Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Makkah & Madinah: Kota Suci, Magnet Ekonomi, & Inspirasi Wisata Religi Indonesia
30 Maret 2025 12:04 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dua kota suci dalam Islam, Makkah dan Madinah, tidak hanya menyimpan makna spiritual yang mendalam, tetapi juga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis keagamaan yang luar biasa. Makkah dikenal sebagai tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW dan lokasi Ka'bah yang menjadi kiblat umat Islam. Sementara Madinah adalah kota hijrah Nabi, tempat berdirinya masyarakat Islam pertama yang tertata. Secara demografis, keduanya mengalami lonjakan populasi dan kunjungan luar biasa, khususnya pada musim haji dan umrah, dengan jutaan jamaah dari seluruh dunia datang setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Transformasi Makkah dan Madinah menjadi kota religius modern telah diiringi oleh investasi besar-besaran dalam infrastruktur, perhotelan, transportasi, dan teknologi layanan publik. Pemerintah Arab Saudi melalui Visi 2030 menjadikan pariwisata religius sebagai salah satu sumber diversifikasi ekonomi. Hotel bintang lima, pusat perbelanjaan, dan jaringan kereta cepat seperti Haramain High-Speed Railway menjadi simbol keterpaduan antara pelayanan ibadah dan pembangunan ekonomi.
Potensi ekonomi dari wisata religi ini sangat besar. Menurut data Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, lebih dari 18 juta jamaah umrah datang setiap tahun, dan angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 30 juta pada 2030. Ini menciptakan ekosistem ekonomi yang kompleks dan berkelanjutan: dari bisnis katering halal, industri tekstil pakaian ihram, hingga teknologi digital untuk bimbingan ibadah. Kota suci kini menjadi magnet investasi global yang berpadu dengan pelayanan spiritual tingkat tinggi.
ADVERTISEMENT
Kontribusi wisata religi terhadap ekonomi Arab Saudi mencapai miliaran dolar setiap tahun, menjadi sumber pendapatan non-migas terbesar kedua setelah sektor keuangan. Sebagai perbandingan, Indonesia memiliki potensi wisata religi luar biasa yang belum tergarap optimal. Dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan ratusan situs sejarah Islam dari masa kerajaan hingga era kemerdekaan, Indonesia bisa menumbuhkan ekonomi lokal berbasis religi, menyerap tenaga kerja, dan menggerakkan UMKM dengan pendekatan spiritual dan budaya yang kuat.
Madinah juga mengembangkan kawasan ekonomi berbasis religius seperti Knowledge Economic City (KEC), yang bertujuan menjadikan kota Nabi ini sebagai pusat riset, pendidikan, dan inovasi Islam dunia. Di dalamnya dibangun universitas, museum, pusat studi Quran, serta fasilitas teknologi tinggi yang menampung ribuan pelajar dan peneliti. Ini menunjukkan bahwa nilai religius tidak bertentangan dengan modernisasi, bahkan bisa menjadi fondasi inovasi.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia semestinya menjadikan Makkah dan Madinah sebagai model pengembangan wisata religi dan kota berbasis nilai-nilai Islam. Kota seperti Yogyakarta, Aceh, atau Padang memiliki potensi sejarah, spiritual, dan budaya yang kuat untuk dijadikan destinasi religius kelas dunia bila dikelola secara profesional dan integratif. Investasi pada infrastruktur ramah ibadah, kurasi sejarah Islam lokal, dan layanan pemandu spiritual bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Lebih dari sekadar destinasi, Makkah dan Madinah adalah learning point bagi bagaimana sebuah kota dibangun di atas semangat melayani manusia dan mendekatkan kepada Allah SWT. Nilai pelayanan, keteraturan, kebersihan, dan keramahan menjadi elemen yang dapat diterapkan di kota-kota religius di Indonesia. Konsep smart spiritual city dapat dikembangkan untuk menggabungkan teknologi, budaya, dan ibadah secara harmonis.
ADVERTISEMENT
Di tengah globalisasi dan tantangan ekonomi, investasi dalam wisata religius terbukti bukan hanya soal keuntungan material, tetapi juga tentang penguatan identitas dan nilai. Indonesia perlu membangun ekosistem wisata religi yang tidak semata bernostalgia, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran, dialog, dan refleksi spiritual modern. Dari Makkah dan Madinah, kita belajar bahwa kemajuan tidak harus mengikis nilai-nilai, justru bisa tumbuh dari akar spiritualitas itu sendiri.
Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia bukan hanya akan mengirim jamaah ke Tanah Suci, tetapi juga bisa menjadi tuan rumah bagi umat Muslim dunia yang ingin belajar dan berziarah di negeri dengan sejarah Islam yang kaya. Maka, pembangunan kota-kota religius yang bersih, ramah, dan terintegrasi dengan nilai-nilai Islam adalah investasi jangka panjang bagi peradaban bangsa.
ADVERTISEMENT