Konten dari Pengguna

Maraknya Jurnal Pengabdian Masyarakat di Indonesia: Kuantitas atau Kualitas?

Syahiduz Zaman
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
25 Agustus 2023 20:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syahiduz Zaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jurnal. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jurnal. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Di era informasi dan digitalisasi, publikasi ilmiah dengan tegas telah menjadi syarat mendasar di dunia akademik dan penelitian. Saat ini, di Indonesia, marak penerbitan jurnal untuk menampung laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Namun, kita harus mengakui bahwa tidak semua aksi yang bernada ilmiah itu memang ilmiah secara metodologis. Kemunculan jurnal pengabdian kepada masyarakat di Indonesia telah menimbulkan pertanyaan krusial: Apakah semua jurnal tersebut memenuhi standar kualitas ilmiah yang esensial?
Pada awalnya, konsep pengabdian kepada masyarakat adalah salah satu dari tiga pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi di Indonesia. Kegiatan ini murni dilakukan untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, tanpa fokus pada publikasi ilmiah. Namun, fenomena saat ini tampaknya telah menyimpang dari tujuan awal tersebut.
Saya mencoba menelusuri fenomena ini. Saat ini ada 188 jurnal dengan kata kunci "pengabdian" yang terindeks di situs web resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, silakan akses https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/index/?q=pengabdian. Dengan rincian: 9 jurnal terakreditasi Sinta 3, 66 jurnal terakreditasi Sinta 4, 97 jurnal terakreditasi Sinta 5, 16 jurnal terakreditasi Sinta 6.
ADVERTISEMENT
Jumlah ini sangat mencengangkan, terutama jika dibandingkan dengan hasil pencarian kata "community service journal" di platform internasional seperti Scopus, Google Scholar dan lainnya. Diskrepanansi signifikan ini menunjukkan tren unik di Indonesia terkait publikasi pengabdian kepada masyarakat.
Setelah menyelesaikan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dahulu para akademisi hanya membuat laporan kegiatan. Di dalam pengabdian kepada masyarakat hanya dikenal empat metode pengabdian kepada masyarakat (bukan metode penelitian), seperti PAR (participatory action research), SL (service learning), CBR (Community Based Research), dan terakhir ABCD (Asset Based Community Development).
Sebenarnya, masalah yang dihadapi tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, tetapi juga kualitas. Beberapa jurnal tersebut menunjukkan ketidaksesuaian dengan standar penulisan ilmiah. Artikel-artikel yang dipublikasikan lebih menyerupai laporan kegiatan ketimbang penelitian ilmiah. Kekhawatiran lain adalah adanya praktik "bayar untuk publikasi", yang tak terhindarkan menimbulkan keraguan mengenai integritas dan kredibilitas jurnal-jurnal tersebut.
ADVERTISEMENT
Masalah lainnya adalah ketika seseorang mengumpulkan metadata untuk analisis bibliometrik atau tinjauan literatur, kehadiran artikel-artikel tersebut bisa mengaburkan hasil. Meskipun proses pembersihan data dapat diterapkan, itu bukan solusi yang ideal. Setiap artikel yang terindeks seharusnya memenuhi standar ilmiah tertentu agar tidak mengganggu proses akademik dan penelitian lainnya.
Masalah ini memerlukan perhatian pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk mengambil sikap proaktif dalam mengatasi fenomena ini dari perspektif regulasi. Sangat penting untuk menetapkan kriteria akreditasi jurnal yang jelas dan ketat, disertai dengan mekanisme tinjauan yang tidak ambigu. Jika dibiarkan, tren ini berpotensi mengikis kepercayaan publik terhadap ranah akademik dan penelitian di Indonesia.
Masalah ini memerlukan perhatian pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk mengambil sikap proaktif dalam mengatasi fenomena ini dari perspektif regulasi. Sangat penting untuk menetapkan kriteria akreditasi jurnal yang jelas dan ketat, disertai dengan mekanisme tinjauan yang tidak ambigu. Jika dibiarkan, tren ini berpotensi mengikis kepercayaan publik terhadap ranah akademik dan penelitian di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan potensi dan inovasi khususnya dalam dunia akademik. Munculnya tren penerbitan jurnal pengabdian masyarakat menjadi tanda bahwa civitas akademika kita sangat antusias berbagi ilmu dan pengalaman untuk kepentingan masyarakat luas. Kunci dari fenomena ini adalah bagaimana kita mengarahkannya agar sesuai dengan standar ilmiah yang diakui dunia.
Oleh karena itu, disarankan bagi pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk berkolaborasi dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk menyelenggarakan pelatihan penulisan ilmiah dan workshop pengelolaan jurnal yang berkualitas. Hal ini akan menjamin setiap publikasi yang dihasilkan tidak hanya banyak, tetapi juga berkualitas dan sesuai dengan metodologi ilmiah.
Selanjutnya, untuk meminimalisasi praktik “bayar untuk publikasi”, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat bekerja sama dengan asosiasi ilmiah nasional untuk mengembangkan sistem akreditasi jurnal yang transparan dan akuntabel. Selain itu, mendorong budaya peer review yang ketat dan adil juga dapat meningkatkan integritas dan kredibilitas jurnal-jurnal tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan, Indonesia tidak hanya akan menjunjung tinggi kepercayaan masyarakat terhadap dunia akademis dan penelitian, namun juga meningkatkan posisinya dalam penilaian kelompok ilmiah global. Sebuah langkah besar menuju masa depan ilmu pengetahuan yang cerah dan berdampak bagi Indonesia.
Tanpa keraguan, penyebaran literatur ilmiah memiliki signifikansi besar dalam memajukan batas pemahaman keilmuan. Namun, sangat penting untuk memberikan prioritas tertinggi pada standar publikasi daripada kuantitasnya. Sebagai bangsa yang menargetkan kemajuan dan kompetisi di panggung internasional, sudah saatnya bagi Indonesia untuk memastikan bahwa setiap publikasi yang dihasilkannya memenuhi standar yang diperlukan.
Kesimpulannya, perkembangan pesat jurnal pengabdian kepada masyarakat di Indonesia memang memerlukan pengawasan kritis. Tanpa perubahan dan intervensi yang signifikan, tren ini tidak hanya akan menodai reputasi ranah akademik domestik tetapi juga akan menempatkan Indonesia dalam posisi yang kurang menguntungkan di mata komunitas ilmiah internasional.
ADVERTISEMENT