Akankah Wacana Sosial Hanya Sebatas Angan untuk Kesejahteraan?

Syakroni
Ketua Umum IMM FKIP Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univ. Muhammadiyah Surabaya Sekertaris Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat PC IMM Surabaya
Konten dari Pengguna
25 Februari 2023 13:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syakroni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang lelaki tidur siang di trotoar di pusat kota Jakarta. Foto: AFP/BAY ISMOYO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang lelaki tidur siang di trotoar di pusat kota Jakarta. Foto: AFP/BAY ISMOYO
ADVERTISEMENT
Wacana kesejahteraan sosial menjadi problematika yang masih terus bergulir di masyarakat. Persoalan sosial seakan tiada hentinya untuk menjadi pembahasan.
ADVERTISEMENT
Sebuah realita yang mungkin akan terus menjadi misteri yang tidak akan ada kata final atau terselesaikan, menurut Karl Marx seorang filsuf terkemuka mengatakan bahwa sejarah dari setiap masyarakat yang ada sampai sekarang adalah sejarah pertentangan kelas.
Orang merdeka atau budak, bangsawan dan gembel, tuan dan pelayan, kepala tukang dan tenaga ahli, menindas dan tertindas, berada dalam pertentangan yang tiada akhir. Tentu tidak dapat kita mungkiri wujudnya sampai hari ini.
Dewasa ini sungguh sangat relevan dengan kondisi saat ini, bagaimana pertentangan kelas masih sering kita temui di kalangan masyarakat, antara pemilik modal dan golongan bawah, karl max sendiri membanginya menjadi dua jenis yaitu kelas borjuis (pemilik modal) dan kelas proletar (golongan buruh).
ADVERTISEMENT
Celakanya kelompok-kelompok masyarakat marjinal atau masyarakat kalangan bawah yang sering menjadi sasaran dari pemilik modal. Hal tersebut sangat merugikan kalangan bawah yang tidak memiliki power untuk melawan.
Sementara itu pemilik modal terus melanggengkan dengan cara menindas dan selalu upaya mempertahankan status quonya. Ketimpangan ini lah yang terus mengakar di kalangan masyarakat yang menjadi problematika sosial masyarakat.
Faktor ketimpangan sosial tentu menjadi bagian dari jurang pemisah yang terjadi di kehidupan bermasyarakat disebabkan adanya perbedaan status sosial, ekonomi, pendidikan, maupun budaya bahkan dalam segi kebutuhan seperti primer dan sekunder dalam hal ini kebutuhan primer yaitu sandang, pangan, dan papan. Sementara untuk kebutuhan sekunder adalah sarana, fasilitas, dan sumber daya.
Beragam faktor yang mempengaruhi sehingga hal ini akan berdampak pada jumlah pengangguran masyarakat Indonesia. Dilihat dari data badan pusat statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,42 juta orang pada Agustus 2022. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan pada Februari 2022 yang sebanyak 8,40 juta orang.
ADVERTISEMENT
Data tersebut menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat dan terlebih pemerintah untuk lebih memperhatikan keberlangsungan kehidupan kesejahteraan masyarakat agar terjamin kehidupannya dan menjalankan kerukunan dalam berbangsa dan bernegara.
Permasalahan atau ketimpangan sosial mungkin memang tidak akan ada kata final artinya tidak pernah terselesaikan sehingga kita perlu meminimalisasi adanya kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat.
Sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia yang penting patut disadari yaitu adanya semangat berjuang, semangat pantang menyerah, dan memiliki sifat gotong royong. Sejak masa kolonial, semangat mengusir penjajah merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat pejuang. Harusnya sifat-sifat ini lah yang perlu diterapkan saat ini sehingga ketimpangan sosial mampu minimalisasi dengan baik.
Semua itu perlu adanya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakatnya harus berjalan dengan baik, pemerintah melalui kebijakan yang dibuat harus benar-benar memihak untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga mendorong masyarakat untuk meningkatkan kualitas dengan program yang telah disediakan sedangkan masyarakatnya sendiri perlu adanya upaya menurunkan egoisme sehingga tercipta ruang-ruang kekeluargaan satu sama lain.
Perlu memperbaiki diri degan selalu meningkatkan kualitas pendidikan, karena tanpa kita sadari bahwa senjata paling ampuh dalam menghadapi ketimpangan sosial adalah peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan.