news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kolaborasi, Kunci Sukses Gerakan Nasional Bela Negara di Era Digital

tarsih ekaputra
Seorang Pembelajar Kehumasan, Komporis Bela Negara, Media Relation Consultant, Podcaster di Cangkrukan Bela Negara. Saat ini sebagai 1) Ketua Bid Bela Negara Generasi Muda Kosgoro (GMK) 2) Kabid Humas Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG)
Konten dari Pengguna
4 September 2021 13:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari tarsih ekaputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan Ngopi Daring Bela Negara dengan tema Gastro Bela Negara
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan Ngopi Daring Bela Negara dengan tema Gastro Bela Negara
ADVERTISEMENT
Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 ayat 3 mengungkapkan secara gamblang bahwa bela negara merupakan kewajiban setiap warga negara. Namun, bagaimana bentuk komunikasi atau diplomasi bela negara yang relevan pada era digital ini?
ADVERTISEMENT
Bela negara memiliki spektrum yang sangat luas di berbagai lini kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dari sini dapat disimpulkan, bela negara tidak hanya dilakukan oleh militer dengan kekuatan senjata, tetapi juga dilakukan oleh setiap warga negara dengan kemampuannya. Apalagi seiring perubahan zaman, bentuk ancaman bagi kedaulatan bangsa bukan lagi berupa serangan militer secara fisik.
Di era digital dan pandemi covid 19 saat ini, salah satu hal yang mengancam negara ialah infodemik. Infodemik ini mengarah pada informasi berlebih akan sebuah masalah, sehingga kemunculannya dapat mengganggu usaha pencarian solusi terhadap masalah tersebut termasuk dalam sebuah kampanye nasional seperti gerakan nasional bela negara.
Kemajuan teknologi memudahkan semua orang mengakses, membuat, atau menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Parahnya, infodemik ini bagaikan bola salju yang efeknya semakin lama semakin besar dan berpotensi menyebabkan perpecahan. Lebih-lebih jika isu yang “digoreng” berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
ADVERTISEMENT
Merujuk pada sebuah strategi komunikasi, Perhimpunan Humas Indonesia melalui Ketua Umumnya menyampaikan sebuah mantra terbaik dalam menyiasati dan menghadapi kondisi saat ini, yakni dengan Adopt, Adapt, Adept. Dalam konteks seperti di atas, spirit Adopt, Adapt dan Adept semakin relevan untuk menjalankan sebuah program sosialisasi atau sebuah gerakan baik berskala khusus maupun nasional, seperti Gerakan Nasional Bela Negara, Gerakan Revolusi Mental, Gerakan Indonesia Cakap Digital, dan lain sebagainya.
Semua serba digital. Adopt kata kerja yang berarti mulai menggunakan sesuatu atau mengadopsi. Era digital dan Normalitas baru memaksa pelaku campaign atau kita semua untuk dapat merumuskan strategi dengan meng-adopsi perubahan inovasi teknologi.
Bayangkan, faktanya menurut Dewan Pers ada 47.000 media di Indonesia saat ini. Setiap jam ada 200 juta orang yang menonton Youtube, ada 1,3 juta konten per menit yang diunggah di Facebook, ada 4 juta foto yang diunggah di Instagram per jamnya, dan ada 6000 kicauan yang dibagikan per detik di Twitter. Sejujurnya itu pasti belum termasuk WhatsApp Group (WAG) yang kita miliki saat ini.
ADVERTISEMENT
Adapt adalah kata kerja yang berarti berubah untuk situasi atau tujuan baru. Adaptasi, menyesuaikan dengan hal dan cara-cara baru yang selama ini telah adopsi.
Di era digital yang sekaligus normalitas baru, Teknologi dan platform digital memicu kreativitas sehingga menantang kita untuk mencari solusi baru, merintis jalan baru, cara kerja baru, pendekatan baru agar sebuah campaign atau program sosialisasi maupun ragam gerakan tersebut semakin menyasar ke semua lapisan publik / masyarakat.
Adept sebagai kata sifat memiliki arti menjadi terampil, ahli atau mahir dalam hal mengemas dan mengkomunikasikan program sosialisasi atau gerakan yang dibuat. Dalam opini saya, selain spirit Adopt, Adapt dan Adept, yang tak kalah penting adalah semangat “kolaboratif”, artinya setiap keluaran kampanye yang ada atau dijalankan, dan dalam hal ini kampanye Gerakan Nasional Bela Negara harus dikolaborasikan dan dijalankan secara masif dan bersamaan dengan berbagai stakeholder yang ada.
ADVERTISEMENT
Penulis mencoba memulai dari hal yang sederhana, bagaimana setiap output dari sebuah campaign atau dalam bahasan kali ini adalah campaign bela negara ini secara terbuka dapat dinikmati, pahami, dilaksanakan, dan juga digaungkan oleh khalayak yang memiliki minat, di luar mitra yang memang ditunjuk atau diminta untuk melaksanakan.

Membuka akses untuk publik menjadi Agen Bela Negara

Kembali lagi di era digital dan normalitas baru, kini bermunculan content creator mulai dari yang sekadar hiburan hingga yang serius. Dengan semangat kolaboratif, sub judul di atas seyogyanya dapat diaplikasikan. Di mana, bicara bela negara ini merupakan amanat UUD 1945 dan menjadi hak serta kewajiban setiap warga negara, hendaknya pelaku campaign dengan “senang” membuka akses untuk publik agar menjadi agen bela negara.
ADVERTISEMENT
Bagaimana caranya? Saat Ditjen Pothan Kemhan RI yang membidangi Bela Negara ini telah memiliki program utama yang sangat mengikuti trend kekinian, yakni Program Ngopi Daring Bela Negara. Terkait Ngopi Daring Bela Negara atau ngobrol pintar secara daring tentang bela negara ini, penulis berkesempatan untuk turut menginisiasi yang disambut baik oleh Direktur Bela Negara dan Dirjen Potensi Pothan Kemhan RI. Edisi perdananya dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara ke-72 pada 19 Desember 2020.
Kini program tersebut telah secara rutin dan masif melakukan kegiatannya dan telah diisi oleh berbagai kalangan mulai dari public figure, pejabat negara, komunitas dan lain sebagainya. Sudah cukup sukses dan membanggakan. Namun menurut opini penulis, keberhasilan yang sudah baik selama ini dapat semakin ditingkatkan tak hanya dari sisi konten dan sosok yang ada dalam konten tersebut, melainkan bagaimana akses publik atau dalam hal ini secara khusus pada para content creator untuk dapat menyebarluaskan atau mendengungkan konten-konten yang ada dibuka seluas-luasnya tanpa perlu takut akan adanya copyright strike atau bahkan justru terkena take down dan banned di kanal sosial medianya.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana jika disalahgunakan, misalkan konten dipotong-potong atau di edit untuk tujuan yang tidak baik? Memang hal seperti ini banyak terjadi. Dan kebanyakan adalah terkait dengan statement komunikasi publik, public figure maupun politikus. Jika dikaitkan secara khusus pada konten-konten bela negara, kejadiannya sangatlah sedikit. Sehingga yang menjadi fokus pemilik program adalah bagaimana mengajak atau berkolaborasi dengan publik dalam hal ini para content creator yang memiliki minat mendengungkan untuk dapat mempublikasikan ulang secara penuh konten yang ada di kanal sosial medianya. Dan jika mengambil salah satu konten dari serangkaian konten yang ada, pemilik program mendorong agar tetap menyematkan sumber dari konten yang di ambil.
Spirit ini adalah, spirit semakin banyak yang mempublikasikan sebuah program akan semakin banyak publik yang melihat, memahami, mencatat dan mengaplikasikannya. Karena di era perkembangan sosial media kita saat ini, melalui semangat bela negara dan program bela negara seyogyanya kolaborasi dengan content creator atau institusi lain untuk bersama-sama menggaungkan dan menyebarluaskan program bela negara.
ADVERTISEMENT
Jika sepakat demikian, minimal kita akan meminimalisir infodemik yang terjadi dengan mencegah hoaks, fake news, dan ujaran kebencian dengan memberikan akses terbuka untuk menyebarluaskan konten positif seperti Ngopi Daring Bela Negara.
Adopt, Adapt, Adept ditambah Kolaborasi, akan membuat setiap campaign bela negara menyebar luas, diterima publik dan tertanam dalam benak publik. #SalamBelaNegara
(Sumber:Buku Karya Agung Laksamana "Adapt or Die", Tulisan Gita Rama Mahardhika - its.ac.id)