"Aku Ingin Jadi Fotografer"

24 Januari 2017 7:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ridwan dan hasil karya sang murid. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Siang itu, jam menunjukkan pukul 12:21 WIB. Cuaca sangat terik. Setelah menempuh perjalanan sepanjang kurang lebih 19 kilometer, akhirnya kami tiba di Sekolah Dasar Alam Anak Sholeh, Villa Mutiara Gading 1 Blok H, Setia Asih Tarumajaya, Bekasi. 
ADVERTISEMENT
Adapun tujuan kami ingin bertemu dengan salah satu murid yang memiliki keistimewaan, yang tidak dimiliki murid lainnya, yaitu ahli dalam membuat kamera lubang jarum (KLJ).
Ketika sedang rehat, kami bertemu Ridwan (19). Ia adalah murid yang kami maksud. Ia lewat di depan pekarangan sekolah bersama temannya. Ternyata saat itu ia sedang bekerja mengantarkan galon air minum ke rumah penduduk. 
"Hai Kak," teriak Ridwan kepada tim kumparan dari jauh sambil menaiki sebuah motor.
Setelah itu kami pun menceritakan maksud dan tujuan kedatangan kami. Ridwan bergegas pulang ke rumah untuk mandi setelah itu ia berjanji akan kembali ke sekolah untuk bertemu dengan kami.
Sesuai dengan janjinya, 20 menit kemudian ia tiba di sekolah menggunakan kaos merah, celana merah dan sandal jepit berwarna oranye.
ADVERTISEMENT
"Assalamualaikum," ucapnya sambil menyalami tim kumparan.
Setelah itu kami bersama-sama menuju teras sekolah tersebut, Ridwan pun mulai bercerita dan mengajarkan kepada kami cara membuat KLJ sederhana. Pada saat Ridwan bercerita, kami terkejut. Karena kami tidak memahami apa yang diucapkan olehnya.
Ternyata Ridwan kesulitan berbicara dengan normal. Ridwan mengalami Global Developmental Delay (GDD), yaitu anak yang tertunda dalam mencapai sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan pada usianya. Kita sebagai orang yang baru bertemu dengannya, akan kesulitan mengerti apa yang diucapkannya. Oleh karena itu, ia ditemani dan dibantu oleh Nugraha (17) yang merupakan sahabatnya dalam membuat KLJ untuk bercerita kepada kami.
Hasil karya Ridwan dan Nugraha. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Meski ia kesulitan dalam berkomunikasi, bukan berarti ia tidak bisa berbicara, hanya saja kita membutuhkan waktu atau bantuan dari orang lain untuk mencerna apa yang dikatakannya.
ADVERTISEMENT
Ciri khas anak yang mengalami GDD biasanya adalah fungsi intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya disertai hambatan dalam berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri, keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya.
Walaupun ia memiliki keterbatasan, Ridwan sangat mahir menggunakan kamera digital dan KLJ. Itulah keistimewaan Ridwan. Pada umumnya, seseorang yang mengalami GDD secara signifikan akan mengalami ketertinggalan fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi atau perkembangan sosial jika dibandingkan dengan anak seusianya.
Ridwan dan alat tempur kamera lubang jarum. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Sambil bercerita, Ridwan mulai mempersiapkan beberapa kaleng bekas, jarum, isolasi, gunting, dan kertas untuk membuat kamera lubang jarum. Sesekali kami bingung. tidak memahami dengan apa yang diucapkannya, Nugraha pun turut membantu menjelaskan apa yang dikatakan oleh Ridwan kepada kami.
ADVERTISEMENT
Ridwan membuat sendiri kamera lubang jarum. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Meski saat ini berusia 19 tahun, Ridwan masih harus duduk di bangku sekolah dasar kelas 5. Meski demikian, pendiri Sekolah Dasar Alam Anak Sholeh, Agustian mengatakan, Ridwan adalah anak yang baik dan rajin. Ridwan selalu menjadikan sekolah sebagai rumah keduanya. Ia juga sangat menghormati guru-gurunya di sekolah.
Agustian juga bercerita, Ridwan yang masuk ke Sekolah Dasar Alam Anak Sholeh itu pada tahun 2006 sempat beberapa kali tidak naik kelas di sekolah tersebut karena keterbatasan yang ia miliki.
Namun di samping kertebatasannya itu, Agustian menilai Ridwan memiliki kelebihan dan sangat mahir dalam kamera lubang jarum dan digital. Ridwan juga tetap diperlakukan sama dengan murid yang lain, dan ia juga dihargai dan dihormati sebagaimana anak-anak lainnya. 
ADVERTISEMENT
Berfoto bersama di La Consolacion College. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Awal ketertarikan Ridwan dengan kamera lubang jarum adalah saat sekolahnya dikunjungi oleh salah satu komunitas KLJ di Jakarta, untuk mengisi kegiatan ekstrakurikuler. Kemahirannya dalam membuat kamera lubang jarum, membawanya menjadi salah satu instruktur pembuat KLJ di La Consolacion College, Bacolod Filipina pada tahun 2016. 
Ridwan mengajarkan bagaimana membuat kamera lubang jarum, teknik mengambil gambar, hingga proses mencetak foto. Ia mengajarkan hal itu dihadapan ratusan peserta yang merupakan siswa-siswi SMA serta mahasiswa-mahasiswi di La Consolacion College. 
"Waktu ke Filipina, dia senang banget. Apalagi punya paspor, dia selalu tunjukin ke orang-orang kalau dia sudah pernah ke luar negeri karena prestasinya. Dia juga sempat jet lag karena beberapa kali transit," cerita Nugraha.
ADVERTISEMENT
Peserta workshop di La Consolacion College. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Sesampaianya di Filipina, Ridwan mengaku mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan peserta. Ia dibantu oleh translater untuk menyampaikan materi yang disampaikan kepada peserta.
Selain menjadi instruktur, karya Ridwan juga pernah dipamerkan di Vision Image Festival di MahaArt Denpasar Bali pada tahun 2013. Agustian juga bercerita, jika tahun 2016 Ridwan memiliki rencana untuk memamerkan karya digital dan kamera lubang jarumnya. Namun nahas menimpanya, karena seluruh dokumen fotonya hilang dicuri.
Sampai hari ini, Ridwan terus berusaha mengumpulkan foto-foto terbaiknya agar ia bisa membuat pameran khusus tentang karya-karyanya agar bisa diperlihatkan ke orang lain. Ridwan ingin menunjukkan, meski memiliki keterbatasan, ia tetap bisa menghasilkan sebuah karya yang baik seperti orang pada umumnya.
Peserta workshop di La Consolacion College. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Di rumah, Ridwan dikenal sebagai anak yang rajin. Sebagai anak tertua, usai pulang sekolah, ia mengaku kerap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk membantu perekonomian keluarga. Ia tidak pernah malu ataupun mengeluh. Ayahnya bekerja sebagai tukang becak, ibunya bekerja sebagai tukang cuci pakaian tetangga rumahnya, serta adiknya saat ini sekolah kelas 3 SMP.
ADVERTISEMENT
"Kadang jadi kuli bangunan, kadang mencuci motor, kadang mengantar galon ke rumah warga," ujar Ridwan yang dibantu oleh Nugraha saat bercerita.
Pendapatan dari hasilnya bekerja itu, ia berikan kepada ibunya. Ia sangat mencintai dan menghormati ibunya. Rata-rata dari setiap pekerjaan tersebut ia mendapatkan Rp 300 hingga Rp 350 ribu per bulannya.
"Mau bantu ibu dan ayah, supaya adik juga bisa sekolah," ujar Ridwan.
Kamera Lubang Jarum. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Selain ingin membantu perekonomian keluarga, Ridwan juga bercerita, jika uangnya sudah terkumpul dari hasil kerjanya, kelak ia ingin memiliki sebuah handphone.
"Mau punya handphone juga, biar bisa komunikasi dengan teman-teman seperti yang lain," kata Ridwan.
Ridwan dan alat tempur kamera lubang jarum. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Dengan segala keterbatasannya, Ridwan tidak pernah patah semangat dalam mengejar cita-citanya. Bahkan suatu hari nanti ia ingin mondok di pesantren At-Taqwa. Pesantren yang cukup terkenal di kalangan warga Bekasi yang dulunya dibangun oleh Pahlawan Bekasi, KH Noer Alie. Letaknya ada di Ujung Malang, yang kini berubah menjadi Ujung Harapan di Bekasi.
ADVERTISEMENT
Karena ia sangat menekuni bidang fotografi, ia punya mimpi untuk menjadi seorang fotografer yang handal.
Hingga kini, agar ia bisa meraih mimpinya tersebut, ia mengaku terus mengasah kemampuannya untuk belajar memotret dari kamera sederhana yang ia dapatkan dari Agustian.