Konten dari Pengguna

Mengapa Adiwiyata di Sekolah Dapat Berperan dalam Mengatasi Pemanasan Global?

Syahra Artika
Mahasiswa Semester 1 Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Desember 2024 11:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syahra Artika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Dari Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Dari Penulis
ADVERTISEMENT
Pemanasan global adalah ancaman nyata yang sedang dihadapi dunia. Dampaknya telah dirasakan begitu nyata, mulai dari meningkatnya suhu bumi, kenaikan air laut yang disebabkan karena mencairnya es di kutub, dan cuaca ekstrem yang sering terjadi. Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2021, suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1,1 derajat Celsius sejak era pra-industri, dengan emisi karbon dari aktivitas manusia sebagai penyebab utamanya. Dalam menghadapi ancaman ini, berbagai langkah telah dilakukan, salah satunya program Adiwiyata di sekolah. Adiwiyata adalah program yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa program Adiwiyata telah diterapkan di lebih dari 20.000 sekolah di Indonesia hingga 2023. Program Adiwiyata ini selaras dengan pendekatan Warga Sekolah Adaptif, Kolaboratif, dan Kontributif (WSACC), dimana keduanya sama-sama bertujuan untuk membangun kesadaran seluruh warga sekolah terhadap pelestarian lingkungan melalui kegiatan edukasi, praktik langsung, dan penerapan kurikulum berbasis lingkungan. Melalui program Adiwiyata dan pendekatan WSACC, sekolah diajak untuk menciptakan lingkungan yang bersih, hijau, dan sehat, serta mengedukasi siswa tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Langkah-langkah konkret dari program Adiwiyata dan pendekatan WSACC, seperti pengelolaan sampah berbasis 3R (reduce, reuse, recycle), penanaman pohon, pengurangan penggunaan plastik, dan efisiensi energi, membantu mengurangi emisi karbon dan limbah. Misalnya, penanaman pohon di lingkungan sekolah berkontribusi pada peningkatan oksigen dan penyerapan karbon dioksida. Selain itu, program ini juga mendorong efisiensi energi di sekolah, seperti pengelolaan air hujan dan sampah organik yang dijadikan pupuk kompos. Hal ini selaras dengan upaya global untuk menekan laju pemanasan global. Dampak Adiwiyata dalam skala mikro memang terlihat nyata. Misalnya, sekolah-sekolah yang menjalankan program ini berhasil mengurangi volume sampah hingga 30% dan menanam ribuan pohon setiap tahunnya. Namun, ketika dibandingkan dengan tantangan global, kontribusi ini tampak kecil. Sebagai contoh, emisi karbon global mencapai 36,8 miliar ton pada tahun 2022, sementara satu pohon dewasa hanya mampu menyerap sekitar 22 kg karbon per tahun. Meskipun kontribusinya terbatas, program Adiwiyata memiliki keunggulan pada aspek lain, yaitu membangun kesadaran generasi muda. Melalui pendidikan yang berkelanjutan, anak-anak tidak hanya diajarkan untuk memahami teori tetapi juga dilatih untuk bersikap. Anak-anak yang terlibat dalam program ini tidak hanya menjadi agen perubahan di lingkungan sekolah, tetapi juga membawa kebiasaan ramah lingkungan ke rumah dan komunitas mereka. Efek domino ini dapat menciptakan masyarakat yang lebih peduli terhadap lingkungan dalam jangka panjang. Saya percaya bahwa Adiwiyata memiliki potensi besar sebagai langkah awal untuk melawan pemanasan global, meskipun perannya lebih signifikan pada aspek pendidikan daripada penurunan emisi secara langsung. Dengan pengelolaan yang tepat, program ini dapat menjadi katalis untuk gerakan lingkungan yang lebih luas. Hal ini diperkuat oleh WSACC yang menanamkan nilai kontributif, sehingga setiap individu di sekolah memiliki kesadaran untuk terus berpartisipasi dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan, baik di sekolah maupun masyarakat luas. Namun, pelaksanaan Adiwiyata tidak luput dari tantangan. Salah satunya adalah kurangnya komitmen dari pihak sekolah atau minimnya dukungan dari masyarakat sekitar. Program ini juga sering kali dipandang hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan penghargaan, tanpa benar-benar melibatkan seluruh elemen sekolah. Selain itu, masih banyak sekolah yang menghadapi keterbatasan dana dan fasilitas untuk menjalankan program ini secara maksimal. Oleh karena itu, keberhasilan Adiwiyata memerlukan dukungan yang lebih besar. Pemerintah perlu memastikan implementasi yang konsisten di seluruh sekolah, menyediakan pelatihan bagi guru, serta mengintegrasikan isu perubahan iklim secara mendalam dalam kurikulum pendidikan. Selain itu, kolaborasi dengan komunitas dan sektor swasta juga dapat memperbesar dampaknya. Adiwiyata memang bukan solusi tunggal untuk mengatasi pemanasan global. Tetapi, jika setiap sekolah di dunia dapat membangun budaya peduli lingkungan melalui program ini, sekolah tidak hanya menghasilkan siswa yang cerdas, tetapi juga generasi yang mampu menjaga planet ini untuk masa depan. Karena itu, mari kita dukung dan tingkatkan program Adiwiyata dan pendekatan WSACC ini demi menciptakan generasi masa depan yang peduli, adaptif, dan berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan bumi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT