Apa Artinya Merdeka 75 Tahun? Ketika Ibu-Ibu masih Buta Huruf

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) - Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna
11 Agustus 2020 22:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahun 2020 ini, Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan ke-75 tahun. Sebuah tonggak penting yang akhirnya menjadikan bangsa Indonesia seperti sekarang. Bangsa yang mendunia, penuh gaya hidup di era digital dan menuju kejayaan era revolusi industry 4.0. Narasi belenggu penjajahan sudah usah di bumi Indonesia. Semuanya sudah merdeka …
ADVERTISEMENT
Lalu, apa artinya merdeka?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merdeka berarti: 1) bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; 2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; 3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa. Tapi sayang, merdeka belum paripurna bila rakyatnya masih ada yang buta huruf. Kaum yang masih tetap tidak bisa membaca dan menulis di tengah kemajuan zaman dan kehebatan sebuah bangsa.
Untuk sebagian orang, merdeka bisa saja dimaknakan kemerdekaan berbicara. Atau kemerdekaan berpendapat dan berkreativitas. Merdeka bisa juga diartikan bebas tanpa batas, apa saja dibolehkan. Bebas mengkritik, bebas menghakimi orang lain. Atau bebas untuk mempersoalkan walau tanpa memberi solusi.
Tapi di mata kaum buta huruf, ibu-ibu yang masih tidak bisa baca-tulis. Sekalipun bangsanya sudah merdeka 75 tahun lalu. Merdeka adalah ikhitar baik untuk tetap semangat belajar baca-tulis. Berjuang sekuat tenaga di tengah kemiskinan, ketidak-berdayaan ekonomi untuk bisa mengeja jata demi kata, kalimat demi kalimat.
ADVERTISEMENT
Maka untuk siapapun, merdeka seharusnya diimbangi kepedulian untuk memerdekakan kaum buta huruf dari belenggu ketidak-berdayaan. Merdeka yang dibarengi kepedulian untuk membebaskan mereka dari belenggu buta aksara.
Seperti ibu-ibu yang ada di Kampung Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Bogor. Mereka tetap semangat untuk bisa baca-tulis. Agar lebih merdeka dari keadaan sebelumnya. Melalui GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor mereka setiap seminggu sekali selalu belajar baca-tulis, dibimbing oleh Syarifudin Yunus, pegiat literasi dari Jakarta yang selalu meluangkan waktu di hari Minggu untuk bersama mereka.
Merdeka, tentu belum paripurna bila masih ada kaum yang tidak bisa baca-tulis di zaman sekarang. Merdekakan mereka, temani mereka dalam belajar baca-tulis. Agar mereka bisa menikmati pula “cahaya benderang” yang orang lain rasakan.
ADVERTISEMENT
D e = de, s a = sa ... desa. S u = su, k a = ka, l u = lu, y u = yu... Sukaluyu, itulah nama desa kita ya Bu. Selagi masih mau belajar baca dan tulis, insya Allah Ibu-ibu pasti bisa ... #GeberBura #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #PegiatLiterasi
GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor