Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Stunting Calistung, Kok Bisa?
24 Oktober 2024 16:07 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Tantan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Stunting fisik bisa dicegah dengan pemenuhan gizi anak, baik ketika berada dalam kandungan ibunya, balita dan anak-anak yang masih usia pertumbuhan.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang sedang menjadi salah satu program prioritas Pak Prabowo yaitu pemenuhan makan bergizi gratis bagi seluruh pelajar Indonesia.
Progam tersebut sepertinya akan dikomandoi oleh satu kementerian atau badan tertentu yang akan menangani permasalahan gizi secara nasional.
Mudah-mudahan usaha Pak Prabowo ini betul-betul bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan stunting dari negeri ini.
Namun demikian, stunting bukan bermasalah dalam hal fisik saja, namun juga stunting dalam hal non fisik.
Sebut saja fenomena yang sekarang sedang ramai, anak SMP dan SMA banyak yang belum bisa baca, tulis dan menghitung (calistung)
Mungkin masih banyak orang yang bertanya-tanya, apakah memang benar ada anak SMP atau anak SMA yang masih lemah untuk calistung ini?
ADVERTISEMENT
Kalau bapak ibu pembaca merupakan orang tua siswa yang anaknya sedang sekolah di tingkat SMP atau SMA, tidak ada salahnya bapak ibu tes anaknya di rumah untuk membaca, menulis dan menghitung dasar.
Kalau bisa alhamdulillah, kalau belum bisa itulah yang sebut dengan “Stunting calistung”.
Kok bisa ya ada anak yang stunting calistung? Ya, memang begitu adanya.
Entah apa penyebabnya, yang jelas itu adalah salah satu permasalahan yang ada di dunia Pendidikan kita.
Untuk mengetahui stunting calistung, saya sarankan bagi lembaga pendidikan di tingkat SMP atau SMA sederajat sebaiknya melakukan tes terhadap seluruh siswanya berkenaan dengan calistung dan untuk yang beragama Islam, tes mereka baca tulis Al-Quran.
Stunting fisik gampang ketahuan dari fisiknya, namun stunting calistung anak atau siswa kita harus dites dahulu, dan jangan heran kalau ada anak tingkat SMP atau SMA ini masih ada yang belum lancar membaca menulis dan menghitung dasar.
ADVERTISEMENT
Hal ini sangat mungkin tidak hanya di sekolah-sekolah kecil atau sekolah pinggiran, sangat mungkin juga terjadi di sekolah-sekolah besar dan di tengah perkotaan. Bahkan dari mereka yang berasal dari keluarga menengah ke atas.
Sekolah atau guru-guru di tingkat SMP atau SMA sederajat sudah jarang yang melakukan tes calistung dasar, pada umumnya mereka mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya.
Ya, wajar karena seharusnya anak usia SMP dan SMA sudah tidak bermasalah dengan hal ini.
Hal yang menarik dan patut dicontoh, sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) ketika masa registrasi atau pendaftaran ulang siswa baru mewajibkan siswa dan orangtuanya untuk datang ke sekolah, salah satu tujuannya adalah wawancara dan tes calistung anaknya yang didampingi orangtuanya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan itu orangtua menyaksikan sendiri bagaimana kemampuan anaknya dalam membaca, menulis, menghitung sederhana dan baca tulis Alquran (untuk yang beragama Islam).
Walaupun tes nya tidak secara langsung, namun ada trik tersendiri panitia melakukannya.
Ya, hasilnya bervariasi, untuk membaca latin umumnya sudah lancar, namun ada yang masih terbata-bata, dan bahkan ada beberapa siswa yang sama sekali belum bisa merangkai hurup menjadi sebuah kata.
Untuk berhitungpun sama, operasi matematika penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian tidak semua siswa lancar, bahkan bisa dibilang pada umumnya mereka masih lemah.
Membaca dan menulis Alquran pun bisa dibilang sama, masih banyak siswa yang belum lancar baca tulis, dan masih ada yang buta terhadap huruf arab.
Hal yang menggelitik buat saya adalah ketika mereka didampingi orang tuanya, diantara mereka ada yang saling menyalahkan. Dan orang tua banyak yang baru tahu anaknya lemah dalam hal calistung ini.
ADVERTISEMENT
Ini adalah sebuah masalah bagi dunia pendidikan kita, entah dimana biang keroknya. Apakah di siswa, orang tua siswa, gizi, guru TK, guru SD, guru SMP, guru SMA, lembaga pencetak guru, kementrian terkait, atau yang lainnya? Yang jelas pasti semua tidak mau disalahkan.
Kata siswanya orangtuanya tidak pernah memperhatikannya di rumah, terus kata orang tua, gurunya yang tidak bener, ngapain disekolahin kalau di rumah harus diajarin lagi.
Kata guru TK, ga ada kewajiban lulusan TK masuk SD harus bisa calistung. Kata guru SD, kebijakan kurikulum sekarang semua tidak boleh ada yang tidak naik kelas, semuanya harus lulus, ya kami luluskan.
Kata guru SMP dan SMA sederajat, bukan tugas saya untuk mengajari mereka calistung, tugas saya, mengajari mereka sesuai bidang yang saya ampu.
ADVERTISEMENT
Terus kata lembaga pencetak guru, itu adalah kebijakan dan kondisi lapangan, kami hanya menyiapkan mereka yang akan menjadi guru yang professional.
Kata kementerian pendidikan, masa yang gitu aja harus diurusan kementerian, kan merdeka belajar. Gurunya dong yang kreatif, inovatif, kolaboratif, pembelajaran berpusat pada siswa, pembelajaran yang menyenangkan, lakukan pembelajaran diferensiasi, belajarlah dari PMM dan apa lagi ya? Hmmm
Lalu mau dibagaimanakan anak yang stunting calistung ini? Mau di biarkan? Apa memang kurikulum saat ini membolehkan itu? Apa yakin nilai PISA 2025 mendatang Indonesia bisa naik? Apa yakin Indonesia emas bisa dicapai?
Mau bagaimana lagi, stunting calistung ini sudah ada terjadi, sekarang tinggal bagaimana semua pihak menyikapi hal ini.
Sepakat atau tidak sepakat, siswa adalah objek pendidikan kita, keberhasilan siswa dalam belajar adalah keberhasilan pendidikan kita.
ADVERTISEMENT
Sebagai masukan dan harapan baru buat pak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah bisa menyelesaikan ini, ada banyak hal krusial yang harus dibenahi dan di evaluasi atas peraturan, kebijakan dan pelaksanaan pendidikan kita saat ini, khususnya di jenjang dasar dan menengah.