Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Membaca Jejak Wisran Hadi dalam Kesenian Sumatera Barat
26 April 2018 20:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Teater Langkah Universitas Andalas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Memasuki hari ketiga Festival Nasional Wisran Hadi (FNWH) yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Langkah, Rabu 25 April 2018, agenda yang diselenggarakan adalah Seminar Nasional dengan tema “Membaca Biografi Wisran Hadi dalam Perkembangan Dunia Teater Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Seminar yang dilaksanakan di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) ini, dimoderatori oleh Muhammad Fadli, dengan pembicara Radar Panca Dahana, Sahrul Nazar, dan Irmansyah. Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Fadli sebagai pengantar diskusi, bahwa Sahrul Nazar dan Irmansyah merupakan pegiat teater yang memiliki hubungan emosional yang baik dengan Wisran Hadi, dan Radar Panca Dahana sebagai budayawan nasional yang sekiranya dapat membaca jejak perjalanan Wisran Hadi di kancah nasional.
Irmansyah yang merupakan salah seorang pendiri UKM Teater Langkah memberi judul makalahnya “Wisran Hadi dan Mata Rantai yang Terputus” dengan memusatkan pandangannya dari segi kehidupan dan kesenian Wisran Hadi. Menurutnya, dialektika secara empirik merupakan dasar dari pemikiran dalam karya-karya Wisran Hadi.
“Wisran Hadi memiliki kaca mata seni rupa untuk membentuk konsep panggung. Dan Wisran Hadi adalah penulis lintas genre, artinya Wisran Hadi selain pegiat teater, Beliau juga memiliki kemampuan kepenulisan untuk mengekalkan karyanya” jelas Irmansyah saat memaparkan makalahnya di Ruang Seminar FIB.

Di lain pihak, Radar Panca Dahana secara tidak langsung memperkuat pernyataan dari Irmansyah mengenai cara kerja Wisran Hadi dalam memproduksi karya, baik teks maupun panggung. Walaupun secara keseluruhan, Radar tidak menyinggung romantisme secara melankolia untuk mengenang Wisran Hadi. Ia lebih kepada sikap persuasif untuk terus mengadopsi semangat yang dimiliki Wisran Hadi dalam menciptakan karya.
ADVERTISEMENT
“Wisran Hadi, seperti Rusli Marzuki Saria dan A.A Navis, merupakan seniman dan penulis yang tonggak penciptaan karya mereka bersandar pada adat dan agama. Walaupun demikian, mereka tidak pula semerta-merta menelan ajaran tersebut” ungkapnya.

Beda halnya dengan Sahrul Nazar, seorang akademisi ISI Padang Panjang, ia lebih menitikberatkan pembahasan kepada rekam perjalanan dan sumbangsih terhadap dunia teater. Dengan judul makalahnya “Jejak Langkah Wisran Hadi”, Sahrul menjelaskan bahwa kehadiran teater modern di Sumatera Barat tidak lepas dari sumbangsih dan pemikiran Wisran Hadi dan grup teaternya yang bernama Bumi Teater.
Begitu juga dengan kehadiran teater postmodern di Sumatera Barat, bentuk teater tersebut ditemukan dalam naskahnya berjudul Jalan Lurus.
“Secara langsung ataupun tidak bersinggungan dengan Wisran Hadi, ada beberapa pegiat teater muda yang memakai cara kerja dan gaya penggarapan teater seperi Wisran Hadi. Dengan pemanfaatan mitos maupun “ ungkap Sahrul Nazar.
ADVERTISEMENT
Selain seminar teater, adapun agenda pada acara FNWH juga ada ulasan, diskusi. Festival yang diselenggarakan sampai 29 April mendatang ini, juga diisi oleh pementasan teater dari berbagai kampus di Indonesia, di antaranya Teater Batra (Riau), Teater Nol (Aceh), HMJ Teater ISI Padang Panjang, Teater Tirai (Medan), Teater UI (Jakarta), serta Teater Besurek (Bengkulu).