Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Melihat Ashley Young, Teringat Paul Ince
18 Januari 2020 15:16 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ya, eks pemain Aston Villa itu meninggalkan ingar-bingar Premier League menuju Serie A . Young resmi mengikuti jejak Gerry Hitchens dan Paul Ince sebagai pemain Inggris yang merapat ke kubu Nerazzurri.
Secara khusus, Young mengaku ingin mengikuti jejak nama eks pemain yang disebut terakhir. Sosok kelahiran Stevenage itu berhasrat ingin memenangkan banyak trofi bersama Inter.
"Paul Ince adalah legenda. Jika saya bisa mengikuti jejaknya, itu akan membuat saya sangat bahagia. Semuanya berjalan dengan baik. Kami berharap bisa membuat para penggemar senang dan memenangi banyak trofi," ujar Young kepada Inter TV.
Namun, kalau bicara soal Paul Ince, sosok kelahiran London itu sebenarnya tidak mau dijual ke Inter pada 1995. Ince saat itu tidak seperti Young, yang hanya tinggal menikmati senja kala kariernya bersama klub lain, melainkan Ince pada waktu itu masih 28 tahun, masih usia emas.
ADVERTISEMENT
Ince adalah figur idola penggemar Manchester United. Selama membela The Red Devils pada periode 1989-1995, pemain berjuluk Guv’nor --kependekan dari The Governor-- itu menjadi andalan di lini tengah. Bryan Robson hingga Roy Keane adalah mitranya di lapangan.
Akan tetapi, Sir Alex Ferguson menjualnya ke Inter. Sebagian orang menyebut keputusan pria Skotlandia itu sebagai keputusan yang kejam.
“Saya tidak ingin [pergi]. Saya tidak menjual [diri sendiri] ke Inter. Saya adalah orang yang tadinya akan menandatangani kontrak empat tahun, membeli rumah di Bramhall (wilayah pinggiran Greater Manchester), dan menempatkan anak-anak saya di sekolah," kata Ince, dilansir Thesefootballtimes.
"Itu (menjualku ke Inter) adalah keputusan United. Saya memiliki enam tahun yang luar biasa. Saya adalah bagian dari gelar [Liga Inggris ] pertama dalam 26 tahun. Saya memberikan darah, keringat, dan air mata, semuanya, seperti yang saya lakukan untuk setiap klub tempat saya bermain,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ya, sosok kelahiran 21 Oktober 1967 itu berkontribusi atas raihan gelar Premier League perdana Manchester United pada musim 1992/93. Itu menjadi momen buka puasa gelar liga level teratas Inggris bagi 'Iblis Merah' karena sebelumnya mereka terakhir menjuarainya pada 1966/67.
Ince juga membantu Manchester United memenangkan gelar yang sama semusim berselang. Selain itu, alumni akademi West Ham United ini juga berkontribusi atas raihan gelar dua Piala FA , satu Piala Liga Inggris , tiga Charity Shield, satu Piala Winners, dan satu Piala Super UEFA .
Katanya, sih, alasan Sir Alex menjual Ince adalah karena Ince tampak terlalu arogan di menjelang akhir kariernya bersama Manchester United. Julukan Guv’nor itu pun katanya adalah julukan yang dibuat Ince sendiri.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Sir Alex juga melihat bahwa Ince bukan pemain yang cukup taktis. Bagi manajer legendaris Manchester United itu, Ince bukanlah sosok yang krusial-krusial amat bagi skuatnya dari segi taktikal.
“Paul Ince telah mencapai usia kedewasaan dan omong kosong Guv’nor itu seharusnya ditinggalkan di kotak mainannya," ujar Sir Alex, dilansir Thesefootballtimes.
"Permainannya di lapangan membuat saya khawatir. Dia sering maju, tetapi tidak kembali dengan cukup cepat [saat transisi bertahan] dan sangat jelas bahwa dia benar-benar terlena," lanjutnya.
Ya, sudahlah. Setiap orang pasti punya versinya masing-masing. Baik Ince maupun Sir Alex pasti memiliki sisi di mana mereka merasa paling benar.
Terlepas dari itu, bagaimana performa Ince bersama Inter? Well, sebenarnya, sih, Ince tampil baik untuk La Beneamata: 73 kali turun laga dan mencetak 13 gol selama dua musim (1995-1997).
ADVERTISEMENT
Ince menjadi figur favorit penggemar Inter, terutama Curva Nord. Massimo Moratti yang menjabat sebagai Presiden Inter pada waktu itu juga menyukainya.
Kalaupun ada yang membikinnya tak betah di Italia adalah perilaku rasialisme yang ditujukan kepadanya. Well, masalah rasialisme di Serie A memang sudah ada sejak dulu.
Musim ini pun Romelu Lukaku dan Chris Smalling sudah merasakannya. Young juga tampaknya harus menyiapkan mental jika perlakuan rasialis juga menimpanya --tentu kita tak berharap itu terjadi.
Sosok Roy Hodgson --yang juga orang Inggris-- selaku pelatih Inter waktu itu dinilai sebagai sosok yang mampu menenangkan Ince. Inter asuhan Hodgson nyaris memenangkan satu gelar, yakni Piala UEFA --sekarang Liga Europa .
Sayang, pada final musim 1996/97, Inter kalah adu penalti dari wakil Bundesliga , Schalke 04 . Hodgson memilih tidak memperpanjang masa jabatannya, meski Moratti sudah berusaha menahan.
ADVERTISEMENT
Ince pun memilih keluar, bergabung dengan Liverpool, meninggalkan rimba Serie A tanpa satu pun trofi juara. Apakah Ashley Young bakak bernasib serupa atau lebih mujur? Kita lihat saja.
---
Mau nonton bola langsung di Inggris? Ayo, ikutan Home of Premier League . Semua biaya ditanggung kumparan dan Supersoccer , gratis! Ayo buruan daftar di sini . Tersedia juga hadiah bulanan berupa Polytron Smart TV, langganan Mola TV , dan jersey original.