya Timnas Liberia bermain di kualifikasi Piala Dunia 1998.
ADVERTISEMENT
Padahal waktu itu, Liberia sedang dilanda perang saudara. Namun, berkat kontribusi Weah, timnas negaranya bisa berkesempatan mengadu nasib untuk memperjuangkan diri bermain di Piala Dunia yang dihelat di Prancis itu.
George Weah. Foto: ANNE-CHRISTINE POUJOULAT / AFP
"Kami memilih George Weah bukan hanya karena kebaikan hatinya dalam menunjukkan cinta sejati pada permainan, tetapi juga karena profil tinggi dan popularitasnya telah memproyeksikan pesan fair play kepada publik luas," kata Ketua Komite, Lennart Johansson di situs resmi FIFA.
Meski begitu, pada akhirnya, Liberia gagal lolos Piala Dunia 1998. Apa boleh bikin? Pemain Timnas Liberia yang berstatus bintang kelas dunia cuma Weah. Sisanya, pemain-pemain Timnas Liberia lebih banyak bermain di liga lokal.
Ada juga, sih, pemain lain yang main di luar negeri. Contohnya: Christopher Wreh dan Kelvin Sebwe yang membela AEK Athens (Yunani), Mass Sarr Jr. yang memperkuat Reading (Inggris), hingga James Debbah--sepupu Weah--yang bermain untuk Ankaragucu (Turki).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ayolah, nama-nama tadi tak ada yang bisa menyamai level Weah. Omong-omong, pencinta sepak bola di Bontang dan Raja Ampat harusnya tak asing dengan nama pemain Liberia yang disebut terakhir, ya.
George Weah saat berseragam AC Milan. Foto: Claudio Villa /Allsport via Getty Images
Sebenarnya, kalau mau, Weah tak perlu repot-repot mendorong Liberia untuk bisa tampil di kompetisi internasional. Weah bisa saja, lho, membela Timnas Prancis karena dia sebelumnya sudah lama berkarier di sana (1988-1995).
Namun, Weah ogah. Maunya bela Timnas Liberia saja. Salut.
George Weah sekarang adalah Presiden Liberia. Foto: REUTERS/Thierry Gouegnon
Meski begitu, karier Weah sebenarnya enggak lempeng-lempeng saja. Publik pernah dikejutkan oleh pengakuan dari pesepak bola FC Porto, Jorge Costa, ihwal Weah.
Pemain Portugal itu mengaku disakiti secara fisik oleh Weah. Waduh.
Jadi, usai laga AC Milan vs FC Porto di Liga Champions pada 20 November 1996, kameramen TV menangkap gambar di area tunnel stadion yang memperlihatkan hidung Costa berdarah. Kepada media, dia mengaku hidungnya dibuat patah oleh Weah.
ADVERTISEMENT
Weah lalu mengonfirmasi bahwa dia refleks melakukan itu karena mendapat provokasi berbau rasialisme dari Costa. Gara-gara itu, Weah, yang sebetulnya bukan pemain banyak tingkah, disanksi enggak boleh main di 6 laga kompetisi Eropa.
Lalu, apa sanksi buat Costa? Enggak ada. Sebab, UEFA tidak menemukan bukti sahih adanya perlakuan rasialisme itu. Bahkan, rekan setim Weah juga enggak melihat adanya tindak rasialisme itu. Di mana keadilan?
Susah juga. Kalau bicara rasialisme, sampai sekarang pun, itu masih menjadi masalah di banyak negara, khususnya Italia.
Romelu Lukaku juga pernah jadi korban rasialisme di Serie A. Foto: Reuters/Daniele Mascolo
Sekadar informasi, insiden itu terjadi hanya selang 12 hari usai Weah dianugerahi FIFA Fair Play Award. Namun, insiden itu tak serta merta membuat penghargaannya ditarik.
Jadi, ternyata ada kalanya nila setitik tak mampu merusak susu sebelanga. Itu berlaku juga untuk George Weah.
ADVERTISEMENT
---
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini.