Konten dari Pengguna
Fenomena Perusahaan dan Aksi Nyata Menanggulangi Perubahan Iklim
23 September 2025 20:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
Kiriman Pengguna
Fenomena Perusahaan dan Aksi Nyata Menanggulangi Perubahan Iklim
Perusahaan kini dituntut beraksi menghadapi perubahan iklim: efisiensi energi, energi terbarukan, daur ulang, dan green supplysuwito
Tulisan dari suwito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim kini bukan lagi sekadar topik diskusi di ruang konferensi internasional. Dampaknya sudah nyata terasa dalam kehidupan sehari-hari—mulai dari suhu bumi yang terus meningkat, cuaca ekstrem, banjir yang datang di luar musim, hingga kekeringan panjang yang mengganggu sektor pertanian. Bagi dunia usaha, perubahan iklim menjadi tantangan besar sekaligus peluang untuk bertransformasi. Perusahaan, baik skala besar maupun UMKM, tidak lagi bisa memandang isu ini sebagai masalah lingkungan semata. Ia telah menjadi faktor strategis yang memengaruhi keberlangsungan bisnis, kepercayaan konsumen, hingga akses pendanaan.

Fenomena di Dunia Perusahaan
ADVERTISEMENT
Di era krisis iklim, perusahaan menghadapi berbagai fenomena yang memaksa mereka untuk berubah. Pertama, regulasi pemerintah semakin ketat. Di Indonesia, kebijakan seperti pajak karbon, kewajiban pelaporan emisi gas rumah kaca, dan standar lingkungan mulai diberlakukan. Negara-negara mitra dagang pun menuntut standar serupa, sehingga perusahaan yang mengabaikan isu iklim berisiko kehilangan pasar dan terkena sanksi. Regulasi ini menjadi alarm bahwa keberlanjutan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Kedua, tuntutan konsumen semakin tinggi. Generasi muda, yang kini mendominasi pasar, semakin peduli pada produk dan merek yang ramah lingkungan. Mereka lebih memilih produk dengan kemasan dapat didaur ulang, bahan baku berkelanjutan, dan proses produksi yang transparan. Perusahaan yang tidak memenuhi ekspektasi ini akan tertinggal dan ditinggalkan konsumen yang semakin kritis.
ADVERTISEMENT
Ketiga, tekanan investor semakin kuat. Di tingkat global, investor kini menilai kinerja perusahaan bukan hanya dari sisi laba, tetapi juga dari komitmen pada prinsip ESG (Environmental, Social, Governance). Perusahaan dengan jejak karbon tinggi dan praktik bisnis yang merusak lingkungan dianggap berisiko tinggi sehingga sulit mendapatkan pendanaan. Bahkan bank dan lembaga keuangan mulai menerapkan kebijakan hijau yang membatasi pembiayaan bagi bisnis yang tidak ramah lingkungan.
Keempat, gangguan operasional akibat perubahan iklim semakin sering terjadi. Banjir, badai, dan kekeringan mengancam rantai pasok, meningkatkan biaya produksi, dan menimbulkan risiko kerugian besar. Perusahaan di sektor pertanian, energi, transportasi, dan manufaktur adalah yang paling rentan. Perubahan pola cuaca memengaruhi ketersediaan bahan baku, stabilitas harga, dan jadwal distribusi. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk memiliki rencana adaptasi yang matang agar bisnis tetap berjalan
ADVERTISEMENT
Fenomena-fenomena ini menegaskan bahwa krisis iklim bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga masalah bisnis. Perusahaan harus bergerak cepat agar tetap relevan dan kompetitif di tengah perubahan global
Aksi Nyata Perusahaan
Dalam menghadapi tantangan ini, banyak perusahaan mulai mengambil langkah konkret untuk menanggulangi perubahan iklim. Salah satu aksi paling umum adalah efisiensi energi. Perusahaan mengganti peralatan produksi dengan mesin hemat listrik, memanfaatkan teknologi pintar untuk mengurangi emisi transportasi, dan mengoptimalkan logistik agar lebih efisien. Langkah sederhana seperti mengganti lampu ke LED atau menggunakan pendingin hemat energi dapat menekan biaya sekaligus mengurangi jejak karbon.
Selain itu, semakin banyak perusahaan beralih ke energi terbarukan. Penggunaan panel surya, turbin angin, dan pembelian listrik dari sumber energi hijau kini menjadi pilihan strategis. Di beberapa negara, investasi energi terbarukan tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga menjadi sumber penghematan jangka panjang karena biaya energi fosil cenderung naik dari tahun ke tahun.
ADVERTISEMENT
Perusahaan juga gencar menerapkan manajemen limbah dan program daur ulang. Limbah produksi diolah kembali menjadi bahan baku baru, sementara kemasan sekali pakai digantikan dengan material ramah lingkungan. Praktik ini tidak hanya mengurangi beban lingkungan, tetapi juga membuka peluang inovasi produk. Misalnya, kemasan berbahan dasar tebu, plastik biodegradable, atau produk fesyen dari limbah plastik kini semakin diminati.
Langkah lain yang tak kalah penting adalah membangun green supply chain. Perusahaan mulai selektif memilih pemasok yang memiliki sertifikasi lingkungan dan mematuhi standar keberlanjutan. Pendekatan ini menciptakan efek berantai karena mendorong seluruh rantai pasok untuk bertransformasi menjadi lebih ramah lingkungan.
Selain itu, banyak perusahaan menerbitkan laporan keberlanjutan atau sustainability report. Laporan ini menampilkan data transparan mengenai emisi karbon, penggunaan energi, pengelolaan limbah, hingga dampak sosial perusahaan. Transparansi ini menjadi bukti komitmen terhadap lingkungan sekaligus alat komunikasi yang efektif untuk menarik investor, konsumen, dan mitra bisnis.
ADVERTISEMENT
Contoh Praktik yang Menginspirasi
Sejumlah perusahaan besar telah menjadi pionir dalam aksi menanggulangi perubahan iklim. Unilever, misalnya, berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca di seluruh rantai pasok dan menerapkan prinsip zero deforestation. Perusahaan ini juga mengembangkan produk dengan kemasan daur ulang dan mengedepankan proses produksi yang efisien energi.
Di sektor otomotif, Tesla menjadi simbol transformasi hijau dengan fokus pada kendaraan listrik yang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Produk Tesla tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga mendorong perubahan industri otomotif global menuju teknologi yang lebih bersih.
Di Indonesia, Danone menjalankan program pengelolaan limbah plastik, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan berinvestasi pada energi terbarukan di pabrik-pabriknya. Langkah ini menjadi contoh nyata bahwa perusahaan multinasional di tanah air pun mampu berperan aktif dalam mitigasi iklim.
ADVERTISEMENT
Tak hanya perusahaan besar, pelaku UMKM juga ikut ambil bagian. Salah satunya WitoHandmade, sebuah usaha kreatif yang memproduksi tas dan dompet dari kemasan plastik bekas. Dengan memanfaatkan limbah rumah tangga, WitoHandmade tidak hanya membantu mengurangi tumpukan sampah plastik, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan menciptakan nilai ekonomi dari barang yang sebelumnya dianggap tidak berguna.
Investasi untuk Masa Depan
Perubahan iklim memang menghadirkan tantangan besar, namun juga membuka peluang bisnis yang menjanjikan. Perusahaan yang mampu beradaptasi dengan cepat akan menikmati manfaat jangka panjang: efisiensi biaya, loyalitas konsumen, akses pendanaan yang lebih luas, dan reputasi merek yang lebih kuat. Sebaliknya, perusahaan yang menunda aksi hijau berisiko tertinggal dalam persaingan global.
Pada akhirnya, aksi perusahaan dalam menanggulangi perubahan iklim bukan hanya bentuk tanggung jawab sosial, tetapi juga investasi masa depan. Semakin banyak perusahaan yang bergerak, semakin besar pula harapan kita untuk bumi yang lebih sehat, ekonomi yang berkelanjutan, dan generasi mendatang yang dapat menikmati lingkungan yang layak huni. Kini saatnya dunia usaha membuktikan bahwa keberlanjutan bukan sekadar slogan, tetapi sebuah komitmen nyata untuk menjaga bumi tetap lestari
ADVERTISEMENT

