Perempuan Tulang Punggung Keluarga di Masa Pandemi

Tatang Ruhiyat
Tatang Ruhiyat, Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
7 Oktober 2022 11:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tatang Ruhiyat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Shutterstock. Perempuan juga bisa melakukan pekerjaan sama seperti laki-laki, yaitu mencari nafkah
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Shutterstock. Perempuan juga bisa melakukan pekerjaan sama seperti laki-laki, yaitu mencari nafkah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam kehidupan, setiap manusia memiliki peran yang berbeda-beda baik itu laki-laki maupun perempuan. Setiap gender itu memiliki perannya masing-masing yang berbeda. Namun, terkadang peran itu dianggap hanya batas sebuah tanggung jawab yang sudah menjadi kewajiban. Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki yang masih kental dengan budaya di Negara kita.
ADVERTISEMENT
Banyak hak-hak perempuan yang dikekang dan dibatasi. Contohnya sering kali mendapatkan ketidakadilan dalam hak bersuara, hak berpolitik, hak sosial, hak ekonomi. Dalam dunia kerja, terkadang perempuan mendapatkan upah yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Hal itu yang menyebabkan ketidakadilan bagi perempuan.
Pada umumnya, seorang laki-laki diwajibkan ketika sudah menikah itu menjadi seorang pemimpin dan menjadi kepala keluarga yang baik dalam membimbing istri dan anaknya. Dan ia harus bekerja sebagai seorang tulang punggung keluarga yang mana itu merupakan hal yang biasa. Namun, jika peran ini dilakukan oleh seorang perempuan sebagai tulang punggung keluarga maka hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal.
Seorang perempuan boleh bekerja dengan alasan ingin mengurangi beban suaminya. Namun, berbeda jika sang istri menjadi tulang punggung dan menghidupi keluarga, hal ini disebabkan oleh berbagai alasan. Alasan pertama dia memang menjadi tulang punggung karena sang suami sudah meninggal. Alasan Kedua adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga karena sudah bercerai. Untuk kasus perceraian ini dapat menjadi dua kubu. Kubu pertama, meskipun keduanya sudah berpisah mereka tetap kompak dan mengenyampingkan ego dengan alasan anak dan sang suami tetap memberikan nafkah. Ada juga kubu kedua ketika mereka berpisah dan masing-masing, secara otomatis istri harus menggantikan peran menjadi seorang ayah dan menghidupi keluarga. Alasan ketiga adalah ketika seorang istri memiliki penghasilan lebih tinggi dibanding dengan suaminya. Alasan terakhir yang pernah adalah dikarenakan sang suami yang malas bekerja dan hanya berdiam diri di rumah dengan dunianya sendiri.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa alasan di atas, saya berpikir jika memang seorang perempuan bisa bekerja dan hidup tanpa suami, kenapa banyak perempuan mendapatkan ketidakadilan? Kembali lagi bahwa di Negara kita kuat dengan budaya patriarki yang mana laki-laki lebih superior dibanding perempuan. Hal inilah yang menyebabkan perempuan mendapat ketidakadilan. Meskipun ada Undang-Undang tentang perlindungan perempuan dan anak-anak, tetapi masih saja perempuan mengalami ketidakadilan.
Di masa pandemi COVID-19 Indonesia mengalami berbagai permasalahan. Namun, permasalah yang terasa adalah permasalah ekonomi. Mengapa demikian? Alasannya adalah pada awal COVID-19 tanggal 6 April 2020 lalu, Presiden Jokowi Dodo mengumumkan agar melakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang mana, DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan PSBB. Pasalnya, provinsi DKI Jakarta menjadi titik penyebaran COVID-19 disusul beberapa daerah JABODETABEK dan provinsi lainnya.
ADVERTISEMENT
Ketika PSBB diterapkan, masyarakat dilarang untuk keluar rumah dan perusahaan mulai menerapkan sistem work form home saat inilah masyarakat mulai merasakan dampak dari PSBB ini. Meskipun PSBB dilaksanakan hanya dua pekan, tapi dampaknya sangat terasa apalagi untuk masyarakat menengah ke bawah. Saat pandemi banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi karyawan yang mana, saat itu banyak karyawan yang di PHK.
Di saat yang sama angka perceraian naik. Berdasarkan data yang temukan di berbagai sumber, angka perceraian di beberapa daerah di Indonesia meningkat secara signifikan tepatnya pada pertengahan 2020 lalu. Contohnya saja di Merangin, sebanyak 479 terjadi kasus perceraian pada tahun 2020 padahal tahun 2019 berjumlah 399 kasus. Di Tangerang selatan, terhitung kasus perceraian naik sebanyak 10%. Dan di Semarang, tercatat sebanyak 1.586 kasus perceraian yang terjadi sejak bulan Januari hingga Juni 2020.
ADVERTISEMENT
Kemudian di Pare-Pare, Sulawesi Selatan terdapat 58 kasus perceraian pada Juni 2020 pada bulan sebelumnya hanya terdapat kasus sekitar 30 sampai 40 kasus saja. Di Blitar, Jawa Timur terdapat 400 kasus perceraian sejak Juni sampai Agustus 2020, padahal pada bulan Februari hingga Mei hanya terdapat 100 kasus saja, yang berarti telah terjadi peningkatan sebesar empat kali lipat. Dan yang terakhir di Surabaya, terdapat 1.394 kasus perceraian pada bulan Juni 2020 dan dibulan berikutnya di bulan Juli 2020 mengalami kenaikan lagi yaitu sebanyak 1.982 kasus.
Dari data di atas, bisa disinggung bahwa banyak bercerai dengan berbagai problematika di dalamnya, contohnya mengalami kesulitan ekonomi yang menyebabkan hubungan rumah tangga tidak harmonis, istri yang mengalami KDRT, dsb. Dari masalah-masalah tadi banyak perempuan yang mengharuskan untuk mencari nafkah sendiri. Seperti yang di alami oleh salah satu narasumber saya S.A dia bercerai dengan suaminya dengan alasan perekonomian dan mengharuskan dia menghidupi anak semata wayangnya. Keseharian dia yang awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga, sekarang dia membuka warung nasi uduk yang sebelumnya pernah dia geluti ketik belum bercerai.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga narasumber lain sebut saja dia A.Y seorang tulang punggung keluarga dengan alasan sang suami sudah meninggal 2 tahun yang lalu karena sakit. Ia harus bekerja di luar kota dan meninggalkan anaknya yang ia titipkan kepada kedua orang tuanya di kampung. Selain ia menjadi seorang female breadwinner, dia juga harus menjadi tulang punggung keluarga dikarenakan sang ayah yang sudah tidak bekerja dengan alasan usia.
Yang terakhir narasumber saya yang bernama D.P sudah bekerja di pabrik selama kurang lebih 5 tahun. Namun, ketika pandemi dia mengalami PHk dari pabriknya dan tak lama berselang sang suami juga ikut di PHK. Setelah di PHK dia berjualan kue dengan via online.
ADVERTISEMENT
Dari hasil wawancara dengan tiga narasumber, saya bisa membuat opini. Ketika menghadapi sesuatu kita sebagai manusia harus menghadapi itu bersama-sama dan masalah harus selesaikan dengan kepala dingin. Female breadwinner lahir dari berbagai faktor yang terjadi pada dirinya dan juga lingkungan yang memamksanya untuk menjadi seorang female breadwinner.
Hal itu bisa dilihat dari ke tiga narasumber diatas yang mengalami dampak besar ketika pandemi walaupun, yang terasa menurut saya adalah narasumber yang terakhir. Disini dapat dilihat, bahwa seorang perempuan sebenarnya bisa menjadi peran ganda selain menjalankan kewajiban seorang istri yaitu menafkahi keluarga layaknya tugas seorang laki-laki. Saya setuju jika perempuan menghasilkan uang sendiri dengan alasan ingin mengurangi beban suami, tapi atas izin suami dan dipikirkan matang-matang.
ADVERTISEMENT
Dan untuk hasil data survei mengenai angka perceraian pada saat pandemi yang naik, apakah ada alasan lainnya yang menyebabkan banyaknya perceraian. Saya belum mengalami hal ini, karena belum menikah dan berkeluarga. Yang jelas ketika sudah bercerai, otomatis seorang perempuan akan berusaha bangkit dari keterpurukan dan mengalihkan trauma itu dengan cara bekerja dan fokus untuk menghidupi keluarganya seperti yang dicontohkan oleh S.A. dia tetap fokus bekerja walaupun dia sudah bercerai dengan suaminya.
Meskipun kedua narasumber sisanya tidak mengalami perceraian, saya sangat mengacungi jempol untuk kedua narasumber lainnya. Seperti halnya A.Y meskipun tidak bercerai dengan suami ia tetap fokus dengan pekerjaan dan menggantikan peran suaminya sebagai pencari nafkah dengan alasan suami yang sudah meninggal dan dia juga menjadi tulang punggung keluarga dengan alasan sang ayah yang sudah tidak bekerja. Kemudain D.P dia tidak menyerah dengan keadaan meskipun dia dan sang suami di PHK dari pekerjaanya, mereka tetap berusaha memperbaiki perekonomian keluarga dengan menjalankan bisnis yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga pelajaran lain yang bisa diambil dari pengalaman narasumber seperti pelajaran hidup yang berharga dan pentinya saling percaya satu sama lain. Dengan melihat berbagai masalah yang dihadapi oleh para narasumber memberikan gambaran agar dalam berumah tangga bukan hanya mengurusi hal-hal mengenai kewajiban saja, tetapi bagaimana cara menyeleraskan ego, tidak menyalahkan satu sama lain, menyelesaikan persamalahan dengan cara berdiskusi dengan tujuan menemukan penyelesaian masalah, dan yang paling penting adalah terus berkomitmen satu sama lain dan beorientasi pada masa depan.
Perempuan sebenarnya memiliki kemampuan yang lebih luar biasa dibandingkan dengan laki-laki. Seringkali perempuan kehilangan kesetaranya dengan laki-laki yaitu konflik antara subjek maupun objek. Di masa pandemi Covid-19 banyak perempuan yang bekerja dengan alasan membantu suami. Mereka bekerja bukan hanya ingin mengurangi beban suami saja, tetapi mereka berusaha untuk mengembalikan kembali perekonomian keluarga yang mulai diambang kehancuran. Salah satu bentuk perjuangan perempuan di masa pandemi Covid-19 adalah bekerja sebagai penjual kue, membuka warung nasi, bahkan ada yang harus ke luar kota untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Ada juga faktor lain yang mendorong para perempuan untuk bekerja, yaitu kebutuhan sehari-hari yang tidak terpenuhi akibat dari mereka di PHK dari tempat kerja, bercerai, dan ditinggal oleh suami karena suami sudah meninggal. Hal itu yang membuat para perempuan bergerak dan memaksa mereka untuk keluar dari kondisi yang kurang mengenakkan yang mana biasanya mereka adalah seorang ibu rumah tangga.
Dari opini di atas, memperlihatkan bahwa para perempuan memiliki kekuatan yang lebih dari laki-laki. Mereka memperjuangkan hak itu bukan hanya untuk sekedar bahwa perempuan itu harus diistimewakan. Namun, memang pada kenyataannya para perempuan tidak mendapatkan keadilan yang semestinya mereka dapatkan.