Konten dari Pengguna

Secangkir Syukur di Bulan Puasa

Syarif Yunus
Dosen Unindra - Edukator Dana Pensiun - LSP Dana Pensiun - Konsultan - Lulus S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
29 Maret 2024 18:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Coba deh dicermati. Bila Anda sedang membawa secangkir kopi, tiba-tiba ada orang lewat dan menabrak Anda. Atau tidak sengaja menyentuh lengan Anda. Hingga akhirnya, kopi pun tumpah di mana-mana, berceceran.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, kenapa Anda menumpahkan kopi? Pasti Anda menjawab, karena ada orang yang menabrak. Jawaban itu, jelas salah. Bukan karena ada yang menabrak. Tapi Anda
menumpahkan kopi karena cangkir Anda berisi kopi. Seandainya cangkir Anda berisi teh, maka Anda akan menumpahkan teh. Jadi, apapun yang ada di dalam cangkir, itulah yang akan tumpah, keluar ke mana-mana.
Cangkir itu ibarat pikiran. Wadah yang menampun isi pikiran. Ketika keadaan keadaan tidak baik datang, ada yang menabrak dan mengguncang. Maka apapun yang ada di dalam pikiran kita itulah yang akan keluar. Bila pikirannya baik, maka kata-kata baik yang akan keluar. Tapi sebaliknya, bila pikirannya buruk maka kata-kata jahat yang disajikan. Tergantung apa yang ada di pikiran, maka itulah yang ditumpahkan.
ADVERTISEMENT
Lalu sekarang, apa yang ada di dalam cangkir kita? Apalagi setelah di gembleng bulan puasa untuk menahan diri. Bila ada sesuatu yang mengguncang hidup kita, apa yang akan kita tumpahkan? Berdiam diri atau berkoar-kora kemana- mana hanya menyalahkan orang lain?
Apa yang mengisi cangkir kita, itulah pikiran kita. Rasa cinta atau benci, optimis atau pesimis, damai atau permusuhan, kesabaran atau kemarahan, kebaikan atau keburukan, Lembah lembut atau kasar, bersikap tenang atau gegabah. Penuh dendam, cacian atau bahkan menghakimi orang lain tanpa ujung. Maka itulah yang akan keluar dari pikiran dan mulut kita. Apapun dan semuanya, kita sendiri yang tentukan. Tergantung cangkir kita, terserah pikiran kita.
Itulah pentingnya momen bulan puasa. Untuk introspeksi diri - muhasabah diri. Agar mampu mengisi cangkir kita dengan kebaikan, melatih pikiran untuk lebih bersyukur dan sabar. Ketika sesuatu yang tidak baik menabrak dan mengguncang kita. Maka sikap syukur dan sabar harus lebih dikedepankan. Agar yang keluar dari pikiran dan mulut kata-kata yang lembut, bukan keluhan atau caci maki.
ADVERTISEMENT
Mumpung di bulan puasa, jadilah pribadi yang dipenuhi kesabaran dan kesyukuran. Apapun yang terjadi tetapn sabar dan syukur. Bahwa apa yang terjadi dan dimiliki, memang pantas untuk kita. Jangan lagi jadi pribadi yang selalu menyalahkan orang lain atau faktor lain yang tidak baik. Tidak usah cari kambing hitam, lalu berkeluh-kesah dan mencaci maki orang lain. Untuk apa? Cukup perbaiki di saja, perbaiki cangkir kita, Tentang Apa yang seharusnya ada di dalam pikiran kira.
Secangkir syukur di bulan puasa
Ketahuilah, apapun bisa terjadi pada diri kira bila diizinkan-Nya. Saat apapun yang mengguncang kita bukan orang lain atau faktor dari luar yang menentukan hari-hari kita. Tapi respon dan reaksi kitalah yang menentukan. Cangkir kita, pikiran kita yang meresponnya.
ADVERTISEMENT
Bersyukurlah atas apa yang kita miliki dan hiduplah dengan penuh rasa syukur. Karena saat bersyukur, pasti terasa kedamaian hati yang hakiki. Masih belum percaya, hidup itu indah bila kita mampu bersyukur atas segala hal. Salam literasi #NgabubuRead #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka