Papajar atau Munggahan, Tradisi di Jawa Barat Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Tantan
Praktiisi Pendidikan, merupakan Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara Bandung, Tinggal di Kota Moci
Konten dari Pengguna
20 Maret 2023 9:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tantan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Acara munggahan/papajar yang diisi dengan acara silaturahmi dan makan-makan (foto dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Acara munggahan/papajar yang diisi dengan acara silaturahmi dan makan-makan (foto dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh segenap kaum muslimin di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Bagaimana tidak, bulan Ramadhan ini merupakan bulan yang penuh berkah, diampuni dosa, serta berlipat-lipat pahala akan dilimpahkan bagi mereka yang benar-benar menjalankan ibadah shaum di bulan Ramadhan ini dengan ikhlas.
ADVERTISEMENT
Banyak cara orang menyambut bulan suci Ramadhan ini, tentunya sesuai dengan tradisi di masing-masing daerah. Sebagai contoh, di Bali ada yang disebut magibung, di Jawa Timur ada yang disebut padusan, dari Aceh ada yang disebut meugang, dari Betawi ada yang di sebut nyorog, dari Semarang ada yang disebut dugderan dan banyak lagi tradisi-tradisi yang dilakukan oleh kaum muslim untuk menyambut bulan suci Ramadhan ini.
Di Jawa Barat sendiri ada satu tradisi yang disebut Munggahan atau Papajar. Munggahan/papajar merupakan istilah dari tradisi masyarakat Jawa Barat untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan dengan cara berkumpul di suatu tempat, bisa di tempat rekreasi atau di rumah, biasanya dilakukan 1-7 hari menjelang kedatangan bulan suci Ramadhan ini.
ADVERTISEMENT
Munggahan atau papajar menjadi tren di semua lapisan masyarakat, dan bisa dirasakan oleh semua masyarakat yang ada, khususnya di Jawa Barat. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat tingkat RT, tingkat RW, lingkungan pekerjaan, bahkan lingkungan pemerintah daerah.
Ilustrasi menyambut bulan suci Ramadhan Foto: Shutter Stock
Saya sendiri di hari-hari menjelang Ramadhan sudah beberapa kali menghadiri undangan papajar, yaa mendadak seperti menjadi orang penting, dan hati ini sering tidak kuasa untuk menolak ajakan papajar ini, wkwkwk.
Jadwal seminggu menjelang bulan Ramadhan sudah penuh dengan ajakan-ajakan papajar, tentunya ada yang gratis, ada yang harus udunan, juga kadang ada yang harus nraktir.
Tempat-tempat wisata lokal menjadi buruan orang-orang yang akan papajar, biasanya mereka membawa bekal makanan berat yang sengaja disiapkan dari rumah. Sesampainya di tujuan dengan berbekal tikar, makanan dan minuman yang dibawa dari rumah masing-masing mereka bersuka ria menikmati suasana tempat wisata tersebut.
ADVERTISEMENT
Atau masyarakat di lingkungan RT biasanya sudah menjadi kegiatan rutin, masyarakat menyumbang makanan yang ada di rumahnya masing-masing untuk dinikmati bersama-sama.
Nasi liwet Warung Sunda E'ceu Kokom Foto: Safira Maharani/ kumparan
Ada yang bawa nasi liwet, nasi merah, lauk, sambel, dan makanan apa saja yang mereka punya di rumah. Tidak perlu kemudian harus dibuatkan google form atau list di grup wa untuk mendaftar jenis makanan yang harus dibawa oleh masing-masing.
Tidak ketinggalan juga dengan mereka kaum elite, dan para pejabat, tentunya akan sedikit berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka makan-makan di tempat elite pula, dengan teman-teman yang “elite” juga.
Yaa wajar, mereka banyak uang, atau mungkin mereka menggunakan uang negara. Tapi kayanya tidak mungkin begitu ya, masa mau Ramadhan memakan uang yang tidak halal.
ADVERTISEMENT

Tradisi yang Menjadi Ibadah

Ilustrasi silaturahmi saat Lebaran. Foto: Odua Images/Shutterstock
Papajar intinya bertemu bersilaturahmi saling memaafkan sebelum masuk pada bulan suci Ramadhan, akan lebih keren lagi kalau papajar ini dapat memberikan santunan bagi mereka yang kekurangan, sehingga dapat mengurangi beban biaya hidup mereka pada bulan Ramadhan tersebut.
Maka wajar dengan tradisi ini hampir semua mazhab di Indonesia tidak mempermasalahkan munggahan atau papajar ini. Berbeda dengan tradisi-tradisi lain yang ada unsur kemusyrikannya, sering terjadi perbedaan pendapat tentang boleh atau tidaknya melakukan tradisi tersebut
Tradisi yang baik akan menjadi ibadah jika tidak diembel-embeli oleh hal-hal yang kurang baik. Alih-alih bersilaturahmi yaitu menyambungkan tali persaudaraan, namun kegiatannya diisi dengan menceritakan kejelekan orang lain, atau malah bergaya hedonis dengan pamer harta kekayaan, dan jabatan pada yang lain, sehingga dapat menimbulkan sakit hati bagi mereka sempit hati.
ADVERTISEMENT
Niatkan papajar menjadi momen yang baik untuk bersilaturahmi, saling memaafkan, saling berbagi. Di era sekarang ini zaman sudah berubah, bisa saja silaturahmi dengan berbagai kiriman ucapan maaf dalam media sosial, atau silaturahmi menggunakan video call, atau berbagi makanan via aplikasi.

Hal yang Harus Disiapkan Menjelang Ramadhan

Ilustrasi puasa. Foto: Shutterstock.
Pertama, bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah sehingga menjelang Ramadhan kaum muslimin diharuskan bersuka ria menghadapinya, seperti seseorang yang akan kedatangan kekasihnya maka hatinya akan berbunga-bunga karena akan bertemu dengan yang dicintainya.
Kedua, memperbanyak ibadah seperti yang akan dilakukan di bulan suci Ramadhan. Memperbanyak ibadah puasa sunah supaya ketika memasuki bulan suci Ramadhan sudah terbiasa dengan menjalankan puasa, atau dalam bahasa sederhananya adalah pemanasan puasa sebelum puasa wajib di bulan Ramadhan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, membersihkan diri secara mental dan fisik dari kotoran. Bulan Ramadhan adalah bulan yang suci, maka secara mental jauhkan diri dari kotoran hati yaitu rasa sombong, iri hati, ria, dan syirik. Juga secara fisik, alangkah baiknya terbebas dari kotoran fisik baik dalam badan kita, pakaian maupun rumah dan lingkungan kita.
Ilustrasi sakit kepala saat puasa Foto: Shutter Stock
Keempat, siapkan mental. Bulan Suci Ramadhan adalah ajang penggojlogan mental, bersikap jujur pada diri sendiri, melatih kesabaran, pantang menyerah walaupun perut lapar, selalu berpikir dan bertindak positif, dan belajar peduli kepada orang lain.
Kembali lagi pada tradisi munggahan/papajar, tradisi ini harus dilestarikan dengan baik, dan harus ditingkatkan nilai kebermanfaatannya bagi perkembangan syiar Islam, khususnya menjelang bulan Ramadhan, sehingga tradisi ini bisa bernilai ibadah.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak semuanya tradisi bisa sejalan dengan syiar Islam, apalagi sudah menyangkut masalah akidah serta keyakinan, dan jika ini terjadi maka bukan ibadah lagi namun menjadi dosa yang di budayakan.