Robbie Fowler

Mengenang 'Spice Boys' Liverpool: Yang Penting Gaya, Jago Belakangan

Supersoccer
Situs web sepak bola terlengkap menampilkan berita sepak bola internasional, preview highlights pertandingan ligaEropa, klub dan pemain, statistik pertandingan.
20 Desember 2019 17:15 WIB
comment
99
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Robbie Fowler saat membela Liverpool. Foto: Ross Kinnaird/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Robbie Fowler saat membela Liverpool. Foto: Ross Kinnaird/Getty Images
ADVERTISEMENT
Di era 1990-an, Manchester United punya 'The Class of 92'. Ini adalah sebutan untuk enam pesepak bola muda yang turut berkontribusi menyumbangkan banyak trofi buat Manchester United.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah David Beckham, Nicky Butt, Gary Neville, Phil Neville, Ryan Giggs, dan Paul Scholes. Pencapaian mereka yang paling terpopuler adalah treble winner musim 1998/99.
Oke, ada yang bilang bahwa bukan 'The Class of 92' yang memberikan trofi juara buat 'Iblis Merah', melainkan pemain yang lebih senior macam Denis Irwin, Eric Cantona, hingga Peter Schmeichel. Tapi seenggaknya, kita tahu mereka ada di sana.
David Beckham (kanan) saat masih membela Manchester United. Foto: gettyimages
Eiitss… Tapi jangan salah. Bukan cuma Manchester United yang punya generasi sensasional pada era 1990-an. Liverpool juga punya. Namanya 'Spice Boys'.
Apa itu 'Spice Boys'? Well, yang pasti bukan ‘cowok-cowok pedes’ apalagi ‘cabe-cabean’.
'Spice Boys' adalah julukan yang diberikan oleh media-media Inggris untuk sekumpulan pemain Liverpool yang dinilai punya kehidupan glamor alias suka kemewahan. Siapa mereka?
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Robbie Fowler, Jamie Redknapp, David James, Steve McManaman, dan Jason McAteer. Selain mereka, nama Stan Collymore dan Paul Ince juga termasuk dalam ‘geng’ ini.
Robbie Fowler, pentolan 'Spice Boys' Liverpool. Foto: Ross Kinnaird/Getty Images
Media Inggris pertama yang menerbitkan berita dengan istilah 'Spice Boys' di dalamnya adalah Daily Mail. Kata itu pertama muncul saat mereka memberitakan isu asmara antara Robbie Fowler dengan salah satu personel grup 'Spice Girls', yakni Baby Spice alias Emma Bunton.
Dari situ, media-media lain mulai ikut-ikutan memakai istilah 'Spice Boys' saat membuat berita seputar gaya hidup para pemain Liverpool yang disebutkan di atas. Tapi, hal ini sebenarnya agak miris.
Emma Bunton. Foto: Wikimedia Commons/Rita Saha
Jika 'The Class of 92' lebih disorot karena prestasinya, 'Spice Boys' lebih jadi pusat perhatian karena gaya hidup mewah yang tak ubahnya selebritas kondang. Mulai dari pesta, mobil mewah, ketenaran, gaya rambut kekinian, hingga rumor seputar asmara.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, pada tahun 1990-an itu, prestasi Liverpool lagi jeblok-jebloknya. Sejak terakhir kali menjuarai First Division pada musim 1989/1990, tercatat The Reds hanya mampu memenangkan satu Piala FA dan satu Piala Liga hingga akhir musim 1999/2000.
Artinya, 'Spice Boys' adalah orang-orang yang cuma menang gaya, tapi hanya sedikit koleksi pialanya. Hidupnya mewah, tapi prestasi kagak “wah”. Muka ganteng, tapi prestasi anteng. Sensasi disebar-sebar, tapi prestasi ambyar!
Fowler yang tajam namun kontroversial. Foto: Ross Kinnaird/Getty Images
Salah satu hal paling sensasional yang pernah dilakukan ‘geng’ ini adalah mereka pernah kompak mengenakan setelan jas putih Armani saat hendak bertanding di final Piala FA 1996. Bahkan enggak cuma mereka, seluruh skuat Liverpool pun ikut-ikutan.
Beberapa jam jelang laga dimulai, mereka sudah unjuk gaya di lapangan Stadion Wembley bak supermodel nyasar. Ini mau main sepak bola apa mau jadi bridesmaid, sih?
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, di final itu, mereka kalah tipis 0-1 dari Manchester United. Gol Eric Cantona pada menit 85 menegaskan bahwa ganteng aja enggak cukup buat modal jadi juara.
Lucunya, 12 tahun usai kekalahan itu, Fowler bilang begini ke Daily Mirror, “Orang-orang masih mengingatkan saya tentang jas putih pada waktu itu. Jika kami memenangi final itu, tidak ada yang akan membicarakannya, tetapi kami kalah dan malah menjadi terkenal.”
Luar biasa Robbie Fowler ini. Yang penting gaya dulu, jago belakangan. Yang penting keren dulu, menang kapan-kapan. Mantaplah! (Jangan) ditiru, ya, guys!
Menyusul kepergian manajer Roy Evans pada tahun 1998, yang digantikan oleh Gerard Houllier, mayoritas anggota 'Spice Boys' perlahan-lahan mulai dijual klub. Ada sebagian yang tetap tinggal, tapi mendapat tekanan yang lebih besar untuk tampil lebih baik.
ADVERTISEMENT
Barulah pada musim 2000/01, Liverpool kembali merengkuh beberapa prestasi bergengsi dalam satu musim: Piala UEFA, Piala FA, Piala Liga Inggris. Fowler punya sumbangsih terhadap gelar-gelar ini, juga untuk trofi Piala Super UEFA 2001.
Firmino, Mane, Salah merayakan gol Liverpool. Foto: Action Images via Reuters/Jason Cairnduff
Kalau sekarang, eranya sudah beda. Liverpool sekarang lagi jago-jagonya. Trio Mohamed Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane bukan tipe pemain yang banyak gaya.
Mereka betulan jago, saling bergantian mencetak gol dan juga assist. Kedalaman skuat lini per lini juga bagus. Hasilnya, trofi Liga Champions berhasil direngkuh musim lalu.
Musim ini, Liverpool menatap trofi Premier League, dan Liga Champions lagi kalau bisa. Namun yang terdekat adalah gelar juara Piala Dunia Antarklub.
Apakah skuat asuhan Juergen Klopp bisa mengamankan semua trofi itu? Yah, semoga enggak kepeleset lagi saja.
ADVERTISEMENT
---
Mau nonton bola langsung di Inggris? Ayo, ikutan Home of Premier League. Semua biaya ditanggung kumparan dan Supersoccer, gratis! Ayo buruan daftar di sini. Tersedia juga hadiah bulanan berupa Polytron Smart TV, langganan Mola TV, dan jersey original.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten