Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Mia Audina, antara Nasionalisme dan Realita Hidup
13 September 2021 11:18 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 28 September 2021 16:37 WIB
Tulisan dari Taufiq Sudjana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Publik Indonesia pernah mengenal nama Mia Audina. Peraih medali perak pada Olimpiade Atlanta 1996 untuk Indonesia ini disebut sebagai “Bocah Ajaib”.
ADVERTISEMENT
Julukan itu disematkan kepada Mia setelah dia menunjukkan permainan memukau. Di usia 14 tahun ia sudah tampil dalam ajang bergengsi Piala Uber 1994. Bahkan menjadi penentu kemenangan tim Indonesia saat itu.
Dengan kemenangannya itu Indonesia menorehkan sejarah kedua mengawinkan Piala Uber dan Piala Thomas. Setelah jauh dari tahun 1975 kali pertama Indonesia mengawinkan gelar.
Tidak berhenti di situ, ia kembali dipercaya memperkuat tim Piala Uber 1996. Mia turut mengantarkan Indonesia meraih juara.
Si Bocah Ajaib ini pun terus melaju. Pertama kali ia ikut serta kontingen Olimpiade dan berhasil membawa pulang medali perak dari Olimpiade Atlanta 1996.
Kiprahnya di dunia perbulutangkisan Indonesia harus berakhir pada tahun 1999. Mia memutuskan untuk menikah dengan seorang pria berkebangsaan Belanda.
ADVERTISEMENT
Indonesia kehilangan atlet bulu tangkis berprestasi sekelas Mia. Publik bahkan sempat mengecam Mia sebagai “pengkhianat” bangsa. Bagaimana pun Belanda adalah bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Kepindahan kewarganegaraan Mia Audina itu pun dilabeli “pengkhianat”.
Karier bulu tangkis Mia ternyata dilanjutkan di sana. Ia bermain kembali dengan mengibarkan bendera Belanda. Pada Olimpiade Sydney 2000, Mia yang sudah berkewarganegaraan Belanda hanya sampai babak perempat final. Pada Olimpiade Athena 2004, ia meraih medali perak untuk Belanda.
Realita Hidup
Memilih dan memutuskan adalah risiko yang harus diambil. Begitu pula dengan Mia Audina.
Di awal keputusannya itu Mia dikabarkan sempat memohon kepada PBSI untuk tetap bermain dengan bendera Indonesia. Namun aturan yang mengikat PBSI menolaknya.
Dengan kondisi itulah akhirnya Mia bermain dengan kewarganegaraan barunya. Ia turun dalam setiap turnamen membela Belanda.
ADVERTISEMENT
Namun begitu, pengakuan Mia, ia tidak mau bertanding di Jakarta (Indonesia). Mia selalu menolak untuk diikutsertakan oleh Belanda di setiap kejuaraan bulu tangkis yang digelar di Indonesia.
Tapi, 2016 silam dia mendatangi Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Kedatangan Mia untuk menanyakan penghargaan pemerintah kepada mantan atlet peraih medali olimpiade.
Belanda tidak memberikan tunjangan hari tua kepada atletnya melainkan hanya bonus saja. Begitu penuturannya yang dilansir Kompas (02/08/2016).
Apakah sikap Mia ini mencoreng nasionalismenya? Bagaimana dengan match fixing yang dilakukan Hendra Tandjaya dan telah mengorbankan 3 pebulu tangkis Indonesia dijatuhi hukuman seumur hidup, larangan bertanding, dan berkegiatan apa pun yang berhubungan dengan bulu tangkis?
Pernyataan Taufik Hidayat yang menggegerkan dunia bulu tangkis tempo hari ternyata pernah terjadi pula di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kuis kumparan: "ATLET INDONESIA YANG JADI IDOLAMU"
Kuis kumparan: "ATLET INDONESIA YANG JADI IDOLAMU"
Kuis kumparan: "ATLET INDONESIA YANG JADI IDOLAMU"