Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dewi Shinta, Sebuah Gambaran Keteguhan Seorang Feminis.
15 Oktober 2020 20:15 WIB
Tulisan dari tambara boyak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Sebagai sebuah negara kepulauan, kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia menjadi sangat beragam. Salah satu dari sekian banyak karya seni yang ada adalah wayang. Wayang merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia Indonesia karena proses spiritual. Wayang kulit purwa menurut perkembangannya bukan hanya merupakan tontonan semata, namun juga merupakan tuntunan bagi penonton dan penikmatnya. Wayang kulit purwa banyak mengajarkan nilai-nilai luhur yang adiluhung tidak hanya nilai-nilai kejuangan, namun juga nilai-nilai feminis. Emansipasi wanita, sering dinisbatkan menjadi gerakan tuntutan agar kaum perempuan bisa masuk ke bidang-bidang yang diminati sama dengan pria bahkan tak jarang, sampai masuk ke wilayah agama yang sudah jelas dasar dan ketentuannya. Feminisme akhirnya menjadi global theology (agama global). Hal seperti ini tentunya memunculkan banyak kekhawatiran yang mendalam dalam masyarakat Indonesia terutama pemuka agama dan tokoh adat sehingga diperlukan suatu reinterpretasi tentang emansipasi dan niai-nilai feminisme yang sesuai dengan latar belakang budaya masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Diskriminasi gender yang sering muncul akhir-akhir ini mengakibatkan perempuan semakin tereksploitasi dan diperlakukan tidak adil. Perempuan diwajibkan memainkan tiga peran sekaligus, yaitu peran produktif, mengelola rumah tangga, dan menjalin hubungan dengan masyarakat. Adanya peran perempuan seperti tersebut di atas, peran laki-laki di bidang produksi akan semakin tinggi dan mengakibatkan sifat ingin berkuasanya laki-laki akan semakin besar. Perempuan, dalam kehidupan sehari-hari seolah-olah ditakdirkan untuk menjadi abdi dan pelayan suami dalam segala hal, sedangkan segala keputusan ada di tangan laki-laki. Ketidakberesan dalam urusan rumah tangga pun selalu dilimpahkan kepada kesalahan sang istri. Ketimpangan gender seperti tersebut di atas mengakibatkan pandangan masyarakat terhadap pekerjaan rumah tangga kaum perempuan menjadi rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Sementara perempuan menerima saja apa adanya akan peran gender mereka, dan laki-laki tidak diwajibkan bekerja di bidang domestik. Semua itu telah dilanggengkan berdasarkan budaya yang sudah ada. Anggapan seperti itu telah ada sejak dahulu, dan hal itu membuat setiap perempuan semakin takut untuk mencoba keluar dari peran gender mereka. Perempuan semakin pasrah dan diam kepada keputusan yang dibuat oleh laki-laki. Persoalan-persoalan feminisme khususnya feminisme dalam cerita pergelaran wayang kulit purwa menjadi sesuatu yang dapat dijadikan bahan diskusi.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah seorang tokoh wanita dalam pagelaran wayang kulit purwa yang diambil dari seri cerita Ramayana, Dewi Shinta memiliki peranan penting dalam berbagai lakon atau ceritanya selama perjalanan hidupnya, di antaranya: Pertama, Dewi Shinta adalah gambaran seorang isteri yang setia terhadap suaminya dalam suka maupun duka. Dikisahkan bahwa Dewi shinta adalah seorang puteri raja yang menjadi anak kesayangan ayahnya, sudah barang tentu Dewi Shinta tumbuh dan besar dalam suasana yang serba mewah dan berkecukupan. Mungkin dapat dikisahkan bahwa selama hidupnya Shinta selalu merasa senang, namun saat suaminya harus meninggalkan istana dan tinggal di hutan karena menjalani masa pembuangan, Dewi Shinta lebih memilih untuk meninggalkan kenikmatan dan kemewahan istana demi untuk mengikuti suaminya hidup sengsara di tengah hutan selama 14 tahun. Kondisi yang dialami Dewi Shinta pada saat itu tentu bukanlah kondisi yang mudah dan bisa dialami oleh setiap perempuan, Karena untuk melakukan hal tersebut diperlukan keteguhan hati dan dengan kesadaran penuh akan menghadapi bahaya dan banyak kesulitan ke depannya dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dengan Rama. Kondisi seperti tersebut sudah barang tentu merupakan suatu hal yang patut dijadikan nilai terpuji bagi seorang perempuan. Di saat banyak perempuan yang hanya menuntut fasilitas dan kemewahan, sikap Shinta menunjukkan bahwa sebagai seorang isteri, dirinya akan setia mendampingi suaminya dalam suka maupun duka. Sikap Shinta yang demikian sudah barang tentu tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna. Di sisi lain jiwa kewanitaan Shinta yang menginginkan sesuatu yang mewakili nilai keindahan dan kemewahan (Kijang Kencana) tidak bisa dihindari. Justru dalam hal ini dikisahkan bahwa keinginan Shinta yang berada dalam kapasitas “ego”nya tersebut pada akhirnya membawa mala petaka besar, yaitu perang Alengka.
ADVERTISEMENT
Shinta adalah sosok wanita setia dan tahan terhadap godaan serta berpendirian teguh. Cerita Ramayana mengisahkan bahwa dalam penyekapannya (penculikannya yang dilakukan oleh Rahwana), Shinta tergolong sebagai perempuan yang setia dan teguh pada pendiriannya. Meskipun Shinta hidup dalam penyekapan Rahwana selama bertahun-tahun, namun dirinya dapat menjaga kesuciannya dengan ancaman bahwa dirinya akan bunuh diri menggunakan cundrik-nya jika Rahwana memaksakan kehendaknya. Dalam kondisi di dalam penyekapan itulah Shinta mendapatkan kesadaran bahwa keinginannya untuk mendapatkan Kijang Kencana membuahkan malapetaka bagi semua orang di Alengka. Kemudian Shinta bertekat untuk akan terus menjalani perjalanan hidupnya dengan penuh keikhlasan untuk menebus dosanya. Kesadaran Dewi Sinta membuka selubung hijab, aku ini siapa? Untuk apa aku di dunia? Apakah ada rencana besar Hyang Widhi untuk melenyapkan keangkaramurkaan, atau untuk melenyapkan etnis raksasa, perpaduan antara manusia dan binatang? Dia telah mendapat peran yang harus dijalankannya dengan baik. Dewi Sinta sadar dirinya terlibat kepada Hukum Sebab-Akibat, dan dia akan menjalaninya dengan penuh kesadaran. Kemudian Dewi Sinta memahami adanya Hukum Evolusi, termasuk evolusi dalam kesadaran. Keputusannya sudah bulat semua akan dilakoninya dengan penuh kesadaran.
ADVERTISEMENT
Shinta adalah sosok wanita yang religious. Ramayana menceritakan bahwa dalam keadaan no-mind, Shinta pasrah kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Ketika Rahwana beserta balatentaranya berhasil dihancurkan pasukan Sri Rama. Dan, ketika Sri Rama tidak mau menjajah negara Alengka dengan menyerahkan tampuk pimpinan kerajaan Alengka kepada Wibisana adik Rahwana, Dewi Shinta semakin bersyukur kepada Tuhan dikarenakan dirinya dikaruniai suami yang bijaksana. Kebahagiaan bersatu kembali dengan Sri Rama pun dijalani dengan penuh kesadaran. . Bahkan ketika Sri Rama mengikuti pendapat penduduk negaranya untuk tes uji kesucian bagi dirinya, Dewi Shinta menerima dengan penuh kesadaran. Shinta berpandangan bahwa dirinya telah melakukan banyak hal yang buruk yang pada akhirnya menyebabkan kesengsaraan banyak makhluk hidup di muka bumi. Maka apabila Hyang Widhi pada akhirnya akan mengambilnya dalam api upacara yang membakar dirinya hidup hidup, dirinyapun akan menerima dengan tegar dan pasrah. Hingga pada akhirnya seluruh negeri terkesima dengan selamatnya Dewi Sinta dari amukan api. Seluruh negeri menerima kembali Dewi Sinta sebagai permaisuri dari Sri Rama. Seseorang yang menyadari hakikat kehidupan, bahwa hidup di dunia ini terikat dengan hukum alam maka dia akan dapat menerima kejadian apa pun yang menimpanya. Perjuangan meningkatkan kesadaran tak pernah berhenti. Karena hidup di alam dan bahan bakunya dari alam, maka seseorang memang tidak bisa melepaskan diri dari alam. Tetapi alam akan membantu seseorang yang serius mendarmabaktikan dirinya bagi alam. Keempat, Dewi Sinta mengasingkan diri demi keutuhan kerajaan Ayodya. Perjalanan kehidupan seseorang mempunyai alur-alur baru yang sering diluar nalarnya. Setelah mengalami kebahagiaan Bersama Sri Rama menjadi permaisuri di kerajaan Ayodya, dia masih saja mendengar banyaknya suara-suara penduduk yang tetap menyangsikan kesuciannya walau dia sudah selamat dibakar di atas api. Sri Rama adalah raja besar yang bijaksana, dan juga seorang suami yang baik. Tetapi sebagai seorang raja, Sri Rama sudah seharusnya lebih mementingkan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi. Dewi Sinta adalah seorang istri yang luar biasa baiknya, tetapi dia lebih mementingkan negara dari pada kepentingan pribadinya. Demi negara, demi suami tercinta, pada malam hari dia menyelinap ke luar istana pergi jauh meninggalkan istana. Setelah itu dia seakan lenyap ditelan rimba. Hanya berbekal keyakinan kepada Hyang Widhi, dia merelakan segala-galanya.
ADVERTISEMENT