Memoar Ki Tarka Sutarahardja (Penerjemah Naskah-Naskah Jawa Kuno dari Indramayu)

Tatang Hidayat
Pegiat Student Rihlah Indonesia
Konten dari Pengguna
21 Juli 2021 19:08 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatang Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar : Facebook Ki Tarka Sutarahardja
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar : Facebook Ki Tarka Sutarahardja
ADVERTISEMENT
Memoar Ki Tarka Sutarahardja (Penerjemah Naskah-Naskah Jawa Kuno dari Indramayu)
ADVERTISEMENT
Oleh : Tatang Hidayat (Pegiat Student Rihlah Indonesia)
Tampil sederhana. Dia bahkan mengaku hanya seorang petani kecil di Cikedung, Kabupaten Indramayu. Padahal kontribusinya luar biasa besar. Sosok yang begitu peduli terhadap sejarah dan budaya masa lalu. Dia menekuni naskah yang bertulisan Jawa Kuno yang telah berusia ratusan tahun. Rasa ingin tahu dan semangat yang tinggi untuk bisa memahami aksara Jawa Kuno, Ki Tarka memilih hijrah ke Pamanukan, Subang. Di situ, ia belajar membaca aksara Jawa Kuno dari kakeknya, Sutaraharja yang merupakan seorang veteran. Dalam sehari ia belajar dua jam lamanya. Pagi dan sore hari (manassa.id/2018/04).
Tarka Sutarahardja yang biasa di panggil Ki Tarka merupakan pengoleksi naskah sekaligus pakar dalam membaca dan menulis beberapa naskah khususnya yang beraksara dan berbahasa Jawa. Ki Tarka tinggal di wilayah Indramayu tepatnya di Desa Cikedung Lor Blok I, RT 05/RW 02, Gang Guru H Suryana, Kecamatan Cikedung, Indramayu Jawa Barat. Kemampuan membaca naskah dipelajari dari kakek beliau selama bertahun-tahun sehingga atas kemampuannya beliau diangkat sebagai Modin Aksara Jawa melalui Pusat Konservasi dan Pemanfaatan Naskah Klasik Cirebon dengan Surat Keputusan Nomor: 08/SK/2013 tentang Pengangkatan Tim Ahli Aksara Jawa dengan Gelar Modin Aksara Jawa (RZ dalam lektur.kemenag.go.id diakses 20/7/2021).
ADVERTISEMENT
Dalam kajian-kajian tentang naskah klasik, Ki Tarka tergabung dalam sebuah organisasi yaitu Forum Jati Budaya Indramayu yang berdiri pada tahun 2005. Organisasi ini begerak dalam beberapa kegiatan, antara lain: 1) Forum pengkajian lontar/naskah kuno aksara Jawa dan Arab, 2) Pengobatan alternatif pijat; saraf/refleksi dan klasik, 3) Wadah kreatifitas anak muda, dan 4) Majelis taklim/pengajian. Khusus bidang pengkajian lontar/naskah kuno aksara Jawa dan Arab organisasi ini berupaya mengumpulkan informasi tentang keberadaan lontar/serat sastra kuno yang ditulis pada kertas kuno, kulit, dan sebagainya baik dengan tulisan aksara Jawa, Arab Pegon, Arab Gundul, dan lain-lain. Selain itu dilakukan juga penerjemahan naskah-naskah tersebut ke dalam bahasa latin serta kajian-kajian dalam naskah itu sendiri. Kajian tersebut tentunya melibatkan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat sekitar dapat mengenal dan ikut mempelajari warisan budaya lokal yang bersumber naskah-naskah yang dikaji. (RZ dalam lektur.kemenag.go.id diakses 20/7/2021).
ADVERTISEMENT
Ki Tarka Sutarahardja (21 April 1970), atau Kang Tarka begitulah panggilan akrabnya. Kang adalah kependekan dari kata kakang, sebuah panggilan kehormatan di Indramayu, bagi mereka yang dianggap tokoh dan dituakan oleh masyarakat. Dikarenakan umur yang lebih tua atau memang memiliki keilmuan yang lebih tinggi. Jika bicara naskah kuno tentu tak bisa dilewatkan begitu saja kiprah seorang Ki Tarka Sutarahardja dalam dunia filologi. Meskipun seorang otodidak, sudah ratusan naskah kuno ia terjemahkan. Produktivitasnya bisa jadi malah mengalahkan filolog dari kalangan akademis (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Baginya naskah kuno itu mempesona dan menggairahkan, jiwanya tertantang dan tergugah untuk mempelajarinya. Bagi seorang Kang Tarka, naskah kuno itu adalah ladang kehidupan dan ladang ilmu. Sungguh ia telah tertambat hatinya dengan apa yang tersaji di dalam naskah kuno, yang kaya akan tabir budaya masa lalu itu. Rasa penasarannya itu dimulai pada tahun 1995, saat Kang Tarka dipasrahi naskah kuno Cerita Panji Inu Kertapati dari kerabat dekatnya. Naskah itu berasal dari Wa’ Masjaya, salah satu keturunan Ki Buyut Marsidem, salah satu pendiri Desa Cikedung (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
ADVERTISEMENT
Melihat naskah tersebut menggunakan aksara Jawa, Kang Tarka terkejut. Terusik rasa penasarannya. Sejak itulah ia tergugah untuk mempelajari naskah yang bertuliskan akasara Jawa tersebut. Dikarenakan ada kesulitan dalam upaya menerjemahkan naskahnya, Kang Tarka pun dipandu bermodalkan sebuah buku panduan “Pakem Cacarakan”, terbitan tahun 1991 Yogyakarta. Setelah dianggap mampu menulis dan membaca aksara Jawa hasil belajar dengan buku Pakem Cacarakan itu. Iapun langsung mencobanya, sedikit demi sedikit naskah kuno tersebut mulai diejanya. Namun, apa yang diharapkannya tak sesuai dengan kenyataan. Tak satupun isi naskah tersebut yang bisa dibaca (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Dalam pikiran gamang dan putus semangat, pada suatu waktu ia jadi teringat pada kakeknya. Kakeknya adalah pensiunan Kepala SR—sekolah rakyat—salah satunya adalah SR di Paoman pada tahun 1960’an. Rumah dinasnya adalah di Gang Telepon Indramayu. Selain pensiunan guru, kakeknya juga seorang veteran. Ia pernah meninggalkan tugas guru SR demi aktif ikut perang gerilya dengan M.A. Sentot. Nama kakeknya itu Sutarahardja. Suatu waktu dibawalah naskah tersebut dihadapan kakeknya. Ia yakin kakeknya bisa mengajarinya, membaca naskah tersebut (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
ADVERTISEMENT
Tentu, melihat cucunya punya kepedulian pada naskah akasara Jawa. Ki Sutarahardja merasa senang sekali. Detik itu juga Ki Sutarahardja langsung memulai pelajarannya. Dengan sabar kakeknya memberikan pelajaran-pelajarannya. Ternyata, bagi Kang Tarka susah juga ya, tak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Naskah kuno itu tetap saja susah untuk bisa dibaca. Meski sudah dikursus selama dua jam. Dalam kesulitan tersebut, Kang Tarka tak kehilangan akal, ia pun memohon kepada kakeknya untuk menuliskan terjemahannya. Untuk sementara ini, ia pun angkat tangan. Lalu, daripada pusing ia pun memohon manja untuk diceritakan kisah perjuangannya dulu sewaktu jadi pasukan setan M.A. Sentot (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Sepulangnya, dari rumah kakeknya di Pamanukan, Subang. Setiap hari Kang Tarka selalu membolak-balik hasil alih aksara kakeknya. Karena sebelumnya sudah memahami karakter cacarakan Pakem Anyar, maka setengah bulan kemudian naskah kuno itu mulai sedikit terbaca. Persoalannya adalah karena minimnya kosakata perbendaharaan yang dikuasai dan dipahami. Bahasanya masih asing bagi Kang Tarka. Perjuangan menerjemahkan naskah pertama itu begitu lambat hingga enam bulan lamanya, faktor utama adalah kesibukannya sebagai karyawan dan tidak ada guru yang memandunya. Pada akhirnya, naskah tersebut ditaklukkan. Inilah tonggak keilmuan filologisnya dimulai, yakni pada tahun 1995 setelah ia bisa menaklukkan naskah Cerita Panji Inu Kertapati (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
ADVERTISEMENT
Sejak itu, semangatnya menjadi menggebu-gebu. Tak peduli siang malam-jauh dekat, saat ada kabar naskah kuno ia langsung memburunya. Awalnya memang ketertarikan Kang Tarka terhadap naskah kuno, lebih pada tentang mantra-mantra Jawa atau semacam tutur piwulang (ilmu kaweruh). Kang Tarka menemukan, naskah kuno ternyata berisi lebih banyak bahasa-bahasa filsafat yang ia cari selama ini. Dari hal itulah, Kang Tarka menganggap pasti pada setiap naskah-naskah kuno itu tercantum tutur tembung kebaikan (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Sejak itu ia menjadi kesengsem dan selalu ingin membaca naskah-naskah Jawa. Tak hanya naskah soal sejarah, kesenian, dan religi yang ditelusurinya. Aneka primbon-primbon dan petungan pun ia jejaki, bahkan jika perlu ia membeli naskah tersebut untuk dikoleksi. Jika pulang kampung Kang Tarka selalu menyempatkan diri untuk mencari naskah-naskah kuno yang disimpan oleh para sesepuh. Berkat sesepuh-sesepuh inilah, akhirnya penguasaan aksara Jawa Kang Tarka meningkat tajam (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
ADVERTISEMENT
Ada yang menyumbangkan naskahnya, ada yang meminta untuk diterjemahkan dan ada juga yang hanya mengizinkan untuk disalin saja. Lucunya, masih banyak masyarakat yang mengkeramatkan naskahnya. Inilah penyebab mengapa keberadaan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat akhirnya susah sekali ditembus. Saat itu Kang Tarka masih bekerja di Bogor. Sejak tahun 1991–2004, ia bekerja di PMS –Project Managament Services—IPB, Kampus Darmaga Bogor. Pada Proyek Pengembangan Pembangunan Gedung-gedung IPB Tahap I dan II (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Dalam proses revitalisasi Ki Tarka melakukan berbagai upaya di antaranya berbagi informasi dengan dinas terkait, menjadi Anggota RBN Pesambangan Jati Cirebon, MBC, LBSD, LKI, Tapak Karuhun Nusantara, Manassa. Kemudian juga mereka melakukan kunjungan ke Kangjeng Sultan Kacirebonan untuk memohon restu, mencari persahabatan dengan tokoh muda dan tua, melalui Medsos dengan sharing baca naskah Jawa, Pegon, mengenali karakter pemilik naskah, memahami ringkasan isi Babad dan mengumpulkan Jawokan atau Mantra dan meyakinkan pemilik dengan fakta yang nyata. Sejak 2009, setelah mengalih aksarakan Manuskrip Kulit Menjangan, Lontar dan Selongsong Tombak milik Museum Pemda, selanjutnya Ki Tarka sering mendapat informasi kegiatan seni budaya di kota dan saling berbagi informasi temuan-temuan naskah dan seni tradisi yang hampir musnah seperti di Jaran, Lumping, Pujanggaan, Bobotan, Berokan dan Brei (Nashih Nashrullah dalam republika.co.id, 16/12/2020).
ADVERTISEMENT
Demi memperlancar studi-studinya itu, Kang Tarka sampai membentuk organisasi-organisasi yang fokus pada budaya, hal ini agar mendukung kebutuhan akan jiwanya yang terlanjur gandrung pada naskah kuno. Salah satu sayap organisasi yang ia besut untuk mendukung mimpi-mimpinya adalah Forum Jati Budaya Indramayu pada tahun 2010. Ia sendiri didaulat sebagai ketuanya. Kiprahnya di Forum Jati Budaya mulai mengundang perhatian akademisi dan pegiat budaya dari Kota Indramayu (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Pada tahun yang sama, Kang Tarka juga diajak bergabung dalam Paguyuban Keluarga Arya Wiralodra, sebagai tim ahli dalam Seksi Sastra Jawa Kuno. Namanya makin bersinar setelah bisa menaklukan Manuskrip Kulit Menjangan dan Lontar Indramayu. Tahun berikutnya, 2011. Kang Tarka mulai menjadi asisten Raden H. Dasuki dalam acara Kirab Pusaka Cakra Udhaksana Kyai Tambu. Berbarengan dengan itu Kang Tarka juga menjadi tim ahli bidang filologi untuk Indramayu Historia, bersama Nang Sadewo (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, tahun 2012. Kiprahnya semakin melebar, ia mendirikan Yayasan Lingga Amurwa Kanda Dharma Ayu Nagari (Lakdan), ia sendiri sebagai Wakil Ketua. Naskah kuno yang awalnya menjadi konsumsi sendiri akhirnya ingin mulai diterbitkan. Untuk memperkokoh hal ini, pada tahun 2012. Ia pun atas saran sesepuh Indramayu, H. Urip Sucipto disarankan untuk membuat grup di facebook, lebih fokus pada aksara Jawa-nya. Maka dibuatlah grup ‘Sanggar Aksara Jawa Indramayu’ dibantu oleh Meneer Panqi sebagai adminnya (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Tahun 2012 Ki Tarka ikut dalam Pameran Kartini Art Dewan Kesenian Indramayu (Ketua Kang Adung Abdulgani). Untuk pertama kalinya mereka memamerkan pusaka dan naskah kuno dan diapresiasi Pemda. Selain itu naskah tersebut diikutkan pada pameran pusaka dan naskah kuno hingga beberapa kali ditahun-tahun berikutnya, yang di diselenggarakan bertempat di Pendopo dalam Rangkaian Kegiatan Hari Jadi Indramayu (Nashih Nashrullah dalam republika.co.id, 16/12/2020).
ADVERTISEMENT
Prosesnya memang berliku dan penuh perjuangan. Titik terang mimpi-mimpi itu mulai menemukan kenyataan saat perjumpaannya dengan Muhammad Mukhtar Zaedin dalam Pra Kongres Bahasa Cirebon. Dari diskusi kecil dengan secangkir kopi di Hotel Prima Cirebon itu, dirinya diajak bergabung dengan Pusat Konservasi Naskah Klasik Cirebon. Tahun 2013 bersama dengan Meneer Panqi dan Panji Darussalam, Kang Tarka pun masuk menjadi tim dalam lembaga tersebut. Oleh Ketua Pusat Konservasi Naskah Klasik Cirebon, Drh. R. H. Bambang Irianto, BA. ia diberikan kesempatan untuk menerjemahkan naskah-naskah di lembaga tersebut (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Salah satu dedikasi perjuangan besarnya terhadap naskah kuno berbuah manis tatkala pada tahun 2013, naskah kuno yang ia terjemahkan berhasil dicetak. Selain itu, ia juga dengan Ki Dalang Karno menjadi partisipan dalam Rumah Budaya Pesambangan Jati Cirebon. Oleh-oleh kado yang ia berhasil bawa pulang adalah membawakan siswa-siswa SMK Seni Rupa NU Cikedung untuk dididik dan diajari kesenian, terutama Jaran Lumping dan Sintren (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
ADVERTISEMENT
Pada tahun yang sama juga, Kang Tarka terlibat dalam pengusungan pendirian Museum Bandar Cimanuk. Baginya, Indramayu memiliki museum itu sebuah keharusan. Karena dengan adanya museum generasi penerus akan lebih mudah mengakses ilmu dan informasi, terutama soal literasi pengetahuan dan relevansinya, masa lalu dengan masa sekarang (Meener Pangky dalam meenerpangky.com, 22/2/2016).
Suami dari Uripah ini mengaku hampir frustrasi karena begitu sulitnya belajar membaca aksara Jawa Kuno. Namun dengan ketekunan, setelah setengah bulan belajar, dia mulai bisa membaca aksara Jawa Kuno. Saat makin lancar membaca aksara Jawa Kuno, Tarka pun semakin semangat untuk mengumpulkan naskah kuno yang tercecer. Kalau ada orang yang memiliki naskah kuno, maka langsung didatangi dan dipinjam untuk diterjemahkan. Semangat itu juga ditunjukkan dengan membentuk Sanggar Aksara Jawa di Indramayu bersama rekan-rekannya. Sanggar itu diketuai oleh Ray Mangku Sutentra. Berkat semangat dan kegigihan yang tinggi, Ki Tarka sekarang banyak menerima “order” penerjemah naskah kuno dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Ciamis, Garut, Tasikmalaya, Bantul, Madura, Pekanbaru dan Jakarta (manassa.id/2018/04).
ADVERTISEMENT
Dia mengakui baru-baru ini juga ada enam orang dari Ponpes Mambaul Ulum Bata-Bata Pamekasan, Madura, “nyantri” selama satu bulan di rumahnya. Mereka ingin belajar naskah kuno. Terus terang Ki Tarka bangga ketika masih ada anak-anak muda yang mau belajar naskah Jawa Kuno, Lalu, berapa penghasilan Ki Tarka dari menerjemahkan tulisan atau naskah kuno? Ternyata memang masih jauh, tidak seperti harga “barang kuno” yang biasanya sangat mahal. Bahkan kadang ada yang membayar dengan tarif “pertemanan” dan masih nawar juga. Padahal harga jasa penerjemah seharusnya antara Rp20 ribu-Rp25 ribu per lembar. Ki Tarka mengaku hanya bisa pasrah dengan kondisi seperti ini. Ia hanya berharap ada perhatian lebih dari pemerintah terhadap orang-orang yang peduli terhadap pelestarian budaya, termasuk pegiat naskah kuno (manassa.id/2018/04).
ADVERTISEMENT
Ki Tarka aktif juga mengelola Museum Bandar Cimanuk (MBC). Naskah-naskah kuno dan berbagai benda pusaka ada di museum ini. Ki Tarka mengatakan benda-benda yang ditampilkan di museum tersebut sebagian besar merupakan barang bersejarah. Selain benda pusaka dan naskah kuno, pengunjung akan disajikan dengan fosil biota laut, alat fotografi dari zaman ke zaman dan koleksi senjata dan uang kuno. Bukan hanya itu, bagi yang penasaran dengan penampakan Indramayu tempo dulu, pengunjung bisa melihatnya di foto-foto yang dipajang di sepanjang dinding (manassa.id/2018/04).
Selama 25 tahun sampai tahun 2020, Ki Tarka menyebut sudah 200-an manuskrip Indramayu yang berhasil diselamatkannya melalui berbagai program. Salah satu upaya Ki Tarka adalah pendirian Sanggar Aksara Jawa Kidang Pananjung Cikedung, Indramayu. Melalui sanggar ini, Ki Tarka bekerja sama dengan beberapa lembaga dan program dalam penyelamatan naskah-naskah yang disimpan oleh masyarakat Indramayu, misalnya kerja sama dengan Balai Litbang Agama Jakarta, Puslitbang Lektur Kementerian Agama RI, Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Perpustakaan Nasional RI, dan Pemerintah Kabupaten Indramayu (Abdullah Maulani dalam ppim.uinjkt.ac.id, 17/12/2020).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2018, berkat PPIM dan Manassa melalui program DREAMSEA, Ki Tarka dan tim bisa membantu 11 orang masyarakat yang menyimpan puluhan manuskrip untuk melestarikannya dengan cara didigitalkan. Bukan cara yang mudah bagi Ki Tarka mendapatkan kepercayaan mendampingi masyarakat dalam melestarikan peninggalan nenek moyang mereka itu. seringkali dirinya menemui para pemilik naskah dengan berbagai perilaku dan sikapnya yang unik. Dia harus menyesuaikan diri dengan keunikan karakter masing-masing pemilik manuskrip (Abdullah Maulani dalam ppim.uinjkt.ac.id, 17/12/2020).
Kuncinya adalah harus mengenal pemilik naskah, profesinya, kebiasaannya, dan orang di sekelilingnya. Dengan demikian, kita akan lebih mudah masuk untuk memberikan pemahaman bahwa naskah adalah warisan luhur nenek moyang yang harus dibaca, dilestarikan, dan diamalkan isinya. Selain menyelamatkan fisiknya, Ki Tarka juga mengajak kepada semua pihak untuk melestarikan tradisi pembacaan manuskrip di masyarakat.Dengan melestarikan tradisi pembacaan manuskrip, itu artinya manuskrip tersebut membawa manfaat nyata di tengah masyarakat. Di Indramayu ada tradisi Bujanggaan dan Bobotan yang membaca manuskrip Wawacan Yusup. Akhirnya, masyarakat berpartisipasi aktif melestarikan warisan budayanya sendiri (Abdullah Maulani dalam ppim.uinjkt.ac.id, 17/12/2020).
ADVERTISEMENT
Ki Tarka banyak temukan titik naskah, per tahun 2020 manuskrip yang terdata kurang lebih sudah sebanyak 200. Dari jumlah tersebut kondisinya banyak yang memprihatinkan seperti naskah Drunten kecamatan Gabus milik orang pintar, dan Naskah Benduyut Kecamatan Widasari, milik juru tulis desa (Nashih Nashrullah dalam republika.co.id, 16/12/2020).
Ahad, 4 Juli 2021 sore Ki Tarka Sutarahardja kembali ke rahmatullah. Budayawan sekaligus pelestari aksara kuno Jawa Indramayu itu wafat karena penyakit maag yang dideritanya kambuh. Sosok yang dikenal sebagai Fiolog dari Indramayu itu meninggal dunia diusianya yang menginjak usia 51 tahun di rumahnya di Desa Cikedung Lor, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu. Ki Tarka Sutarahardja sendiri bukan sosok asing di kalangan budayawan dalam lingkup nasional. Sutawijaya, salah satu rekan sesama budayawan Indramayu mengatakan, naskah-naskah klasik Indramayu-Cirebon yang umumnya berbahasa dan beraksara Jawa kuno itu ia selamatkan dengan cara diterjemahkan dalam sebuah buku dan dalam bentuk digitalisasi (Handhika Rahman dalam Cirebon.tribunnews.com, 05/07/2021).
ADVERTISEMENT
Masih diceritakan Sutawijaya, koleksi naskah kuno yang dimiliki Ki Tarka Sutarahardja di antaranya Jaran Sari Jaran Purnama, Durakman Durakim, Sangkuriang Riwayat, Pangeran Banyu Biru, Jaka Mukhamad, Raden Walang Sungsang, Babad Deramayu, Nyi Junti, Suryaningrat Dewi Ningrum, dan masih banyak lagi. Semenjak aktif mengumpulkan naskah-naskah kuno itu, nama Ki Tarka Sutarahardja pun mulai dikenal secara nasional. Tidak jarang ia mengisi materi soal naskah-naskah kuno di berbagai kesempatan (Handhika Rahman dalam Cirebon.tribunnews.com, 05/07/2021).
Allahummaghfirlahu Warhamhu Wa'aafihi Wa'fu'anhu.
Bandung pasca Hujan menjelang Maghrib
Rabu, 11 Dzulhijjah 1442 H / 21 Juli 2021
Daftar Pustaka
Maulani, Abdullah. (2020). Ki Tarka 25 Tahun Lestarikan Manuskrip Indramayu. Diakses 20 Juli 2021 dari https://ppim.uinjkt.ac.id/2020/12/17/ki-tarka-25-tahun-lestarikan-manuskrip-indramayu/)
Panqi, Meener. (2016). Kisah Kang Tarka dan Naskah Kuno. Diakses 20 Juli 2021 dari https://www.meneerpangky.com/2016/02/kisah-kang-tarka-dan-naskah-kuno.html
ADVERTISEMENT
RZ. Profil Pemilik Naskah di Cirebon, Kuningan dan Indramayu diakses 20 Juli 2021 dari https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/profil-pemilik-naskah.html
Rahman, Handhika. (2021). Sosok Ki Tarka Sutarahardja Filolog dari Indramayu yang Selamatkan Ratusan Naskah Kuno Telah Tiada. Diakses 20 Juli 2021 dari https://cirebon.tribunnews.com/2021/07/05/sosok-ki-tarka-sutarahardja-filolog-dari-indramayu-yang-selamatkan-ratusan-naskah-kuno-telah-tiada
Nashrullah, Nashih. (2020). Berbagai Upaya Selamatkan Warisan Manuskrip Indramayu. Diakses 20 Juli 2021 dari https://nasional.republika.co.id/berita/qlfxrz320/berbagai-upaya-selamatkan-warisan-manuskrip-indramayu
Ki Tarka Sutaraharja Penerjemah Naskah Diakses 21 Juli 2021 dari http://www.manassa.id/2018/04/ki-tarka-sutaraharja-penerjemah-naskah.html