Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bayi-Bayi Viral: Mengapa Mereka Bikin Kita Tertawa?
3 November 2024 15:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Syahira Bahaswan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Media sosial kini dipenuhi oleh video bayi-bayi yang begitu menggemaskan dan viral hanya dalam hitungan jam. Konten-konten ini, mulai dari tawa polos, ekspresi wajah lucu, hingga tingkah mereka yang meniru orang dewasa, dengan cepat mendapat jutaan tayangan dan ribuan komentar. Bayi yang tertawa terbahak-bahak mendengar mainan berbunyi, atau balita yang mencoba bicara seperti orang tua, kerap muncul di Instagram, TikTok, hingga YouTube. Video-video ini bukan hanya lucu tapi juga menyentuh karena memperlihatkan ketulusan mereka dan tentu saja, begitu autentik, sehingga orang-orang dengan mudah merasa terhibur dan bersemangat membagikannya ke berbagai platform.
Di antara para bayi yang fenomenal, ada beberapa nama yang selalu bikin penasaran, seperti Ritsuki, Iyey, dan Abe Cekut. Ritsuki terkenal dengan wajahnya yang imut serta reaksi lucu setiap kali bermain atau berbicara dengan ibunya; ekspresinya bisa langsung bikin penonton tersenyum. Lalu ada Iyey, yang sering kali meniru kata atau gerakan orang dewasa dengan gayanya yang tak terduga, membuat orang tertawa karena orisinalitasnya. Sementara itu, Abe Cekut punya gaya khas yang membuat kata "cekut" jadi terdengar lucu, dan netizen pun ramai-ramai memberikan reaksi positif di kolom komentar. Jadi, mengapa tingkah polah bayi-bayi ini begitu memikat hingga mampu menjangkau jutaan orang?
ADVERTISEMENT
Sejak lama, para peneliti humor mencoba memahami apa yang membuat sesuatu itu lucu. Dari penelitian mereka, ada tiga faktor utama yang sering muncul: Superioritas, Incongruity (Ketidaksesuaian), dan Relief (Pelepasan). Menariknya, fenomena viralitas bayi seperti Ritsuki, Iyey, dan Abe Cekut menunjukkan bahwa ketiga faktor ini mungkin menjadi alasan besar di balik daya tarik tingkah laku lucu mereka.
Faktor yang pertama yaitu superioritas yang berkaitan dengan rasa senang yang timbul ketika kita melihat "kesalahan" atau kekonyolan yang tak disadari oleh si kecil. Konsep ini muncul sejak era filsuf Yunani Kuno seperti Aristoteles, yang menyebut bahwa tertawa sering kali terjadi saat kita merasa sedikit lebih unggul dari orang lain dalam situasi tertentu. Dalam konteks ini, aksi bayi seperti Ritsuki seringkali membuat kita tertawa karena kita merasa "lebih tahu." Ketika Ritsuki menampilkan wajah lucunya saat bermain, penonton merasakan semacam perasaan "lebih paham" atas situasi itu. Mereka yang menonton mungkin tersenyum, karena tahu bahwa si bayi tidak benar-benar mengerti apa yang terjadi, tapi tetap menggemaskan dan tanpa disadari membuat penonton merasa lebih berpengalaman.
ADVERTISEMENT
Alasan kedua yang kerap muncul saat kita tertawa adalah Incongruity : ketidaksesuaian antara apa yang kita harapkan dan apa yang terjadi. Tingkah bayi yang sering kali di luar dugaan dan jauh dari perilaku orang dewasa memicu keinginan untuk tertawa, apalagi jika mereka mencoba meniru hal-hal yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Bayangkan Iyey yang kerap menirukan gerakan atau kata-kata orang dewasa dengan cara yang khas; hasilnya sering kali lucu dan berbeda dari yang diharapkan penonton, menciptakan momen yang mengundang tawa. Penonton akan merasa terhibur dengan kejutan yang muncul, karena reaksi bayi yang tak terduga ini menciptakan semacam "kesegaran" yang berbeda, dan spontanitas inilah yang membuat kita tersenyum.
Terakhir, konsep Relief atau pelepasan emosi memainkan peran besar dalam pengalaman tertawa. Kita hidup dalam dunia yang sering kali penuh tekanan, dengan pekerjaan dan berbagai tuntutan kehidupan yang melelahkan. Di tengah kesibukan ini, melihat video bayi-bayi seperti Abe Cekut yang mengucapkan "cekut" dengan nada khas bisa jadi semacam "escape" yang menyegarkan. Menonton tingkah polah bayi yang lucu sering kali membantu kita melepaskan ketegangan, membawa rasa ringan, dan bahkan membuat kita lupa sejenak pada masalah. Pada akhirnya, konten-konten seperti ini tidak hanya menghibur tapi juga berfungsi sebagai pelepas stres yang efektif bagi banyak orang.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan video bayi-bayi ini di media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menunjukkan bahwa humor dari tingkah polah mereka begitu universal dan mudah diterima. Tanpa disadari, video-video ini memanfaatkan unsur-unsur humor yang memang menyentuh perasaan dasar manusia. Tingkah laku mereka yang spontan, keaslian ekspresi yang polos, dan respons mereka yang tak terduga menjadi faktor penting dalam menciptakan momen komedi yang menghibur. Kita yang menonton merasa terhibur, sekaligus mengalami semacam pelepasan emosi yang menenangkan.
Namun, penting bagi kita untuk tidak mengabaikan sisi etika dari fenomena ini. Semoga popularitas video-video tersebut tidak menjurus pada eksploitasi anak, tetapi tetap berfokus pada nilai keaslian dan kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Bagaimanapun, kenyamanan dan privasi mereka harus tetap menjadi prioritas utama, agar momen lucu mereka dapat dinikmati dengan penuh hormat dan tanggung jawab oleh semua pihak.
ADVERTISEMENT
Di balik fenomena ini, ada pelajaran menarik bagi kita: humor yang ringan dan alami bisa membawa kebahagiaan bagi banyak orang. Kehadiran konten bayi-bayi viral seperti Ritsuki, Iyey, dan Abe Cekut di layar ponsel kita memberikan sentuhan yang lebih "segar" di tengah hiruk-pikuk dunia digital. Jika kita bisa menangkap inti dari kesederhanaan dan spontanitas yang ada pada video-video mereka, mungkin kita juga bisa menciptakan suasana yang lebih santai, hangat, dan menyenangkan di kehidupan sehari-hari, entah dengan bercanda bersama teman atau menghadirkan momen humor sederhana yang meringankan beban pikiran. Jadi, yuk, manfaatkan tawa untuk membuat hari-hari kita dan orang di sekitar kita jadi lebih ceria!
Syahira Bahaswan, penulis dari Universitas Brawijaya & pemagang di Institut Humor Indonesia Kini / ihik3.com , lembaga kajian yang serius mengelola humor secara profesional.
ADVERTISEMENT