Hubungan Bonus Demografi dan Pendidikan melalui Pembiasaan Menulis

Taofik Hidayat
Ciamis - Jatinangor Postharvest Technology
Konten dari Pengguna
13 Juli 2020 8:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Taofik Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
SUMBER : https://www.google.com/search?q=menulis&safe=strict&sxsrf=ALeKk03hAZBhhjSRlOI6uixyOVU3mHAaFg:1594603483756&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwj7t9PxiMnqAhWJF3IKHZv_AH4Q_AUoAXoECBAQAw&biw=1366&bih=657#imgrc=FejTVjaOQd6w7M&imgdii=WW30sU3Ew2oicM
zoom-in-whitePerbesar
SUMBER : https://www.google.com/search?q=menulis&safe=strict&sxsrf=ALeKk03hAZBhhjSRlOI6uixyOVU3mHAaFg:1594603483756&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwj7t9PxiMnqAhWJF3IKHZv_AH4Q_AUoAXoECBAQAw&biw=1366&bih=657#imgrc=FejTVjaOQd6w7M&imgdii=WW30sU3Ew2oicM
ADVERTISEMENT
Sudah sangat sering terdengar mengenai kata “demografi” atau mungkin “bonus demografi”. Hal tersebut menjadi isu yang telah banyak diperbincangkan di Indonesia, mengingat menurut data statistik Indonesia sedang mengalami era bonus demografi hingga tahun 2030 (Jati, 2015). Bonus demografi sendiri merupakan keadaan dimana penduduk usia produktif berjumlah besar pada suatu negara, sehingga akan membuka peluang kemajuan negara di berbagai bidang (Mukri, 2018). Akan tetapi, bonus demografi tersebut tidak akan terjadi apabila penduduk usia produktif tidak mempunyai kapasitas atau kemampuan yang cukup pada era saat ini. Bahkan, jika bonus demografi tidak dikelola dengan baik akan timbul hal-hal yang tidak diinginkan seperti meningkatnya kemiskinan karena penduduk usia produktif tidak siap menghadapi kehidupan. Di tengah era bonus demografi ini, ternyata dunia memasuki era industri 4.0 yang memaksa kita harus mempunyai keterampilan-keterampilan baru. Keterampilan-keterampilan tersebut diantaranya adalah pemecahan masalah yang komplek, berpikir kritis, kreativitas, manajemen manusia, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan, berorientasi servis, negosiasi, dan fleksibilitas kognitif (Widiarini, 2018). Belum ditambah lagi saat ini dunia sedang dilanda pandemi covid-19 yang membuat tatanan kehidupan di berbagai bidang berubah, tidak terkecuali pada dunia pekerjaan yang memakan banyak korban PHK di berbagai perusahaan. Lantas, bagaimana nasib penduduk usia produktif yang jumlahnya sangat besar tadi? Menurut BPS, tingkat penganguran Indonesia dalam setahun terakhir hingga Bulan Februari 2020 meningkat sebesar 60 ribu orang dan jumlah tenaga kerja meningkat sebanyak 1,73 orang (BPS, 2020). Angka tersebut didapatkan sebelum pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pandemi covid-19, dapat dibayangkan berapa banyak pengangguran saat ini kemungkinan lebih banyak lagi. Hal yang sangat pokok dan hampir ada pada setiap masalah kependudukan di Indonesia adalah mengenai pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat memberikan pengaruh pada kualitas sumber daya manusia suatu negara. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu hal yang harus dibenahi. Jika kita berkaca pada pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah banyak terobosan dan inovasi yang dikembangkan dan diimplementasikan. Hal tersebut dilakukan semata-mata supaya yang dididik menjadi pembelajar sepanjang hayat, bukan hanya untuk lulus ujian saja. Karena dunia setelah pembelajaran di institusi pendidikan tidak hanya memandang ijazah tapi juga keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan saat itu, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Salah satu inovasi pendidikan yang telah diterapkan adalah “Gerakan Literasi Sekolah”. Gerakan literasi sekolah tersebut diadakan berdasarkan fakta bahwa indeks literasi masyarakat Indonesia menurut berbagai survey masih sangat rendah. Contohnya berdasarkan survey yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di New Britain, Indonesia mendapatkan urutan ke 60 dari 61 negara yang di survey mengenai kemampuan literasi (Wandasari, 2017). Gerakan literasi sekolah atau GLS ini sangat penting dilakukan, karena dengan membaca pengetahuan peserta didik akan bertambah. Termasuk hubungannya dengan pengetahuan masa kini dan yang harus dilakukan supaya dapat menghadapi kehidupan pasca belajar di institusi pendidikan. Logikanya, bagaimana dapat mempersiapkan diri menghadapi tantangan global sedangkan tidak tahu apa yang harus dikuasai. Salah satu kegiatan dari GLS adalah dengan membaca selama 15 menit per hari yang jadwalnya disesuaikan dengan keadaan sekolah masing-masing (Wandasari, 2017). Setelah kegiatan tersebut dilaksanakan ada baiknya ditambah dengan penghargaan atas kerja keras peserta didik dalam upaya meningkatkan minat bacanya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah program membuat satu tulisan dalam satu semester untuk setiap peserta didik. Tentunya, hal ini ditujukan khususnya untuk tingkat SMP dan SMA/sederajat. Kegiatan membuat satu tulisan dalam satu semester ini ditujukan supaya setelah peningkatan minat baca dilaksanakan, dilakukan pengujian analisis hasil membaca melalui tulisan. Peserta didik bebas menulis dalam bentuk apapun, misalnya kisah inspiratif, cerita pendek, esai dan sebagainya sesuai dengan kreasi dari peserta didik. Hal ini akan mendorong peserta didik untuk berpikir kreatif dan lebih semangat membaca. Tentunya pihak sekolah juga menyediakan informasi mengenai aturan-aturan penulisan jenis-jenis tulisan, sehingga peserta didik tahu tahapan penulisan untuk jenis tulisan yang akan digarapnya. Dapat juga diselaraskan dengan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia, tentunya ada pembahasan mengenai jenis tulisan tertentu. Kegiatan ini membuat mau tidak mau peserta didik harus membaca, misalnya jika akan menulis suatu esai peserta didik harus membaca mengenai topik masalah yang akan ditulisnya. Hal tersebut akan membantu mengarahkan peserta didik untuk menambah wawasan di bidang tertentu dan mengarahkan ketertarikan peserta didik pada suatu bidang yang mungkin akan terus digeluti. Apalagi jika masalah yang diangkat pada tulisannya berupa isu-isu hangat saat itu yang dapat mengarahkan pada pengetahuan apa yang harus mereka tempuh dan mereka kuasai setelah keluar dari pendidikan formal. Jika kegiatan “Satu Semester Satu Tulisan” dilaksanakan pada jenjang SMP dan SMA/sederajat, setidaknya setelah keluar dari SMA peserta didik mempunyai 12 tulisan. Tulisan-tulisan hasil karya peserta didik pada kegiatan “Satu Semester Satu Tulisan” harus diapresiasi tentunya supaya menambah gairah menulis peserta didik di semester selanjutnya. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk apresiasi tersebut sesuai dengan kondisi sekolah. Akan lebih baik jika apresiasi dilakukan dengan membukukan karya dari peserta didik sesuai dengan jenis tulisan per semester. Sehingga dengan hal tersebut, sekolah akan mempunyai lebih dari satu buku tulisan karya peserta didik dalam satu semester. Karya yang dibukukan tersebut tentunya harus diseleksi, tidak semua karya dimasukan dalam pembukuan. Buku-buku tersebut dapat dicetak oleh sekolah dan disimpan sebagai arsip. Selain dicetak dan karena saat ini serba digital, institusi pendidikan sebaiknya membuat sebuah aplikasi yang dapat menampung hasil tulisan terpilih dari peserta didik tersebut seperti perpustakaan digital. Pemerintah perlu membuat tim untuk pembuatan dan pengaturan suatu perpustakaan digital, sehingga dari pihak sekolah hanya perlu memberikan hasil karya terpilihnya per satu semester. Dengan hal tersebut tulisan terpilih dari peserta didik dapat diakses dan dibaca oleh orang lain. Aksesnya bisa diatur, mungkin untuk satu sekolah saja atau mungkin untuk jenjang nasional. Hal tesebut sangat mengapresiasi hasil kerja keras peserta didik. Jadi, dengan kegiatan “Satu Semester Satu Tulisan” peserta didik akan benar-benar dibiasakan untuk membaca kaerena keperluan untuk menulis salah satunya adalah membaca. Kecenderungan era saat ini serba digital, akan lebih memudahkan peserta didik untuk mencari tahu informasi yang mereka inginkan. Isu-isu hangat dan penting termasuk mengenai bonus demografi berpotensi mereka dapatkan karena keperluan membaca untuk menulis. Dengan hal tersebut peserta didik akan terdorong untuk mengetahui apa saja yang harus mereka kuasai untuk menghadapi kehidupan kelak. Sehingga mereka akan berpotensi untuk menyukseskan kuntungan dari bonus demografi yang sedang dan akan terus selama beberapa tahun Indonesia jalani, yang akhirnya terbentuklah generasi pasca demografi yang lebih baik. Ditambah dengan kesempatan dalam pandemi covid-19 ini, pembelajaran daring terus diutamakan karena ketidakpastian waktu berakhirnya pandemi ini. Hal tersebut menambah waktu peserta didik untuk terus membaca dan menulis.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka :
Badan Pusat Statistik (2020). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari
2020. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Jati, W.R. (2015). Bonus Demografi Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi :
Jendela Peluang atau Jendela Bencana di Indonesia?. Populasi, 23(1), 2.
Mukri, S.G. (2018). Menyongsong Bonus Demografi Indonesia. ADALAH :
Buletin Hukum & Keadilan, 2(6a), 51.
Wandasari, Y. (2017). Implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai
Pembentuk Pendidikan Berkarakter. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan), 1(1), 325,331,332.
Widiarini, A.D. (2018). Ingat, Ini “Skill” yang Harus Dimiliki di Era Industri 4.0.
Diakses pada 28 Juni 2020, dari https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/31/10222981/ingat-ini-skill-yang-harus-dimiliki-di-era-industri-40#:~:text=World%20Economic%20Forum%20juga%20merilis,manusia%2C%20berkoordinasi%20dengan%20orang%20lain%2C.